Kerajaan / Dinasti Safawiyah Sejarah Peradaban Islam

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Dinasti Safawiyah di Persia berkuasa antara tahun 1501-1722 M. Dinasti ini merupakan salah satu kerajaan Islam yang cukup besar di Persia. Awal mulanya Kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berada di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Nama Safawiyah dinisbahkan kepada nama salah seorang guru Sufi di Ardabil bernama Syekh Ishak Safiuddin. Menurut riwayat, ia adalah keturunan dari Musa al-Khadim, imam ketujuh Syi’ah Itsna ‘Asyariyah. Tarekat ini berdiri bersamaan dengan berdirinya Dinasti Utsmani. Gerakan tarekat ini memiliki banyak pengikut yang sangat teguh memegang ajaran agama. Gerakan ini mengubah model gerakannya dari gerakan keagamaan menuju gerakan politik. Ketika sudah menjadi kekuatan yang besar, Dinasti Safawiyah beberapa kali berhadapan dengan Dinasti Utsmani.

Dinasti Safawiyah menyatakan Syi’ah sebagai madzhab negara, maka Dinasti Safawiyah dikenal sebagai peletak dasar terbentuknya negara Iran. Dinasti Safawiyah mencapai puncak kejayaan pada masa Abbas I. Namun, kejayaan itu tidak mampu dipertahankann oleh para penerusnya. Hal ini dikarenakan sultan-sultan yang berkuasa lemah. Sehingga memicu terjadinya pemberontakan dan permasalahan yang berkepanjangan. Dalam makalah ini akan kami bahas tentang latar belakang berdirinya kerajaan safawiyah, kemajuan peradapan dinasti safawiyah, raja-raja yang berkuasa pada masa dinasti safawiyah, kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh dinasti safawiyah dan sebab-sebab keruntuhan dinasti safawiyah.

 

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa sajahkah yang melatar belakangi berdirinya kerajaan safawiyah?

2.      Bagaimana kemajuan peradapan dinasti safawiyah?

3.      Siapa sajakah raja-raja yang berkuasa pada masa dinasti safawiyah,?

4.      Apa sajakah kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh dinasti safawiyah?

5.      Apa  penyebab runtuhnya dinasti safawiyah?

 

1.3  Tujuan Penulisan

1.      Agar mahasiswa mampu memahami latar belakang berdirinya kerajaan sawiyah.

2.      Agar mahasiswa mengetahui kemajuan peradapan dinasti safawiyah.

3.      Agar mahasiswa mengetahui raja-raja yang berkuasa pada masa dinasti safawiyah.

4.      Agar mahasiswa mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti safawiyah.

5.      Agar mahasiswa mengetahu sebab-sebab keruntuhan dinasti safawiyah.


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1       Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Safawiyah

Cikal bakal berdirinya Dinasti Safawiyah berawal dari gerakan tarekat yang diberi nama Safawiyah. Gerakan ini muncul di Persia, tepatnya di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Wilayah ini banyak ditinggali oleh suku Kurdi dan Armen.[1] Nama Safawiyah dinisbahkan kepada nama salah seorang guru Sufi di Ardabil bernama Syekh Ishak Safiuddin atau Shafi Ad-Din. Menurut riwayat, ia adalah keturunan dari Musa al-Khadim, imam ketujuh Syi’ah Itsna ‘Asyariyah.[2] Shafi Ad-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Gurunya bernama Syaikh Tajuddin Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Dikarenakan prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Shafi Ad-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut.

Shafi Ad-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat pada tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangatlah teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut “Ahli Bid’ah”. Tarekat yang dipimpin Shafi Ad-Din ini semakin penting terutama setelah mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan kenamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria dan Anatolia. Di negeri-negeri di luar Ardabi, Shafi Ad-Din menempatkan seorang wakil untuk memimpin murid-muridnya. Wakil tersebut diberi gelar khalifah dan nantinya akan menjadi komandan perang.

Kemudian murid-murid tarekat mendukung tarekat Safawiyah untuk menghimpun kekuatan dengan menjadi tentara dan sangat fanatik kepada keyakinannya. Bahkan, mereka juga menentang orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka. Tarekat Safawiyah banyak diterima oleh masyarakat sehingga tarekat ini mengubah model gerakan spiritual keagamaan menjadi gerakan politik. Hal ini mulai tampak ketika gerakan tarekat dipimpin oleh Junaid 1447-1460 M. Junaid memperluas kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini mendapatkan hambatan-hambatan. Salah satunya dari penguasa Qara Qayunlu dan Aq- Qayunlu yang merupakan dua suku terkuat Turki. Sehingga terjadi konflik antara Junaid dengan penguasa Turki.

Keterlibatan tarekat Safawiyah dalam perpolitikan yang semakin besar mengantarkan tarekat Safawiyah berhadapan dengan kekuatan besar yang berkuasa saat itu yaitu Turki Utsmani. Pada saat Junaid memiliki konflik dengan Qara Qayunlu, ia mengalami kekalahan dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat itu Junaid mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr yang juga bangsa Turki. Junaid tinggal di istana Uzun Hasan yang pada saat itu menguasai sebagian Persia. Selama dalam pengasingan, Junaid tidak tinggal diam. Ia mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun 1459 M, Junaid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Lalu pada tahun 1460 M Junaid mencoba merebut kota Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan. Junaid pun pada akhirnya terbunuh dalam pertempuran tersebut.[

Tampuk kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya diberikan kepada putera Junaid, Haidar, tetapi Haidar masih sangat kecil pada waktu itu. Setelah menunggu beberapa tahun, Haidar sudah cukup dewasa dan mempersunting salah satu putri Uzun Hasan. Dari perkawinan tersebut lahirlah Ismail yang di kemudian hari menjadi pendiri dinasti Safawi di Persia.

 

 

2.2       Kemajuan Peradapan Dinasti Safawiyah

Pada saat Ismail I berkuasa selama kurang lebih 23 tahun (1501-1524 M) ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, ia juga dapat menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Aq-qayunlu di Hamadan 1503 M, menguasai provinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd pada tahun 1504 M, Diyar Bakr 1505-1507, Baghdad dan daerah barat daya persia pada tahun 1508 M, Sirwan 1509 M dan Khurasan pada tahun 1510 M. Ismail I hanya memerlukan waktu selama sepuluh tahun untuk menguasai seluruh Persia.

Ambisi politik mendorong Ismail I adalah untuk memperluas daerah kekuasaannya ke Turki Utsmani, namun karena Turki Utsmani merupakan dinasti yang sangat kuat pada masa itu akhirnya Ismail I mengalami kekalahan. Kekalahan itu meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail. Akibatnya, kehidupannya menjadi berubah. Ismail I lebih suka berfoya-foya dan keadaan tersebut menimbulkan dampak negatif bagi Dinasti Safawiyah, yaitu timbulnya perebutan kekuasaan diantara pimpinan-pimpinan suku-suku Turki, pejabat-pejabat Persia, dan Qizilbash.

Sepeninggal Ismail I, kekuasaan Dinasti Safawiyah dilanjutkan oleh Tahmasp I (1524-1576 M), lalu setelah itu dilanjutkan oleh Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khubanda (1577-1587 M). Namun, pada pemerintahan ketiga sultan tersebut Dinasti Safawiyah mengalami kemunduran. Kemunduran tersebut terus berlangsung sampai pada akhirnya Abbas I naik tahta. Pada masa Abbas I, Dinasti Safawiyah perlahan-lahan mengalami kemajuan.

 

Langkah-langkah yang ditempuh Abbas I dalam memajukan dinasti Safawiyah diantaranya adalah :

1.      Berusaha menghilangkan dominasi Qizilbash atas Dinasti Safawiyah dengan cara membentuk pasukan-pasukan baru yang anggotanya terdiri dari budak-budak yang berasal dari tawanan-tawanan bangsa Georgia, Armania, dan Sircassia yang ada sejak pemerintahan Tahmasp I.

2.      Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani. Di samping itu, Abbas I berjanji untuk tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan dalam khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai jaminan atas syarat-syarat tersebut, Abbas I menyerahkan saudara sepupunya yaitu Haidar Mirza sebagai sandera di Istanbul.

 

Setelah Dinasti Safawiyah menjadi kuat kembali, Abbas I mulai melakukan ekspansi dan merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaannya yang telah hilang. Abbas I juga melakukan penyerangan kepada Turki Utsmani. Pada saat itu Turki Utsmani dibawah kepemimpinan Sultan Muhammad II, Abbas I menyerang Turki Utsmani dan berhasil menaklukan wilayah Tabriz, Sirwan, dan Baghdad. Seterlah itu Abbas I juga berhasil menguasai kota Nakhchivan Erivan, Ganja dan Tiflish pada tahun 1605-1606 M. Pada tahun 1622 M, Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Abbas.

Pada pemerintahan Abbas I merupakan puncak kejayaan Dinasti Safawiyah. Secara politik Abbas I dapat mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang dulu pernah direbut dinasti lain pada pemerintahan sultan-sultan sebelumnya.

 

2.3       Raja-Raja Yang Berkuasa Pada Masa Dinasti Sawafiyah

Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi :

1.      Isma'il I (1501-1524 M)  

2.      Tahmasp I (1524-1576 M) 

3.      Isma'il II (1576-1577 M) 

4.      Muhammad  Khudabanda (1577-1587 M) 

5.       Abbas I (1587-1628 M) 

6.      Safi Mirza (1628-1642 M) 

7.      Abbas II (1642-1667 M) 

8.      Sulaiman (1667-1694 M) 

9.      Husein I (1694-1722 M) 

10.  Tahmasp II (1722-1732 M) 

11.   Abbas III (1732-1736 M)

 

2.4       Kemajuan-Kemajuan Yang Dicapai Oleh Dinasti Safawiyah

Beberapa kemajuan dalam berbagai aspek pada masa pemerintahan kerajaan Safawi antara lain sebagai berikut :

 

                 1.      Bidang Politik dan Pemerintahan

Pengertian kemajuan dibidang politik disini adalah terwujudnya integritas wilayah Negara yang luas yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan diatur oleh suatu pemerintahan yang kuat, serta mampu memainkan peranan dalam percaturan politik internasional.

Sebagaimana lazimnya kekuatan politik suatu Negara ditentukan oleh kekuatan angkatan bersenjata, Syah Abbas I juga telah melakukan langkah politiknya yang pertama, membangun angkatan bersenjata dinasti Safawi yang kuat, besar dan modern. Tentara Qizilbasy yang pernah menjadi tulang punggung Dinasti Safawi pada awalnya dipandang Syah Abbas tidak diharapkan lagi, sehingga ia membangun  suatu angkatan bersenjata reguler. Inti satuan militer ini ia ambil dari bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristern di Georia dan di Chircassia. Mereka dibina dengan pendidikan militer yang militan dan persenjataan yang modern. Sebagai pimpinannya ia mengangkat Allahwardi Khan, salah seorang dari Ghulam.[3]

Berkat kegigihannya Syah Abbas mampu mengatasi kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut wilayah-wilayah yang pernah disebut oleh kerajaan lain pada masa sebelumnya.Diantara unsur yang menjadikan kuatnya politik safawi adalah kuatnya pribadi penguasa Safawi, terutama Syah Abbas I yang digambarkan berpandangan tajam, bekal kuat, berkemauan besar, berani dan mempunyai semangat yang tinggi serta tak kenal lelah.[4]

Selain itu, unsur yang juga mempunyai pengaruh besar dalam kekuatan politik Safawi adalah kesetiaan pasukan Qizilbasy kepada raja Safawi. Kemampuan Syah (raja) dalam mengatur administrasi negara juga merupakan unsur kemajuan politik kerajaan Safawi yang tidak bisa diremehkan. Bentuk administrasi yang dijalankan dalam kerajaan Safawi adalah, Jenjang tertinggi setelah Syah adalah Azamat al-Daulah yang fungsinya seperti Perdana Menteri, jenjang dibawahnya adalah al-Sadr yang fungsinya seperti menteri Agama, tugasnya antara lain mengurusi masalah peradilan, tempat-tempat ibadah dan kegiatan ulama serta pelajar. Jabatan berikutnya adalah al-Nazir yang mirip dengan menteri Bulog. Lalu Rais al-Khidam sebagai sekretaris menteri-menteri. Jabatan yang lain adalah Nazr al-Maliah yang bertugas mengurus Baitul Mall serta perpajakan. Pengawasan Syah pada merekabsangat ketat dan tindakan yang diberikannya kepada pelanggar tugas sangat keras.[5]

 

                 2.      Bidang Ekonomi

Kerajaan Safawi pada masa Syah Abbas mengalami kemajuan dibidang ekonomi, terutama industri dan perdagangan. Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Hal ini dikarenakan Bandar ini merupakan salah satu jalur dagang antar Timur dan Barat. Yang biasa diperebut oleh Belanda, Inggris, dan Perancis, sesungguhnya menjadi milik Kerajaan Safawi.[6] Diantara kemajuan yang tampak dalam bidang ekonomi adalah [7]

a.       Ramainya perdagangan melalui teluk Persi, dan meningkatnya ekspor Safawi, terutama komoditi sutra.

b.      Lancarnya perdagangan dengan luar negeri, terutama dengan inggris, hingga menimbulkan iri para niagawan Portugis. Hal ini bias dilihat dari usaha Portugis menghalangi kapal-kapal niaga Inggris yang menuju Persia Safawi, sehingga terjadi pertempuran antara keduanya dan pihak Safawi membantu Inggris. Dari pertempuran itu pangkalan Hurmuz jatuh ke tangan Safawi sehingga arus perdagangan ke Safawi semakin deras.

c.       Digalakkannya bidang pertanian, terutama yang digunakan untuk peternakan ulat sutra, sehingga produktivitas pertanian meningkat.

d.      Dibangunnya fasilitas perdagangan yang memadai, seperti sarana transfortasi, jembatan-jembatan, pusat-pusat perdagangan dan jalur yang luas yang menghubungkan daerah sebelah timur laut Kaspia dengan daerah di sebelah baratnya.

 

    3.      Bidang Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Sains

Dalam sejarah Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang peradaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa Kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut.

Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir di majlis istana yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi (generalis iptek), Sadar Al-Din Al-Syaerazi (filosof), dan Muhammad Baqir bin Muhammad Damad (teolog, filosof, observatory kehidupan lebah-lebah).[8] Dalam bidang ilmu pengetahuan, Safawi lebih mengalami kemajuan dari pada kerajaan Mughal dan Turki Usmani.[9]

Pada masa Safawi Filsafat dan Sains bangkit kembali di dunia Islam, khususnya dikalangan orang-orang persia yang berminat tinggi pada perkembangan kebudayaan. Perkembangan baru ini erat kaitannya dengan aliran Syiah yang ditetapkan Dinasti Safawi sebagai agama resmi Negara.

Dalam Syiah Dua Belas ada dua golongan, yakni Akhbari dan Ushui. Mereka berbeda didalam memahami ajaran agama. Yang pertama cenderung berpegang kepada hasil ijtihad para mujtahid Syiah yang sudah mapan. Sedang kedua mengambil dari sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan Hadits, tanpa terikat kepada para mujthadi. Golongan Ushuli inilah yang palling berperan pada masa Safawi.

Menurut Hodhson, ada dua aliran filsafat yang berkembang pada masa Safawi tersebut. Pertama, aliran filsafat “Perifatetik” sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles dan Al-Farabi. Kedua filsafat Isyraqi yang dibawa oleh Syaharawadi pada abad ke XII. Kedua aliran ini banyak dikembangkan di perguruan Isfahan dan Syiraj. Di bidang filosof ini muncul beberapa orang filosof diantaranya Muhammad Baqir Damad (W. 1631 M) yang dianggap guru ketiga sesudah Aristoteles dan Al-Farabi, tokoh lainnya misalnya Mulla Shadra yang menurut sejartah ia adalah seorang dialektikus yang paling cakap di zamannya.[10]

 

           4.      Bidang Perkembangan Fisik dan Seni

Para penguasa kerajaan menjadikan Isfahan menjadi kota Kerajaan yang sangat indah. Disana terdapat bangunan-bangunan besar dan indah seperti masjid, rumah sakit, jembatan raksasa di atas Zende Rud dan Istana Chilil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan taman-taman wisata yang ditata secra apik. Ketika Abbas I wafat di Isfahan terdapat 162 Masjid, 48 Akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum.[11]

Di bidang seni, kemajuan nampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunan-bangunannyaseperti terlihat pada mesjid Shah yang dibangun tahun 1611 M dan mesjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula adanya peninggalan berbentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Raja Tahmasp I.[12]

Demikianlah puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi, kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Kerajaan ini telah memberikan kontribusinya mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni dan gedung-gedung bersejarah.

 

2.5       Sebab-Sebab Keruntuhan Dinasti Safawiyah

 

1.      Konflik panjang dengan kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab antar kedua kerajaan. Bagi Kerajaan Usmani, berdirinya Kerajaan Safawi yang beraliaran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara kedua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun konflik itu pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian antara keduanya pada masa Raja Shah Abbas I, namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tida ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan besar Islam itu.[13]

2.      Adanya dekadensi moral yang melanda sebagaian para pemimpin Kerajaan Safawi.

3.      Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qilzibash (baret merah) hal ini dikarenakan pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani. Seperti yang di alami oleh pasukan Qilzibash, sementara anggota pasukan Qilzibash yang baru tidak memiliki militansi dan semangat yag sam,a dengan anggota Qilzibash sebelumnya.

4.      Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.

 

Selain hal tersebut di atas, pada abad 17 beberapa kalangan Ulama Syiah tidak lagi mau mengakui bahwa Safawiyah telah mewakili pemerintahan sang imam tersembunyi.pertama,Ulama mulai meragukan otoritas Syah yang berlangsung secara turun temurun tersebut sebagai penanggung jawab pertama atas ajaran islam Syiah. Kedua, selaras dengan keyakinan Syiah,bahkan semenjak masa keghaiban besar tahun 941 sang imam tersembunyi tidak lagi terwakili di muka bumi oleh Ulama.Selanjutnya Ulama menegaskan bahwasannya Mujtahid menduduki otoritas keagamaan yang tertinggi.

Kehancuran rezim ini juga di sebabkan sejumlah perubahan yang luar biasa dalam hal hubungan negara dan agama.Safawiyah semula merupakan sebuah gerakan,tetapi setelah berkuasa rezim ini justru menekan bentuk bentuk millenarian islam sufi seraya cenderung kepada pembentukan lembaga ulama negara. Safawiyah menjadikan Syiisme sebagai agama resmi Iran, dan mengeliminir pengikut sufi mereka sebagai mana yang dilakukanya terhadap ulama sunni.

Dengan demikian bentuk-bentuk institusi kenegaraan, kesukuan dan institusi keagamaan safawiyah yang diciptakan oleh Abbas I telah mengalami perubahan secara mencolok pada akhir abad tujuh belas dan awal abad ke delapan belas.

Krisis abad 18 mengantarkan kepada berakhirnya sejarah Iran pramodern. Hampir diseluruh wilayah muslim, periode pramodern yang berakhir dengan Intervensi, penaklukan bangsa Eropa, dan dengan pembentukan beberapa rezim kolonial, maka dalam hal ini konsolidasi ekonomi dan pengaruh politik bangsa Eropa telah didahului dengan kehancuran Inperium Safawiyah dan dengan liberalisasi ulama.

Demikianlah, Rezim safawiyah telah meninggalkan warisan kepada Iran modern berupa tradisi Persia perihal sistem kerajaan yang agung, yakni sebuah rezim yang dibangun berdasarkan kekuatan uymaq atau unsur unsur kesukuan yang utama, dan mewariskan sebuah kewenangan keagamaan syiah yang kohesif, monolitik dan mandiri.[14]

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1       Kesimpulan

Dinasti Safawiyah di Persia berkuasa antara tahun 1501-1722 M. Dinasti ini merupakan salah satu kerajaan Islam yang cukup besar di Persia. Awal mulanya Kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berada di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Nama Safawiyah dinisbahkan kepada nama salah seorang guru Sufi di Ardabil bernama Syekh Ishak Safiuddin. Menurut riwayat, ia adalah keturunan dari Musa al-Khadim, imam ketujuh Syi’ah Itsna ‘Asyariyah. Tarekat ini berdiri bersamaan dengan berdirinya Dinasti Utsmani. Gerakan tarekat ini memiliki banyak pengikut yang sangat teguh memegang ajaran agama. Gerakan ini mengubah model gerakannya dari gerakan keagamaan menuju gerakan politik. Ketika sudah menjadi kekuatan yang besar, Dinasti Safawiyah beberapa kali berhadapan dengan Dinasti Utsmani.  Dinasti Safawiyah menyatakan Syi’ah sebagai madzhab negara, maka Dinasti Safawiyah dikenal sebagai peletak dasar terbentuknya negara Iran. Dinasti Safawiyah mencapai puncak kejayaan pada masa Abbas I. Namun, kejayaan itu tidak mampu dipertahankann oleh para penerusnya. Hal ini dikarenakan sultan-sultan yang berkuasa lemah. Sehingga memicu terjadinya pemberontakan dan permasalahan yang berkepanjangan.

 

3.2       Saran

Kami menyadari, Makalah  ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa mendatang.

 



[1] Machfud Syaefudin, dkk, Dinamika Peradaban Islam: Perspektif Historis (Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta, 2013), hlm. 214.

[2] Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban islam: Dari Klasik Hingga Modern (Yogyakarta: Lesfi, 2012), hlm. 283.

 

[3]Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo) hal. 175

[4]Mubasyoh, Sejarah dakwah, (Kudus : Nora Media Enterprise, 2010), h. 93

[5]Ibid.

[6]Carl Broekelmaun, Tarikh Al-Syu’ub Al-Islamiyah, Beirut: Dar Al-‘Ilm, 1974, hlm. 504

[7]Mubasyoh, Sejarah dakwah,h. 94

[8]Ibid, hlm 505

[9]Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, h, 177

[10]Ibid.

[11]Marshal G.S. Hodgson, The Venture of Islam, Vol. III, Chicago: The University of Chicago Press,1981, hlm. 40

[12]Ibid.

[13]M. Holt, dkk (ed). The Cambridge History of Islam, Vol. 1 A, London: Cambrige University Press, 1970, hlm 426.

[14]Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, diterjemahkan oleh Ghufron A. Mas’adi, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta : rajawali, 1999), h. 467

 

Kerajaan / Dinasti Safawiyah Sejarah Peradaban Islam Kerajaan / Dinasti Safawiyah Sejarah Peradaban Islam Reviewed by asarisolid on 2:38 AM Rating: 5

No comments:

ADS

referensimakalah. Powered by Blogger.