BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan cara Mutawatir(berangsur-angsur). Dimana para ulama sepakat bahwa lamanya Al-Qur’an di turunkan dalam kueun wakutu 22 tahun 2 bulan 22 hari. Al-Qur’an merupakan pedoman hidup, petunjuk, pembawa kabar gembira, ancaman, dan segala aturan- aturan hidup manusia yang harus kita baca, pahami, dan kita amalkan. Tiada bacaan melebihi Al-Qur’an yang dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya dan atau tidak dapat menulis dengan aksaranya.bahkan dihafal huruf demi huruf oleh orang dewasa ,remaja atau anak-anak.[1] Seiring dengan perkembangan zaman dan banyaknya fenomena yang perlu kita ketahui yang tersirat dalam Al-Qur’an dengan tujuan untuk kemaslahatan umat, maka kami mengambil tema tentang Sejarah Penyempurnaan Al-Qur’an setelah masa Nabi Muhammad SAW.
Berangkat dari pemahaman bahwa
ayat-ayat Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia, maka kami membuat makalah
ini sebagai salah satu wasilah dalam upaya menjaga kemurnian Al-Qur’an
dengan cara memahami sejarah penulisan Al-Qur’an yang benar dan autentik agar tidak
ada keraguan untuk mengunakan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an pada masa Rosulullah. S.A.W ?
2.
Bagaimana sejarah Penulisan Al-Qur’an
pada masa Kulafaurrosyidin dan sesudahnya ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui cara pengumpulan
ayat-ayat Al-Qur’an pada masa Rosulullah. S.A.W
2.
Membahas sejarah
Penulisan Al-Qur’an pada masa Kulafaurrosyidin dan sesudahnya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Turunnya Al-Qur’an
Sebagai mana yang sudah kami paparkan pada
pendahuluan di atas, bahwa sannya para ulama sepakat bahwa Al-Qur’an diturunkan
secara mutawatir, dan ditunkan dibulan Ramadhan. sebagaimana
diterangkan dalam surat Al-Baqarah ayat 185;
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Artinya :
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil) ..”[2]
Ayat yang pertamakali turun adalah surah Al- Alaq:1-5
“bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmuyang
menciptakan”
“Dia
telah menciptakan manusia
dari segumpal darah”
“bacalah, dan Tuhanmu-lah yang Maha Mulia”
“yang mmengajar (manusia) dengan pena”
“Dia mengajarkan manusia”
“apa yang tidak di ketahui”
Sedangkan ayat yang terakhir turun
adalah surat Al-Maidah ayat 3
“Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,
dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang
siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Al-Maidah:3)
Mereka (Ulama atau para ‘alim) sepakat bahwa Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, namun mengenai tanggalnya berbeda pendapat. Pendapat yang paling populer adalah diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan atau bertepatan dengan 10 Agustus 610 M di Gua Hiro, ketika Rosulullah SAW berusia 40 tahun. Saat wahyu turun, nabi Muhammad secara rutin memanggil para penulis yang ditugaskan agar mencatat ayat itu, Zaid bin Thabit menceritakan sebagai ganti atau mewakili peranan dalam Nabi Muhammad,ia sering dipanggil diberi tugas menulis saat wahyu turun.[3]
Demikian juga mengenai jumlah
ayatnya, para alim bebeda pendapat. ‘Ulama Kufah seperti Abu Abdurrahman As
Salmi menyebutkan Al-Qur’an berjumlah 6.235 ayat, As Suyuthi menyebutkan 6.616
ayat. Perbendaan jumlah ayat ini disebabkan adanya perbedaan pandangan
di antara mereka tentang kalimat Basmalllah pada awal surat dan fawatih as
suwar (kata-kata pembuka surah), seperti Ya Sin, Alif Lam Mim, dan Ha Mim.
Kata-kata pembuka ini ada yang menggolongkan sebagai ayat ada juga yang tidak
memasukkan sebagai ayat.
B. Para
Penghafal Al-Qur’an
Salah
satu upaya yang dilakukan untuk menjaga Al- Qur’an dengan cara menghafalnya.
Rasullullah memerintahkan para sahabat untuk menghafalnya. Beberapa sahabat
yang banyak menghafal Al-Qur’an diantaranya yaitu;
1. Ali Bin Abi Thalib
Ali adalah seorang penghafal Al-Qur’an yang kuat dan
termasuk diantara orang yang pertama kali mendapat hidayah islam. Ali berislam
dalam usia belia. Ia memiliki nama lengkap Ali bin Abi Thalib Amir al-Mu’minin
Abu al-Hasan al-Quraisyi al-Hasyimi. Ali terkenal zuhud, wara, dan
dermawan ia menganggap rendah dunia dan selalu beramal untuk keridhaan Allah
swt. Ia sangat memahami ilmu Al-Qur’an. Abu Abdurrahman as-Sulmi berkata “aku
tidak pernah melihat seorang yang lebih pandai dalam Al-Qur’an daripada Ali”.Kehidupan
Ali selalu diwarnai dengan Al-Qur’an. Ali berkata tentang dirinya dan karunia
Allah kepadanya “Demi Allah tidak satupun ayat yang diturunkan kecuali aku
telah mengetahui tentang apa dan dimana diturunkan. Sesungguhnya Allah telah
memberikan kecerdasan hati dan lidah yang fasih”Ali syahid terbunuh pagi hari
tanggal 17 Ramadhan 40 hijriah di kuffah. Ia dibunuh Ibnu Muljam al-Maradi.
2. Abumusa
Al-Asy’ari
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Qais bin Sulaim. Ia
merupakan salah seorang sahabat Rasulullah saw yang menghafal Al-Qur’an. Ia
mempunyai perhatian yang besar terhadap kitab suci ini. Abu Musa
dianugrahkan oleh Allah swt berupa suara yang merdu. Suara merdunya ini mampu
menembus tirai hati orang-orang mukmin dan melenakannya menembus kebesaran
Allah swt. Rasulullah pun pernah memuji suaranya yang merdu itu “Ia ( Abu Musa
) benar-benar telah diberi seruling Nabi Daud”, begiu kata Rasulullah saw.
Sampai-sampai banyak para sahabat yang menanti-nanti Abu Musa untuk menjadi
imam pada setiap kesempatan shalat. Abu Musa telah mempelajari Al-Qur’an
langsung dari Rasulullah saw, ia mengajarkan dan menyebarkannya pada umat
setiap negeri yang ia kunjungi. Perjalanan hidup dan kisah mulianya banyak
terekam dalam kitab-kitab tarikh. Abu Musa wafat di usia 63 tahun pada tahun 44
hijriah. Ia telah meriwayatkan 365 hadits.
3. Abu DardaAbu
Darda adalah seorang hafidzh yang bijaksana. Ia termasuk
orang yang mengumpulkan Al-Qur’an dan menjadi sumber bagi para pembaca di
Damaskus pada masa khalifah Utsman bin Affan. Ia memiliki kedudukan yang
tinggi dalam hal ilmu dan amal dari para sahabat yang lainnya. Selama hidupnya
ia mengajarkan kepada umat apa yang ia pelajari dari Rasulullah saw. Ia guru
yang selalu dinani-nanti murid-muridnya. Dalam pengakuan Suwaid bin Abdul
Aziz dikatakan jika Abu Darda salat di masjid Damaskus ribuan manusia
mengelilinya untuk mempelajari Al-Qur’an. Ia membagi-bagikan satu kelompok
dengan sepuluh orang dan dipilioh satu orang ketua. Ia hanya mengawasinya di
mihrab. Jika ada yang salah mereka kembali kepada ketuanya. Jika ketua yang
salah maka ketua tersebut menghadap Abu Darda untuk bertanya. Jumlah penghafal
Al-Qur’an dalam majlis Abu Darda mencapai 1.600 orang. Beliau wafat tahun
32 hijriah pada masa khalifah Utsman di Syam. Ia telah meriwayatkan 179 hadits.
4. Zaid Bin
Tsabit
Zaid mempunyai nama lengkap Abu Said al-Khazraji
al-Anshari. Ia merupakansahabat anshar yang cerdas, penulis, penghafal dan
mengusai ilmu. Ia mengalahkan orang lain dalam pengusaan ilmu Al-Qur’an dan
faraid. Ia juga mampu mempelajari kitab yahudi dalam waktu yang relative
singkat atas permintaan Rasulullah saw. Selain itu zaid juga dikenal sebagai
sekretaris kepercayaan Rasulullah saw dalam menerima wahyu. Apabila Rasulullah
saw menerima wahyu zaid selalu dipanggil untuk menulisnya. Zaid adalah
sebagai penghimpun Al-Qur’an dan menguasai informasi tentang Al-Qur’an. Jasa
Zaid dalam upaya kodifikasi Al-Qur’an sangatlah mulia. Tiada yang mampu
menandinginya dalam menulis kalamullah. Zaid wafat tahun 45 hijriah. Kepergiannya
ditangisi seluruh penduduk madinah. Banyak orang yang merasa kehilangan ,
diantaranya Ibnu Abbas yang berkata “hari ini telah pergi seorang ulama besar
dan tokoh cendekia”
5. Abdullah Bin
Mas’udIa
Memiliki nama lengkap Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil
Abdirrahman al-Hadzali al-Maki al-Muhajiri. Ia merupakan salah seorang
penghimpun Al-Qur’an di masa Rasulullah saw dan membacakan dihadapannya. Ia
pernah berkata “Aku telah menghafal dari mulut Rasulullah saw tujuh puluh
surat” Abdullah selalu mengikuti Rasulullah saw sejak usia belia.
Pendengarannya selalu dihiasi dengan ayat-ayat Al-Qur’an sejak turun kepada
Rasulullah saw. Kiprahnya dalam memelihara Al-Qur’an tidak diragukan lagi. Ia
hidup bersama dan untuk Al-Qur’an. Abdullah menjadi ulama yang paling tahu
tentang Al-Qur’an. Tak heran jika Rasulullah memujinya dan mengajurkan para
sahabat dan orang setelahnya untuk mempelajari kandungan Al-Qur’an dari
Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud wafat pada tahun 32 hijriyah
dalam usia 65 tahun. Ia wafat di madinah dan telah meriwayatkan 840
hadits.
6. Utsman Bin
Affan
Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abi al-Ash
Abu Amr Abu Abdillah al-Quraisy al-Amawi. Ia dikenal sebagai sahabat Rasul yang
hatinya nempel dengan Al-Qur’an. Dimasa kekhalifaannya ia berhasil
menghimpun Al-Qur’an dalam satu mushaf dan menyebarkannya pada beberapa kota.
Ali bin Abi Thalib pun memujinya “kalaulah Utsman tak melakukannya maka pasti
akan kulakukan”. Selain itu Utsman juga mampu menyatukan Al-Qur’an yang tujuh
jenis huruf atau dialek sehingga terhindarlah malapetaka dan fitnah perpecahan
umat. Di akhir kekhalifaannya ( tahun 35 hijriah ) terjadi kekacauan,
Utsman di sekap di rumahnya selama empat puluh hari. Ia syahid terbunuh saat
membaca Al-Qur’an. Usianya 82 tahun.
7. Ubai Bin
Ka’abIa
Memiliki nama lengkap Ubai bin Ka’ab bin Qais
Abu al-Mudzir al-Anshari Al-Madani. Ubai hidup dalam naungan Al-Qur’an. Ia
selalu menyempatklan diri membaca Al-Qur’an siang malam dan khatam dalam
delapan malam. Umar bin Khattab pernah berkata “Qari paling baik diantara kami
adalah Ubai”Umar juga pernah berkutbah di Jabiyah sembari menyatakan tentang
pengetahuan Ubai terhadap Al-Qur’an. Umar berkata “barang siapa yang hendak
menanyakan tentang Al-Qur’an datanglah ke Ubai”. Ubai telah menjadikan
Al-Qur’an sebagai sumber kebaikan dalam ucapan serta perbuatannya. Ubai selalu
menasehati orang-orang untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam setiap
perbuatan.Ubai termasuk skretaris Rasulullah saw sebelum Zaid bin Tsabit. Ia
bersama Zaid adalah sahabat yang paling tekun menulis wahyu dan menulis banyak
surat. Keduanya menulis wahyu dalam pengawasan Rasulullah saw.Ubai wafat di
madinah tahun 20 hijriah. Di hari wafatnya Umar berkata “hari ini telah
meninggal seorang tokoh islam, semoga Allah meridhainya”[4]
C.
Sejarah Penulisan Al-Qur’an
1.
Zaman
Rosullulah
Sejarah penulisan dan penyusunan dan penyebaran Al-Qur’an
telah bermula dari zaman Rasulullah SAW. Pada zaman ini, penyusunan telah mulai
dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW. Baginda menyuruh para sahabat agar
menulis ayat-ayat Al-Qur’an pada tulang, pelepah-pelepah, batu, kulit-kulit
binatang dan sebagainya. Rasulullah SAW juga menghafal ayat-ayat tersebut dan
meminta para sahabat yang lain menghafal ayat-ayat Al-Qur’an. Prektik yang
biasa berlaku dikalangan para sahabat tentang penulisan Al-Qur’an,menyebabkan
nabi Muhammad melarang orang-orang menulis sesuatu darinya kecuali Al-Qur’an. Sahabat-sahabat
yang menjadi para penulis wahyu pada masa itu ialah Umar bin Al-Khattab, Uthman
bin Affan, Ali bin Abi Talib, Muawiyyah bin Abi Suffian, Zaid bin Thabit dan
sebagainya.
Rasulullah SAW melarang para sahabat menulis selain dari
pada ayat Al-Qur’an karena khawatir akan bercampur aduk. Walau bagaimanapun
pengumpulan Al-Qur’an di zaman Rasulullah bukan dalam bentuk mashaf seperti di
zaman Utsman bin Affan karena jika terjadi kekeliruan, ia dapat diatasi
langsung oleh Rasulullah SAW. Pada masa kehidupan Beliau ( Rosulullah ) seluruh
Al-Qur’an sudah tersedia dalam bentuk tulisan.
2. Zaman
Khulafa Ar-Rasyidin
a. Masa Abu
Bakar sampai Umar bin Khottob
Selepas Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar dilantik menjadi
khalifah yaitu pada tahun ke-11 hijrah. Pada zaman ini terjadi peperangan
Riddah antara tentera Islam dan golongan yang murtad. Tidak sedikit tentera
Islam yang hafizh Al-Qur’an telah gugur dalam perang. Menurut sebuah
Riwayat jumlah yang wafat dari kalangan muslim yang syahid sebanyak
1.000 orang diantara yang syahid terdapat 70 orang Qori’ dan hafizh Al-Qur’an dan ada yang berpendapat lebih
dari itu.[5] Dan
ini menimbulkan kekhawatiran di hati Saidina Abu Bakar akan hilangnya Al-Qur’an.
Atas saran dan desakan Umar bin Al-Khattab, Khalifah Abu Bakar mengambil
keputusan untuk mengumpulkan/menyusun Al-Qur’an. Beliau telah memerinthkan Zaid
bin Thabit, Ubay bin Kaab, Ali bin Abi Talib dan Uthman bin Affan untuk
menjalankan tugas ini.
Khalifah
Abu Bakar juga menetapkan bahawa penulisan Al-Qur’an harus berdasarkan sumber
tulisan Al-Qur’an yang terdapat pada Rasulullah dan sumber hafalan para
sahabat. Ayat yang ditulis harus disaksikan oleh dua orang saksi. Pengumpulan
Al-Qur’an selesai dilakukan pada tahun ke-13 hijrah dan dinamakan mushaf.
Setelah kematian Khalifah Abu Bakar, Mushaf Al-Qur’an disimpan oleh Khalifah Umar
dan kemudian oleh Hafsah.
Di masa
pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq,
terjadi perang Yamamah yang mengakibatkan banyak sekali para qurra’/ para
huffazh (penghafal Al-Qur`an) terbunuh. Akibat peristiwa peperangan tersebut,
Umar bin Khaththab merasa khawatir akan hilangnya sebagian besar ayat-ayat Al-Qur`an
yang ada pada hafalan para suhada’ (akibat wafatnya para huffazh). Maka beliau
berpikir tentang pengumpulan Al-Qur`an yang masih ada di lembaran-lembaran,
batu, pelapah kurma, tulang dan pada tempat lain.
Pengumpulan
Al-Qur`an yang dilakukan Zaid bin Tsabit ini tidak berdasarkan hafalan para
huffazh saja, melainkan dikumpulkan terlebih dahulu apa yang tertulis di
hadapan Rasulullah saw. Lembaran-lembaran Al-Qur`an tersebut tidak diterima,
kecuali setelah disaksikan dan dipaparkan di depan dua orang saksi yang
menyaksikan bahwa lembaran ini merupakan lembaran yang ditulis di hadapan
Rasulullah saw. Tidak selembar pun diambil kecuali memenuhi dua syarat:
i) Harus
diperoleh secara tertulis dari salah seorang sahabat.
ii) Harus
dihafal oleh salah seorang dari kalangan sahabat.
Bukti ketelitiannya, hingga pengambilan akhir Surat At-Taubah
sempat terhenti karena tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang
menyaksikan bahwa akhir Surat At-Taubah tersebut ditulis di hadapan Rasululllah
saw, kecuali kesaksian Khuzaimah saja. Para sahabat tidak berani menghimpun
akhir ayat tersebut, sampai terbukti bahwa Rasulullah telah berpegang pada
kesaksian Khuzaimah, bahwa kesaksian Khuzaimah sebanding dengan kesaksian dua
orang muslim yang adil. Barulah mereka menghimpun lembaran yang disaksikan oleh
Khuzaimah tersebut.
Demikianlah, walaupun para sahabat telah hafal seluruh ayat Al-Qur`an, namun
mereka tidak hanya mendasarkan pada hafalan mereka saja. Akhirnya, rampung
sudah tugas pengumpulan Al-Qur`an yang sangat berat namun sangat mulia ini.
Perlu diketahui, bahwa pengumpulan ini bukan pengumpulan Al-Qur`an untuk
ditulis dalam satu mushhaf, tetapi sekedar mengumpulkan lembaran-lembaran yang
telah ditulis di hadapan Rasulullah saw ke dalam satu tempat. Lembaran-lembaran
Al-Qur`an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar selama hidupnya. Kemudian berada
pada Umar bin al-Khaththab selama hidupnya. Kemudian bersama Ummul
Mu`minin Hafshah binti Umar sesuai
wasiat Umar.
b)
Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Tolib
Setelah Umar bin Khotob wafat jabatan Kholifah
digantikan oleh Utsman bin Affan.
Di wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang bernama Hudzaifah bin al-Yaman terkejut
melihat terjadi perbedaan dalam membaca Al-Qur`an. Hudzaifah melihat penduduk
Syam membaca Al-Qur`an dengan bacaan Ubay bin Ka’ab. Mereka membacanya dengan sesuatu yang tidak pernah
didengar oleh penduduk Irak. Begitu juga ia melihat penduduk Irak membaca Al-Qur`an
dengan bacaan Abdullah bin Mas’ud,
sebuah bacaan yang tidak pernah didengar oleh penduduk Syam. Implikasi dari
fenomena ini adalah adanya peristiwa saling mengkafirkan di antara sesama
muslim. Perbedaan bacaan tersebut juga terjadi antara penduduk Kufah dan
Bashrah.
Hudzaifah pun marah. Kedua matanya merah. Hudzaifah berkata,
“Penduduk Kufah membaca qira’at Ibnu Mas’ud, sedangkan penduduk Bashrah membaca
qira’at Abu Musa. Demi Allah jika aku bertemu dengan Amirul Mu`minin, sungguh
aku akan memintanya untuk menjadikan bacaan tersebut menjadi satu.” Sekitar
tahun 25 H, datanglah Huzaifah bin al-Yaman menghadap Amirul Mu`minin Utsman
bin Affan di Madinah.
Hudzaifah berkata, “Wahai Amirul Mu`minin, sadarkanlah umat
ini sebelum mereka berselisih tentang Al-Kitab (Al-Qur`an) sebagaimana
perselisihan Yahudi dan Nasrani.” Utsman kemudian mengutus seseorang kepada
Hafshah agar Hafshah mengirimkan lembaran-lembaran Al-Qur`an yang ada padanya
kepada Utsman untuk disalin ke dalam beberapa mushhaf, dan setelah itu akan
dikembalikan lagi.Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran Al-Qur`an itu
kepada Utsman.Utsman lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-‘Ash, dan
Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalinnya ke dalam
beberapa mushhaf.
Saat proses penyalinan mushhaf berjalan, mereka hanya satu
kali mengalami kesulitan, yakni adanya perbedaan pendapat tentang penulisan
kata “at-Taabuut”. Seperti diketahui, yang mendiktekannya adalah Said bin
al-Ash dan yang menuliskannya adalah Zaid bin Tsabit. Semua dilakukan di
hadapan para sahabat. Ketika Said bin al-Ash mendiktekan kata at-Taabuut maka
Zaid bin Tsabit menuliskannya sebagaimana ditulis oleh kaum Anshar yaitu
at-Taabuuh, karena memang begitulah menurut bahasa mereka dan begitulah mereka
menuliskannya. Tetapi anggota tim lain memberitahukan kepada Zaid bahwa
sebenarnya kata itu tertulis di dalam lembaran-lembaran Al-Qur`an dengan Ta`Maftuhah,
dan mereka memperlihatkannya ke Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit memandang
perlu untuk menyampaikan hal itu kepada Utsman supaya hatinya menjadi tenang
dan semakin teguh. Utsman lalu memerintahkan mereka agar kata itu ditulis
dengan kata seperti dalam lembaran-lembaran Al-Qur`an yaitu dengan Ta`Mahtuhah.
Sebab hal itu merupakan bahasa orang-orang Quraisy, lagi pula Al-Qur`an
diturunkan dengan bahasa mereka. Akhirnya ditulislah kata tersebut dengan Ta`
Maftuhah. Demikianlah, mereka tidak berbeda pendapat selain dari perkara itu,
karena mereka hanya menyalin tulisan yang sama dengan yang ada pada
lembaran-lembaran Al-Qur`an, dan bukan berdasarkan pada ijtihad mereka.
Tertib atau urutan ayat-ayat
Al-qur’an adalah Tauqifi, ketentuan dari Rosulullah, sebagian
ulama’ meriwayatkan bahwa pendapat ini adalah ijma’. Setelah mereka menyalin
lembaran-lembaran tersebut ke dalam mushhaf, Utsman segara
mengembalikannya kepada Hafshah. Utsman kemudian mengirimkan salinan-salinan
mushhaf ke seluruh wilayah negeri Islam agar orang-orang tidak berbeda pendapat
lagi tentang Al-Qur`an. Jumlah salinan yang telah dicopy sebanyak tujuh buah. Tujuh
salinan tersebut dikirimkan masing-masing satu ke kota Makkah, Syam, Yaman,
Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Mushhaf inilah yang kemudian dikenal
dengan nama Mushhaf Utsmani.
Utsman kemudian memerintahkan Al-Qur`an yang ditulis oleh
sebagian kaum muslimin yang bertentangan dengan Mushhaf Utsmani yang mutawatir
tersebut untuk dibakar. Ali Bin Abi tholib berkata : ”Demi Allah ,dia tidak
melakukan apa-apa dengan pecahan-pecahan ( Mushaf ) kecuali dengan persetujuan
kita semua”. Pada masa pemerintahan Sayidina Ali bin Abi Tolib tidak ada perubahan dan
tetapseperti zaman Usman Bin Affan.
3.
Zaman Setelah Zaman Khulafa Ar-Rasyidin
Pada masa berikutnya kaum muslimin menyalin mushhaf-mushhaf
yang lain dari mushhaf Utsmani tersebut dengan tulisan dan bacaan yang sama
hingga sampai kepada kita sekarang. Pada masa pemerintahan Mu’awiyah ( 60 H/679
M ), dia menerima perintah untuk melaksanakan tanda titik kedalam naskah
mushaf, yang kemungkinan dapat terselesaikan pada tahun 50 H/670 M. Adapun
pembubuhan tanda syakal berupa fathah, dhamah, dan kasrah dengan titik yang
warna tintanya berbeda dengan warna tinta yang dipakai pada mushhaf yang
terjadi di masa Khalifah Muawiyah dilakukan
untuk menghindari kesalahan bacaan bagi para pembaca Al-Qur`an yang kurang
mengerti tata bahasa Arab.
Pada masa Daulah
Abbasiyah, tanda syakal ini diganti. Tanda dhamah ditandai dengan wawu
kecil di atas huruf, fathah ditandai dengan alif kecil di atas huruf, dan
kasrah ditandai dengan ya` kecil di bawah huruf. Begitu pula pembubuhan tanda
titik di bawah dan di atas huruf di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dilakukan untuk membedakan
satu huruf dengan huruf lainnya. Dengan demikian, Al-Qur`an yang sampai kepada
kita sekarang adalah sama dengan yang telah dituliskan di hadapan Rasulullah
saw. Allah SWT telah menjamin terjaganya Al-Qur`an. Tidak ada orang yang
berusaha mengganti satu huruf saja dari Al-Qur`an kecuali hal itu akan
terungkap. Allah SWT berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur`an
dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.” (QS.
Al-Hijr: 9)
.
4. Sekitar
Tulisan Al-Qur’an
a) Bentuk tulisan Al-Qur’an
dan para ahli di masa lalu
Awal mula belajar menulis diantara orang Arab ialah Basyir bin Abdul Malik saudara Ukaidar
daumah, ia belajar pada orang Al-Anbar, Harb
dan anaknya Sufyan belajar menulis padanya, kemudian Harb mengajar Umar
bin Khattab. Mu’awiyyah belajar pada Sufyan Bapak kecilnya tulisan orang
Al-Anbar, kemudian diperbaiki (disempurnakan)oleh Ulama Kufah. Tulisan itu
tiada berbaris dan tiada bertitik. kemudian bentuk tulisan itu diperbaiki
oleh Abu Ali Muhamad bin Ali bin
Muqlah dan kemudian diperbaiki lagi oleh Ali bin Hilal Al Bagdady yang terkenal dengan
nama Ibnu Bawab. Setelah
banyak yang bukan orang arab masuk islam, mulailah ada kecederaan dalam
pembacaan Al-Qur’an, Maka timbullah kakhawatiran para ulama bahwa Al-Qur’an
akan mengalami kecederaan-kecederaan. Ketika itu Ziyad bin Abihi meminta kepada Abul Aswad Ad-Duali salah seorang ketua tabi’in untuk
membuat tanda-tanda bacaan. Lalu Abul
aswad Ad-Du’ali memberi baris huruf dan penghabisan dari kalimah
saja dengan memakai titik di atas sebagai baris di atas, titik di bawah sebagai
tanda baris di bawah dan titik di samping sebagai tanda di depan dan dua titik
sebagai tanda baris dua.
Usaha menberi titik huruf Al-Qur’an itu dikerjakan
oleh Nashar bin Ashim atas
perintah Al-Hajjaj. Urusan
memberi baris dikerjakan oleh Khalil
bin Ahmad. Khalil Bin ahmad memberi sistem baris Abul Aswad Ad-Duali
dengan menjadikan alif yang dibaringkan di atas huruf, tanda baris di atas dan
yang dibawah huruf tanda baris di bawah, dan wau tanda baris di depan dan
membuat tanda mad (panjang bacaan) dan tsdyd (tanda huruf ganda). Setelah itu
barulah penghafal-penghafal Al-Qur’an membuat tanda-tanda ayat, tanda tanda
wakaf (berhenti) dan ibtida (mulai) serta menerangkan di pangkal-pangkal surat,
nama surat dan tempat tempat turunnya di Mekah atau Madinah dan menyebutkan
bilangan ayat nya.
Selain itu ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa yang mula
mula memberi titik dan baris ialah Al-Hasan Al-Bishry dengan suruhan Abdul Malik bin Marwan. Abdil Malik bin Warwan memerintahkan kepada
Al-hajjaj dan Al-hajjaj menyuruh Al-Hasan Al-Bishry dan Yahya bin
Ya’mura,murid Abul Aswad Ad- Duali.
b) Permulaan Al-Qur’an
dicetak
Menurut sejarah Al-Qur’an pertama kali Al-Qur’an dicetak dan
diterbitkan di Vinece sekitar tahun 1530 M, kemudian di Basel pada 1543, tetapi
kemudian dimusnahkan atas perintah penguasa gereja. Pada tahun 1694
M atau sekita tahun 1106 H, seorang jerman yang bernama Hinckelmann telah
berhasil mencetak Al-Qur’an pertama di kota Hamburg.
c) Cara menulis Al-Qur’an di
luar mushaf.
Menulis mushaf mengikuti cara yang dipakai dalam penulisan
mushaf Khalifah ke-3 yaitu pada masa khalifah Ustman, yang dilaksanakan oleh
komisi yang terdiri dari sahabat-sahabat besar, dan tulisan-tulisan itu
dinamai Resam utsmani. Dalam
menulis Al-Qur’an terdapat 3 pendapat yang berbeda dari Ulama’ Al-Qur’an;
1) Tidak
dibolehkan sekali-sekali kita menyalahi khat ustmani, baik dalam
menulis maupun dalam menulis, dan dalam menulis yang lain-lainnya. Pendapat ini
dipegang erat oleh imam Ahmad. Abu ‘Amer Ad Dany berkata: ”tidak ada yang menyalahi apa yang
dinukilkan imam malik, yaitu tidak boleh kita menulis Al-Qur’an selain dengan
yang ditetapkan oleh para sahabat itu”
2)
Tulisan Al-Qur’an itu bukan tauqifi
: bukan demikian diterima dari syafa’ tulisan yang sudah ditetapkan itu,
tulisan yang dimufakatkan menulisnya dimasa itu. Ibnu khaldun dalam
muqaddimahnya, dan Alqadli Abu bakar dalam kitab Al intishar, Beliau berkata:
“Tuhan tidak mewajibkan kita
menulis Al-Qur’an dengan cara yang tertentu” Rasulullah SAW, hanya
memerintahkan menulis Al-Qur’an dan tidak menerangkan cara menulisnya.
3) Pengarang Attibyan dan Al-burhan memilih
pendapat yang dipahamkan dari perkataan Ibnu ‘Abdis salam, yaitu kebolehan kita menulis Al-Qur’an untuk
manusia umum menurut istilah-istilah yang dikenal oleh mereka dan tidak
diharuskan kita menulis menurut tulisan lama. Karena dikhawatirkan akan
meragukan mereka.
Dan harus ada orang yang memelihara tulisan lama sebagai
barang pustaka yakni orang ‘Arifin.
Maka kami menulis ayat-ayat menurut istilah baru (istilah para ulama) sesuai
dengan undang-undang Imla’ yang mudah dibaca orang. Dan tidak ada salahnya pula
orang menulis ayat-ayat dengan tulisan latin, asal qiraatnya benar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian
diatas sehingga dapat disimpulkan bahwa:
1.
Al-Qur’anul karim merupakan kitab
yang autentik sepanjang masa dapat menjadi pedoman hidup kaum muslimin dan
membawa kesejahteran dunia akhirat.
2.
Sejarah
penulisan Al-Qur’an sangat panjang dan berliku namun demikian tidak mengurangi
keaslian Al-Qur’an itu sendiri tanpa ada keraguan sedikitpun.
3.
Motivasi
yang tinggi bagi umat islam untuk tetap mempelajari, menghafalkan dan
mengamalkan Al-Qur’an sebagai perisai dalam menghadapi perkembangan zaman.
B.
Saran
Demikianlah makalah ini kami buat. Kami menyadari masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan serta kritik dan saran yang
konstruktif kami harapkan dari pembaca. Semoga apa yang telah kami susun
dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi penyusun makalah ini sendiri dan
seluruh teman-teman yang telah mendukung terwujudnya makalah ini.
DARTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim.
Manna
Kholil Al-Qur’an : STUDI ILMU-ILMU QUR’AN, Jakarta, Inter Masa
( Lintera Antar Nusa ),1996
Prof.Dr. M.M. Al-A’zami : THE HISTORY THE
QUR’ANIC TEXT( from relevation to compilation ). Jakarta, Gema Insani,
2005
Prof.Dr. H.A.Athaillah,M.Ag : SEJARAH AL-QUR’AN,Jogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2010.
Prof.Dr.M.Quraish Shihab.M.A :WAWASAN AL-QUR’AN ( tafsir
maudhu’I atas pelbagai persoalan umat ) , Bandung, Mizan, 1996
https://www.google.com/search?q=mushaf+kuno+al+qur%27an&newwindow
[1] Prof Dr.M.Quraish Shihab,wawasan al-qur’an, Bandung, Al-mizan,1996, hal-l 3
[2] Al-Qur’annul Karim
[3] Prof.Dr.M.M.AL-A’zami, The History The Qur,anic Text, from Revelatoin to Compilation, Jakarta, Gema Insani, 2008.hal-73
[4] https://web.facebook.com/notes/shohibul-faroji/sahabat-nabi-penghafal-al-quran/311596128991347/?_rdr
[5] Prof.Dr.H.A.AThoillah,MAg, SEJARAH AL-QUR’AN,Jogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2010.hal-214
No comments: