BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Sebelum nya apakah kalian tau tentang al-qur’an ??, al-qur’an adalah sumber pendidikan dan sebuah sumber ilmu pengetahuan yang mengajarkan umat manusia dengan bahasanya yang lemah lembut ,balagho yang indah.Sehingga al-qur’an membawa demensi baru terhadap pendidikan dan berusaha mengajak para ilmuan ilmuwan untuk menggali maksud kandungannya agar manusia lebih dekat kepada-nya , sehingga al-qur’an sangat ber manfaat dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mendalami akhlak dan perilaku yang mulia.Dalam perkembangan agama islam banyak dipelajari berbagai ilmu-ilmu keagamaan, misalnya ilmu fiqih, ilmu aqidah, dan ilmu tauhid. Ilmu-ilmu tersebut mempunyai peranan tersendiri dalam mempelajari ilmu-ilmu agama islam.
Petunjuk pendidikan dalam
al-qur’an tidak terhimpun dalam kesatuan pragmen tetapi ia diungkapkan dalam
berbagai ayat dan surat al-qur’an, sehingga untuk menjelaskannya perlu
melalui tema-tema pembahasan yang relavan dan ayat-ayat yang
memberikan informasi-informasi pendidikanPada mulanya al-qur’an bernilai tinggi
sehingga perkataan tidak cukup untuk
menggambarkannya.
B.Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang penting untuk
dibahas diantaranya:
1.Apakah
yang dimaksud dengan pendidikan dalam al-qur’an ?
2.Apakah
tujuan dari pendidikan yang terkandung dalam al-qur’an ?
3.Apa saja
manfaat pembelajaran dalam menempuh pendidikan dalam al-qur’an ?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan membuat makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis dan
pembaca tentang pengertian,ruang lingkup,model penelitian mengenai pendidikan
dalam al-qur’an. Ada pun tujuan penulisan ini yaitu sebagai berikut :
1.mengetahui apa yang dimaksud dengan
pendidikan dalam al-qur’an tersebut
2.mengetahui tujuan dan manfaat
pendidikan dalam al-qur’an
BAB
II
PEMBAHASAN
1.pengertian
pendidikan dalam al-qur’an
Pendidikan adalah suatu
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik dapat memahaminya.
Al-Qur’an merupakan firman Allah yang selanjutnya dapat dijadikan pedoman hidup (way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa dan kapanpun masanya serta hadir secara fungsional memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalah yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan.[1]
2) Menurut louis al-Ma’luf, ar-rabb berarti tuan, pemilik, memperbaiki, perawatan, tambah dan mengumpulkan .
3) Menurut Fahrur Razi, ar-rabb merupakan fonem yang seakar dengan al-Tarbiyah, yang mempunyai arti at-Tanwiyah (pertumbuhan dan perkembangan) .
4) Al-Jauhari memberi arti at-Tarbiyah, rabban dan rabba dengan memberi makan, memelihara dan mengasuh.
(a) Abdul Fattah Jalal, mendefinisikan at-ta’lim sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga penyucian atau pembersihan manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri manusia berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya . At-ata’lim menyangkut aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidup serta pedoman prilaku yang baik. At-ta’lim merupakan proses yang terus menerus diusahakan semenjak dilahirkan, sebab menusia dilahirkan tidak mengetahui apa-apa, tetapi dia dibekali dengan berbagai potensi yang mempersiapkannya untuk meraih dan memahami ilmu pengetahuan serta memanfaatkanya dalam kehidupan.
(b) Munurut Rasyid Ridho, at-ta’lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu . Definisi ini berpijak pada firman Allah al-Baqoroh ayat 31 tentang allama Allah kepada Nabi Adam as, sedangkan proses tranmisi dilakukan secara bertahap sebagaimana Adam menyaksikan dan menganalisis asma-asma yang diajarkan Allah kepadanya. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa pengertian at-ta’lim lebih luas/lebih umum sifatnya daripada istilah at-tarbiyah yang khusus berlaku pada anak-anak. Hal ini karena at-ta’lim mencakup fase bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa, sedangkan at-tarbiyah, khusus pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak.
(c) Sayed Muhammad an Naquid al-Atas, mengartikan at-ta’lim disinonimkan dengan pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar, namun bila at-ta’lim disinonimkan dengan at-tarbiyah, at-ta’lim mempunyai arti pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah system .[2]
Menurutnya ada hal yang membedakan antara at-tarbiyah dengan at-ta’lim, yaitu raung lingkup at-ta’lim lebih umum daripada at-tarbiyah, karena at-tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial dan juga at-tarbiyah merupakan terjemahan dari bahasa latin education, yang keduanya mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik-mental, tetapi sumbernya bukan dari wahyu.
Pengunaan at-ta’dib, menurut Naquib al-Attas lebih cocok untuk digunakan dalam pendidikan Islam, konsep inilah yang diajarkan oleh Rasul. At-ta’dib berarti pengenalan, pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedimikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaanya .
Kata ‘addaba’ yang juga berarti mendidik dan kata ‘ta’dib’ yang berarti pendidikan adalah diambil dari hadits Nabi “Tuhanku telah mendidikku dan dengan demikian menjadikan pendidikanku yang terbaik” .
(d) Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasy, pengertian at-ta’lim berbeda dengan pendapat diatas, beliau mengatakan bahwa; at-ta’lim lebih khusus dibandingkan dengan at-tarbiyah, karena at-ta’lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan at-tarbiyah mencakuip keseluruhan aspek-aspek pendidikan .
(e) Masih lagi pengertian pendidikan Islam dari berbagai tokoh pemikir Islam, tetapi cukuplah pendapat diatas untuk mewakili pemahaman kita tentang konsep pendidikan Islam (al-Qur’an ). Konsep filosofis pendidikan Islam adalah bersumber dari hablum min Allah (hubungan dengan Allah) dan hablum min al-nas (hubungan dengan sesama manusia) dan hablum min al-alam (hubungan dengan manusia dengan alam sekitas) yang selanjutnya berkembang ke berbagai teori yang ada seperti sekarang ini. Inprirasi dasar yaitu berasal dari al-Qur’an.
Tujuan Pendidikan Islam
1) Ahmad D Marimba; tujuan pendidikan Islam adalah; identiuk dengan tujuan hidup orang muslim. Tujuan hidup manusia munurut Islam adalah untuk menjadi hamba allah. Hal ini mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya .
2) Dr. Ali Ashraf; ‘tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah pada tingkat individu, masyarakat dan kemanusiaan pada umunya” .
3) Muhammad Athiyah al-Abrasy. “the fist and highest goal of Islamic is moral refinment and spiritual, training” (tujuan pertama dan tertinggi dari pendidikan Islam adalah kehalusan budi pekerti dan pendidikan jiwa)”
4) Syahminan Zaini; “Tujuan Pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berjasmani kuat dan sehat dan trampil, berotak cerdas dan berilmua banyak, berhati tunduk kepada Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan berpendirian teguh”.
Dari berbagai pendapat tentang tujuan pendidikan Islam diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Hakekat Pendidikan dalam al-Qur’an :
Hakekat/nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Nilai bersifat praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif didalam masyrakat. Nilai ini merupakan suatu realita yang sah sebagai suatu cita-cita yang benar dan berlawanan dengan cita-cita palsu yang bersifat khayal .[3]
5) Melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, tugas pokok pendidikan Islam adalah menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, dan menjaga potensi manusia, sehingga tercipta dan terbentuklah kualitas generasi Islam yang cerdas, kreatif dan produktif.
6) Menciptakan keseimbangan dan kesempurnaan hidup, dengan kata lain ‘insan kamil’ yaitu manusia yang mampu mengoptimalkan potensinya dan mampu menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan rohani, dunia dan akherat. Proses pendidikan yang telah dijalani menjadikan peserta didik bahagia dan sejahtera, berpredikat khalifah fil ardhi.
Kata ‘prinsip’ adalah akar kata dari principia yang diartikan sebagai permualaan, yang dengan suatu cara tertentu melahirkan hal-hal lain, yang keberadaannya tergantung dari pemula itu’ . jadi kalau berbicara mengenai prinsip pendidikan Islam, maka pelaksanaan pendidikan ini telah digariskan oleh prinsip atau konsep dalam ajaran Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah;
a.Pendidikan Islam
sebagai suatu proses pengembangan diri; Manusia adalah makhluk paedagogik, yaitu makhluk Allah yang dapat dididik dan dapat mendidik. Potensi itu ada dengan adanya pemberian Allah berupa akal-pikiran, perasaan, nurani, yang akan dijalani manusia baik sebgai makhluk individu maupun sebagai makhluk yang bermasarakat. Potensi yang besar tidak akan bisa kita manfaatkan jika kita tidak berusaha untuk mengaktifkan, mengembangkan dan melatihnya. Hal itu membutuhkan sebuah proses yang akan memakan waktu, tenaga bahkan biaya, tetapi mengingat potensi yang luar biasa yang kita akan raih hal itu tidak ada artinya apa-apa. Jadi pendidikan adalah proses untuk mengembangakan potensi diri.
b.Pendidikan Islam
pendidikan yang bebas; Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan berkehendak dan berbuat yang diberikan Allah kepada manusia, kebebasan ini tentunya terikat dengan hukum syara’. Kebebasan disini berarti manusia bebas memilih prosesnya masing-masing dari prinsip ini seorang pendidik tidak bisa memaksa anak didik untuk menentukan pilihan yang harus dijalani anak didik. Pendidik hanya mengarahkan kemana potensi yang dominan yang bisa dikembangkan oleh peserta didik tersebut.
c.Pendidikan Islam
penuh dengan nilai insaniah dan ilahiyah; Agama Islam adalah sumber akhlak, kedudukan akhlak sangatlah penting sebagai pelengkap dalam menjalankan fungsi kemanusiaan di bumi. Pendidikan merupakan proses pembinaan akhlak pada jiwa. Meletakkan nilai-nilai moral pada anak didik harus diutamakan. Nilai-nilai ketuhanan harus dikedepankan, pendidikan Islam haruslah memperhatikan pendidikan akhlak atau nilai dalam setiap pelajaran dari tingkat dasar sampai tingkat tertinggi dan mengutamakan fadhilah dan sendi moral yang sempurna .
d. Prinsip Keseimbangan hidup
ii. Keseimbangan antara kebutuhan jasmanai dan rohani
iii. Keseimbangan antara kepentingan individu dan sosial
iv. Keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan amal
Prinsip ini telah ditegaskan dalam al-Qur’an (Al-Qashas;77); ‘ dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan kepadamau (kebahagiaan) negeri akhirat, dan jaganlah kamu melupakan kebahagiaan dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu…’
e. Prinsip persamaan
Kesempatan belajar dalam Islam sama antara laki-laki dan perempuan, oleh karena itu kewajiban untuk menuntut ilmu juga sama. Sistem pendidikan tidak mengenal perbedaan dan tidak membeda-bedakan latar belakang orang itu jika dia mau menuntut ilmu. Semua punya potensi yang sama untuk di didik dan punya kesempatan yang sama untuk memproses diri dalam pendidikan.
f. Prinsip seumur hidup/sepanjang masa
Pendidikan yang dianjurkan tidak mengenal batas waktu, tidak mengenal umur. Seumur hidup manusia harunya terdidik, mulai dari lahir sampai ke liang lahat. Seluruh kehidupan kita digunakan sebagai proses pendidikan, sebagai proses untuk menjadi hamba yang baik, menjadi insan kamil.
g.Prinsip diri
Pertama; paradigma Formisme; dalam paradigma ini aspek kehidupan dipandang dengan sangat sederhana, dan kata kuncinya adalah dikotomi atau distrit. Segala sesuatu hanya dilihat dari dua sisi yang berlawanan seperti; laki-laki dan perempuan, STAIN/IAIN dan Non STAIN/IAIN, madrasah dan non Madrasah, pendidkan keagamaan dan non keagamaan, demikian seterusnya, pandangan ini berlanjut pada cara memandang aspek kehidupan dunia dan akherat. Kehidupan jasmani dan rohani sehingga pendidikan Islam hanya dietakkan pada kehidupan akherat saja atau kehidupan rohani saja. Oleh kerena itu pengembangannya (PAI) hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrawi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, pendidikan (agama) Islam hanya berkutat mengurusi persoalan ritual dan priritual, sementara kehidupan sosial ekonomi politik, ilmu pengetahuan, teknologi dan lainya dianggap sebagai bidang duniawi yang menjadi bidang garap pendidikan umum. Istilah pendidikan agama dan pendidakan umum sebenarnya muncul dari paradigma formisme tersebut.
Kedua; paradigma mekanisme, paradigma ini memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang terdiri atas nilai agama, nilai individu, nilai sosial, nila politik, nilai ekonomi, nilai rasional dan sebagainya.sebagai impliksinya, pengembangan pendidikan Islam tersebut bergantung pada kemauan, kemampuan, dan political-will dari para pembinaya dan sekalius pimpinan dari lembaga tersebut. Terutama dlam membangun kerjasama dengan mata pelajaran/kuliah lain. Hubungan antara pendidikan agama dengan beberapa metapelajaran dapat bersifat horisontal lateral (Indipendent), lateral-sekuensial, atau bahkan vertikal linear.
Ketiga paradigma organisme, paradigma ini memandang bahwa Islam adalah kesatuan atau sebagai sistem (yang terdiri atas berbagai komponen) yang berusaha mengembangkan pandangan/semangat hidup (weltanschanauung) Islam, yang dima nifestasikan pada sikap hidup dan keterampilan hidup yang Islami.melalui upaya ini maka sistem pendidikan Islam diharapkan dapat diintegrasikan nilai-nilai Ilmu pengetahuan, ilmu agama dan etik, serta mampu melahirkan manusia-manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memilki pematangan profesional, dan sekaligus hidup dalam nilai-nilai agama.
Dari ketiga paradigma diatas, berkembang pemahaman ditengah masyarakat yang cengderung lebih memilih lembaga pendidikan umum dari pada lembaga Islam, karena pertimbangan kualitas lembaga Islam yang setingkat dibawah lembaga pendidikan umum, hal ini perlu di sikapi dengan positif dengan semangat memajukan lembaga pendidikan agama Islam.
Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para ulama berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah ”untuk beribadah kepada Allah SWT” Kalau dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam justru harus lebih dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha mengembangkan manusia menjadi Imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa (waj’alna li al-muttaqina imaama) .
Pertama, kebijakan itu harus memberi ruang tumbuh bagi aspirasi umat Islam, yakni menjadikan lembaga pendidikan Islam sebagai wahana untuk membina ruh atau praktek hidup yang Islami.
Kedua, kebijakan yang ditempuh harus lebih memperjelas dan memperkukuh keberadaan Lembaga Pendidikan Islam sebagai ajang pembinaan masyarakat sehingga mampu melahirkan generasi yang cerdas, berpengetahuan, berkepribadian serta produktif sederajat dengan sistem sekolah. Ini dimaksudkan agar Lembaga Pendidikan Islam sanggup mengantarkan peserta didik menguasai dasar-dasar pengetahuan secara memadai, baik dalam bidang bahasa, matematika, fisika, kimia, biologi, ilmu pengetahuan sosial dan pengetahuan kewarganegaraan serta sebagai tempat pengemblengan diri untuk menumbuhkan kreativitas seni, mengembangkan keterampilan dan etos kerja.
Banyak diantara Lembaga Pendidikan Islam itu yang tidak berorientasi pada kebutuhan masyarakat sehingga banyak lulusannya tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan ijazahnya dan berkompeten dibidangnya. Koordinasi di kalangan Lembaga Pendidikan Islam juga amat lemah, padahal mereka mempunyai ciri dan tujuan yang sama. Di antara Lembaga Pendidikan Islam itu memang ada yang mempunyai jaringan/koordinasi satu sama lain, tetapi lebih banyak lagi yang berdiri sendiri-sendiri dan tak terkoordinasi. Akibatnya secara kuantitatif Lembaga Pendidikan Islam memang banyak tetapi kecil-kecil dan tak berarti. Jika dilihat dari segi kualitasnya, hanya sedikit diantara mereka yang dapat dibanggakan.
Tampak betapa besar arti penting dan strategis pendidikan. Pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan seseorang, sehingga ia menjadi lebih produktif dan karena itu dapat meningkatkan penghasilan secara memadai untuk kemudian mendorong peningkatan kesejahteraan yang akhirnya akan berpengaruh pula terhadap peningkatan derajat kesehatan dan gizi (nutrisi). meningkatkan mutu dan standar hidup, sebab pendidikan membuat individu dan masyarakat lebih terpelajar sehingga secara sosial menjadi lebih kuat.
Kedua, meningkatkan mutu guru/dosen, yang bisa ditempuh dengan cara (i) melaksanakan pre-service training bagi guru yang dikonsentrasikan pada penguasaan materi, pengembangan kemampuan mengajar, dan pemahaman serta penguasaan metodologi pengajaran, (ii) memberdayakan dan memotivasi guru dengan cara meningkatkan kesejahteraan dan memberi jaminan pengembangan karier, serta (iii) menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.[6]
Ketiga, menata/membenahi manajemen pendidikan yang dapat ditempuh melalui (i) restrukturisasi organisasi untuk menentukan batasan kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sekolah bahkan sekolah semestinya diberikan kewenangan yang lebih besar (isu desentralisasi) agar dapat mengelola kegiatan belajar-mengajar secara lebih efektif dan efisien, (ii) membangun sistem informasi yang baik melalui riset, monitoring, dan pengumpulan data berkaitan dengan evollment, input, dan pembiayaan pendidikan, serta (iii) meningkatkan kemampuan manajerial dengan membuka peluang mengembangkan profesionalisme dan meningkatkan insentif, memperjelas peluang pengembangan karier bagi staf manajemen, dan memantapkan sistem untuk memudahkan penilaian kinerja penyelenggaraan pendidikan
Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari al-Qur’an. Semakin kita kaji sepertinya semakin luas dan besar kandungannya. al-Qur’an mengajarkan konsep/prinsip dasar yang harus kita kaji dan kembangkan sendiri. Nantinya al-Qur’an akan hadir secara fungsional untuk menjawab problem keummatan termasuk di dunia pendidikan Islam khususnya di Indonesia.
Demikianlah, kita semua menginsyafi, pendidikan merupakan persoalan strategis bagi sebuah bangsa. Pendidikan bukan saja penting bagi upaya melahirkan individu dan masyarakat yang terpelajar, tetapi juga untuk membangun generasi baru yang siap menghadapi tantangan masa depan. Selain itu, pendidikan juga menjadi bekal utama sebagai persiapan memasuki kompetisi global, sebuah persaingan antarbangsa yang demikian ketat dan berpengaruh terhadap semua dimensi kehidupan: ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Pada akhirnya pendidikan juga akan menentukan kualitas sebuah bangsa, serta berpengaruh signifikan dalam mendorong proses transformasi sosial menuju kehidupan yang maju, modern, dan bermartabat.
B. Konsep
Pendidikan Menurut Al-Qur’an
Merujuk kepada informasi al-Qur’an pendidikan mencakup segala aspek jagat raya
ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah
sebagai Pendidik Yang Maha Agung. Konsep pendidikan al-Qur’an sejalan dengan
konsep pendidikan Islam yang dipresentasikan melalui kata tarbiyah, ta’lim dan
ta’dib.
Tarbiyah
berasal dari kata Robba, pada hakikatnya merujuk kepada Allah selaku Murabby
(pendidik) sekalian alam. Kata Rabb (Tuhan) dan Murabby (pendidik) berasal dari
akar kata seperti termuat dalam ayat al-Qur’an:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ
رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرا ً
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S.
Al-Israa:24)
Menurut
Syed Naquib Al-Attas, al-tarbiyah mengandung pengertian mendidik, memelihara
menjaga dan membina semua ciptaan-Nya termasuk manusia, binatang dan tumbuhan
(Jalaluddin, 2003: 115). Sedangkan Samsul Nizar menjelaskan kata al-tarbiyah
mengandung arti mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan,
memelihara, membesarkan, menumbuhkan dan memproduksi baik yang mencakup kepada
aspek jasmaniah maupun rohaniah (Samsul Nizar, 2001, 87).
Kata
Rabb di dalam Al-Qur’an diulang sebanyak 169 kali dan dihubungkan pada
obyek-obyek yang sangat banyak. Kata Rabb ini juga sering dikaitkan dengan kata
alam, sesuatu selain Tuhan. Pengkaitan kata Rabb dengan kata alam tersebut
seperti pada surat Al-A’raf ayat 61:
قَالَ يَاقَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلاَلَة ٌ وَلَكِنِّي رَسُول ٌ
مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“
Nuh menjawab: Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah
utusan Tuhan semesta alam.”
Pendidikan
diistilahkan dengan ta’dib, yang berasal dari kata kerja “addaba” . Kata
al-ta’dib diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan
dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik (Samsul Nizar, 2001:
90).
Kata
ta’dib tidak dijumpai langsung dalam al-Qur’an, tetapi pada tingkat
operasional, pendidikan dapat dilihat pada praktek yang dilakukan oleh
Rasulullah. Rasul sebagai pendidik agung dalam pandangan pendidikan Islam,
sejalan dengan tujuan Allah mengutus beliau kepada manusia yaitu untuk
menyempurnakan akhlak (Jalaluddin, 2003: 125). Allah juga menjelaskan, bahwa
sesungguhnya Rasul adalah sebaik-baik contoh teladan bagi kamu sekalian.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَة ٌ
لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرا
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri
tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan
kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(Q.S. Al-Ahzab, 21)
Selanjutnya
Rasulullah Saw meneruskan wewenang dan tanggung jawab tersebut kepada kedua
orang tua selaku pendidik kodrati. Dengan demikian status orang tua sebagai
pendidik didasarkan atas tanggung jawab keagamaan, yaitu dalam bentuk kewajiban
orang tua terhadap anak, mencakup memelihara dan membimbing anak, dan
memberikan pendidikan akhlak kepada keluarga dan anak-anak.
Pendidikan
disebut dengan ta’lim yang berasal dari kata ‘alama berkonotasi pembelajaran
yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Dalam kaitan pendidikan ta’lim
dipahami sebagai sebagai proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek
peningkatan intelektualitas peserta didik (Jalaluddin, 2003: 133). Proses
pembelajaran ta’lim secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika
penciptaan Adam As oleh Allah Swt. Adam As sebagai cikal bakal dari makhluk
berperadaban (manusia) menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung
dari Allah Swt, sedang dirinya (Adam As) sama sekali kosong. Sebagaimana
tertulis dalam surat al-Baqarah ayat 31 dan 32:
قَالُوا سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا
إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
“ Mereka menjawab, “Maha suci Engkau, tidak ada yang
kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami,
sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Dari
ketiga konsep diatas, terlihat hubungan antara tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Ketiga konsep tersebut menunjukkan hubungan teologis (nilai tauhid) dan
teleologis (tujuan) dalam pendidikan Islam sesuai al-Qur’an yaitu membentuk akhlak
al-karimah
Penjelasan
dari ayat diatas, makna Dia yakni Allah mengajar Adam nama-nama benda
seluruhnya, yakni memberinya potensi pengetahuan tentang nama-nama atau
kata-kata yang digunakan menunjuk benda-benda, atau mengajarkannya mengenal
fungsi benda-benda.
Ayat
ini menginformasikan bahwa manusia dianugerahi potensi untuk mengetahui
nama atau fungsi dan karakteristik benda-benda, misalnya fungsi api, fungsi
angin dan sebagainya. Dia juga dianugerahi potensi untuk berbahasa. Sistem
pengajaran bahasa kepada manusia (anak-anak) bukan dimulai dengan mengajarkan
kata kerja, tetapi mengajarnya terlebih dahulu nama-nama (yang mudah), seperti
ini papa, ini mama, itu pena, itu pensil dan sebagainya. Itulah sebagian makna
yang dipahami oleh para ulama dari firman-Nya: Dia mengajar Adam nama-nama
(benda) seluruhnya.(M.Quraish Shihab, vol.1, 2002: 146)
Melalui
informasi ayat diatas, diketahui bahwa pengetahuan yang dianugerahkan Allah Swt
kepada Adam As, atau potensi untuk mengetahui segala sesuatu dari benda-benda
dan fenomena alam merupakan bukti kewajaran Adam As menjadi khalifah di muka
bumi ini.
Kekhalifahan
di bumi adalah kekhalifahan yang bersumber dari Allah Swt, yang antara lain
bermakna melaksanakan apa yang dikehendaki Allah menyangkut bumi ini. Dengan
demikian pengetahuan atau potensi yang dianugerahkan Allah itu merupakan syarat
sekaligus modal utama untuk mengelola bumi ini. Tanpa pengetahuan atau
pemanfaatan potensi berpengetahuan, maka tugas kekhalifahan manusia akan gagal,
walau dia tekun beribadah kepada Allah Swt, serupa dengan sujud dan ketaatan
malaikat. Akhirnya, Allah Swt, bermaksud menegaskan bahwa bui tidak dikelola
semata-mata hanya dengan tasbih dan tahmid tetapi dengan amal ilmiah dan ilmu
amaliyah.[7]
Dari surat
Luqman ayat 13-14, Allah menjelaskan cara menetapkan aqidah kepada anak,
bertauhid, mengesakan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu selain
Allah. Masalah tauhid dikaitkan dengan hubungan antara orang tua dan anak.
Allah mengingatkan betapa penting dan dominan peran orang tua dalam menanamkan
nilai-nilai tauhid dalam diri anak-anak.
Pendidikan
dalam ayat tersebut sejalan dengan konsep pendidikan tarbiyah yang
menitikberatkan pada pelaksanaan nilai-nilai Ilahiyat yang bersumber dari Allah
selaku Rabb al-‘Alamin. Dalam hubungan anatar manusia, tugas penyampaian
nilai-nilai ajaran itu dibebankan kepada orang tua, sedangkan para pendidik tak
lebih hanyalah sebagai tenaga professional yang mengemban tugas berdasarkan
keparcayaan para orang tua.
Secara
garis besar nasehat dalam ayat tersebut berisi tentang hal-hal berikut,
(Jalaluddin, 2003: 121):
1.Masalah ketauhidan, yaitu larangan
menyekutukan Allah. Walaupun seandainya perintah menyekutukan Allah datang dari
orang tua (ibu dan bapak), maka perintah tersebut tetap harus ditolak.
2.Kewajiban anak untuk berbakti kepada
ibu bapaknya dengan cara berlaku santun dan lemah lembut.
3.Menyangkut misi utama kemanusiaan,
yaitu berupa kewajiban menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar.
4.Membangun hubungan manusia dengan
melakukan perbuatan baik, sikap dan perilaku dalam pergaulan, serta
kesedehanaan dalam berkomunikasi dengan sesama.
Pada ayat ke 14, nasehat tersebut menekankan kepada anak agar senantiasa
mengormati ibu terlebih dahulu, ini disebabkan karena ibu telah melahirkannya
dengan susah payah, kemudian memeliharanya dengan kasih sayang yang tulus
ikhlas, sehingga ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena
kelamahan ibu yang berbeda dengan bapak. Di sisi lain peranan bapak dalam
konteks kelahiran anak lebih ringan di banding dengan peranan ibu. (M. Quraish
Shihab, vol.11, 2002, 129). Tetapi keduanya tetaplah orang tua yang mempunyai
tugas utama dalam mendidik anak sehingga proses kedewasaan.
Para pakar ilmu pendidikan menjelaskan bahwa usaha pendidikan adalah usaha
sadar yang dilaksanakan oleh seseorang yang menghayati tujuan pendidikan.
Berarti bahwa tugas pendidikan dibebankan kepada seseorang yang lebih dewasa
dan matang, yaitu orang yang mempunyai integritas kepribadian dan kemampuan
yang profesional (Umar Shihab, 2005: 169)
Isi nasehat keempat diatas mengantarkan pada kejelasan makna bahwa ada patokan
fundamental tentang pendidikan dalam al-Qur’an. Pendidikan dapat disimpulkan
sebagai suatu peristiwa komunikasi yang berlangsung dalam situasi dialogis
antara manusia untuk mencapai tujuan tertentu (Umar Shihab, 2005: 154)
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan konsep pendidikan menurut
Al-Qur’an diarahkan pada upaya menolong anak didik agar dapat melaksanakan
fungsinya mengabdi kepada Allah. Seluruh potensi yang dimiliki anak didik yaitu
potensi intelektual, jiwa dan jasmani harus di bina secara terpadu dalam
keselarasan, keserasian dan keseimbangan yang tergambar dalam sosok manusia
seutuhnya.
Rosulullah
untuk menyampaikan wahyu dan mencapai suatu budaya dan kepribadian yang
tinggi, bermoral, serta member pengetahuan.
Petunjuk
tersebut bertujuan member kesejahteraan dan kebahagian bagi manusia, baik
secara pribadi maupun kelompok, dank arena itu ditemukan petunjuk-petunjuk
yang baik
C.Manfaat dan tujuan pendidikan
dalam al-qur’an
Tujuan
pendidikan dalam Islam juga menginginkan terbentuknya manusia muslim yang
memiliki integritas pada kepribadiannya, kebaikan ucapannya menjelma pula dalam
kebaikan prilaku yang semuanya merupakan cermin atas kebersihan hatinya. Selain
wujud dalam bentuk manfaat bagi pribadi peserta didik hasil pendidikan juga
diharapkan wujud manfaatnya secara luas dalam keluarga, masyarakat dan negara.
Semakin luas manfaat yang dirasakan dari sebuah pendidikan maka semakin baik
proses pendidikan tersebut.
Tujuan pendidikan dalam Islam juga menghasilkan pribadi yang mandiri serta
terus menerus berkembang dalam kebaikan pada semua potensi dasar yang
dimilikinya, karena kemampuan melakukan evaluasi, pengembangan bidang keilmuan,
dan inovasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat memahami suatu pembelajaran
Alqur’an merupakan firman Allah yang selanjutnya dapat dijadikan pedoman ( way of life) kaum muslimin yang tidak ada dijalannya, didalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar). Menyangkut segala aspek kehidupan yang selanjutnya dapat dikembangkan dengan nalar masing-masing bangsa dan kapanpun mangsanya serta hadir secara fungsional memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalah yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan.
Merujuk kepada informasi al Qur’an pendidikan mencakup segala aspek jagat raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah sebagai pendidik yang maha agung. Konsep pendidikan Al qur’an sejalan dengan konsep pendidikan islam yang dipresentasikan melalui kata tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Pendidikan dalam konsep tarbiyah lebih menerangkan pada manusia bahwa Allah memberikan pendidikan melalui utusan-Nya yaitu Rosulullah Saw dan selanjutnya rosul menyampaikan kepada para ulama, kemudian para ulama menyampaikan kepada manusia. Sedangkan pendidikan dalam konsep ta’lim merupakan proses transfer ilmu pengetahuan untuk meningkatkan intelektualitas peserta didik. Kemudian konsep ta’dib merupakan proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan akhlak peserta didik .
Tujuan pendidikan dalam islam juga menginginkan terbentuknya muslim yang memiliki integrutas pada kepribadiannya, kebaikan ucapannya menjelma pula dalam kebaikan prilaku yang semuanya merupakan cermin atas kebersihan hatinya. Selain wujud dalam bentuk manfaat bagi pribadi peseta didik hasil pendidikan juga di harapkan wujud manfaatnya secara luas dalam keluarga, masyarakat dan Negara. Semakin luas manfaat yang dirasakan dari sebuah pendidikan maka semakin baik proses pendididkan tersebut. Tujuan pendidikan dalam islam juga menghasilkan pribadi yang mandiri serta terus menerus berkembang dalam kebaikan pada semua potensi dasar yang dimilikinya, karena kemampuan melakukan evaluasi, pengembangan bidang keilmuan, dan inovasi
al-Abrasy M. Athiyah. 1968. At-Tarbiyah al-Islamiyah (terj; Bustami A.Goni, dan Djohar Bakry) Bulan Bintang. Jakarta.
[1] al-Abrasy M. Athiyah. 1968.
At-Tarbiyah al-Islamiyah (terj; Bustami A.Goni, dan Djohar Bakry) Bulan
Bintang. Jakarta.
[2] al-Munawwar Aqil Said Husein, 2005. Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani: Dalam Sistem Pendidikan Islam, Ciputat Press. Ciputat
[3] Langgulung Hasan. 1980. Asas-asas Pendidikan Islam. Pustaka al-Husna. Jakarta.
[4] Steeinbrink Karel A., 1986; Pesantren, Madrasah dan Sekolah : Pendidikan Islam Kurun Modern . LP3ES. Jakarta
No comments: