BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Di
antara faktor pendidikan yang terpenting adalah faktor Guru dan Murid. Mereka
adalah subjek dan objek pendidikan yang saling berinteraksi agar tujuan
pendidikan yang diinginkan dapat terwujud. Guru secara profesional sangat besar
peranannya untuk menentukan ke mana arah
potensi murid yang akan dikembangkan. Murid juga tidak hanya sekedar pasif,
tetapi harus aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan Gurunya,
sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya. Idealnya dalam konsep
pendidikan Islam, Guru dan Murid harus memili ki karakteristik sesuai dengan
nuansa pendidikan Islam itu sendiri. Karakteristik ini akan membedakan konsep
Guru dan Murid dalam pandangan pendidikan lainnya. Hal itu dapat ditelusuri melalui berbagai aspek, salah
satunya adalah bagaimana keadaan kehidupan seorang Guru juga Murid dalam proses
perjalanan sejarah dunia pendidikan Islam sejak dahulu hingga sekarang, sejak
masa Rasulullah hingga masa modern ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah
yang di maksud dengan Guru dan Murid dalam konsepsi islam ?
2.
Apa
sajakah karakteristik Guru dan Murid ?
3.
Bagaimana
kehidupan Guru dan Murid ?
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui
arti guru dan muruid dalam konsepsi islam
2.
Mengetahui
karakter yang harus di miliki Guru dan Murid
3.
Mengetahui
sejarah kehidupan Guru dan Murid
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
KEHIDUPAN, GURU, DAN MURID
1. Pengertian
Kehidupan
Pengertian
secara nominal bahwa Kehidupan dari kata dasar ‘hidup’ mengandung banyak arti,
antara lain :
a. masih
terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya,
b. mengalami
kehidupan dalam keadaan atau dengan cara tertentu,
c.
memperoleh, mendapat rezeki dengan jalan sesuatu,
d.
berlangsung ada kerena sesuatu,
e.
tetap ada, tidak hilang,
f.
masih tetap dipakai,
Kata
hidup yang mendapat imbuhan ke-an , yang berarti “ cara, hal, atau keadaan
hidup.” Dari makna kata hidup / kehidupan tersebut dapat dimaknai sebagai suatu
keadaan sikap dan perilaku hidup manusia itu sendiri. Mencermati pengertian
atau makna kata Kehidupan tersebut relevansi nya dengan pokok pembahasan
makalah ini, maka penulis membatasi secara operasional bahwa, yang dimaksud
Kehidupan Guru dan Murid Dalam Pendidikan Islam dimaksud ialah : menggambarkan
secara singkat perihal karakteristik profesionalitas Guru dan Murid, Sosial
ekonomi dan jaminan kesejahteraan mereka
dalam mengemban missi pendidikan Islam secara preodik, sejaka preode Nabi
Muhammad Saw. hingga preode modern sekarang sesuai dengan tugas dan kewajiban
serta tanggung jawab masing-mamsing.
B. PENGERTIAN
GURU DAN KARAKTERISTIKNYA
a. Pengertian
Guru
Makna kata Guru
ialah ”Orang yang pekerjaannya, mata pencaharian nya, profesinya mengajar, atau
pengajar.”[3] Guru adalah
spiritual
father atau bapak rohani bagi seorang murid, dialah yang memberi santapan jiwa
dengan ilmu, pendidikan akhlak dan
membenarkannya,
... dengan Guru itulah murid hidup dan berkembang.”[4]
Di Indonesia,
pengertian Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih,dan
mengeva luasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan
menengah.[5]
Istilah
penyebutan Guru lebih dikenal dalam dunia pendidikan formal. Jika dicermati
hakekat profesi Guru pada dasrnya adalah
mendidik para
muridnya. Dalam bahasa Arab, juga ditemukan beberapa istilah yang memiliki
makna yang sama guru atau pendidik,
yaitu ustadz,
mudarris, mu’allim, mu’addib, dan murabbi.
Kata ustadz
jamaknya asaatidz yang berarti teacher (guru), professor (gelar akademik),
jenjang di bidang intelektual,
pelatih,
penulis, dan penyiar. Adapun kata mudarris berarti teacher (guru), instructor
(pelatih), lecture (dosen). Sedangkan
kata mu’allim
yang juga berarti teacher (guru), instructor (pelatih), dan trainer (pemandu).
Sedangkan kata mu’addib berarti
educator
(pendidik) atau teacher in koranic school (Guru dalam lembaga pendidikan
al-Quran).[6] Kata ”murabbi”, sering
dijumpai dalam
kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat
jasmani atau rohani. ”Sebagai
murabbi ia
bertanggung jawab memantau perkembangan keperibadian anak dari segala
dimensinya.”[7]
b. Persyaratan
Dasar dan Karakterristik Guru
Menurut
Al-Kanani (w. 733 H), seperti yang dikutip oleh Ramayulis, bahwa ada beberapa
persyaratan seorang pendidik (Guru)
dalam pandangan
pendidikan Islam sebagai berikut ; Pertama, Persyaratan pendidik berhubungan
dengan dirinya sendiri. Kedua,
Persyaratan
yang berhubungan dengan Profesionalisme, syarat-syarat paedagogis dan didaktis
Ketiga, Syarat-syarat pendidik
(Guru)
kaitannya dengan motivasi pola komunikasi di tengah-tengah muridnya.[8]
Muhammad
Athiyah Al-Abrasy mengemukakan beberapa karakteristik atau sifat pendidik
(Guru) sebagai berikut ;1) Seorang
pendidik
bersifat zuhud, artinya melaksanakan tugasnya bukan bertujuan materi, melainkan
mendidik untuk mencari keridhaan
Allah. 2)
Seorang pendidik harus bersih lahir batin, jauh dari dosa dan kesalahan, sifat
ria dengki, permusuhan, dan sifat –
sifat tercela
lainnya. 3) Seorang pendidik harus ikhlas dalam menjalankan tugasnya dan
memiliki sifat-sifat terpuji lainnya,
seperti
tawaddhu , jujur, lemah lembut, dsb. 4) Seorang guru harus bersifat pemaaf,
terhadap muridnya, ia mampu menahan diri
dan kemarahan,
lapang hati, bersabar dan mempunyai harga diri. 5) Seorang pendidik harus
mencintai dan memeperhatikan
muridnya
seperti cinta dan perhatiannya terhadap anak-anaknya sendiri. 6) Seorang
pendidik harus mengetahui karakter, tabiat,
sikap perilaku,
potensi dan bakat setiap muridnya. 7) Seorang pendidikharus menguasai materi
pelajaran yang ia berikan kepada
para muridnya.
Dengan demikian
tugas yang mesti diemban oleh Guru (pendidik) tidaklah mudah, sebab Islam
menuntut pendidik (Guru) tersebut
melakukan
terlebih dahulu apa-apa yang akan ia ajarkan. Dengan begitu, pendidik akan
mampu menjadi teladan (uswah) bagi
peserta
didiknya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh pendidik yang mulia, yaitu Nabi
Muhammad SAW.
3. Pengertian
Murid dan Karakteristiknya
a. Pengertian
Murid
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, pengertian kata murid ialah ”Orang atau anak yang
sedang berguru, belajar,
bersekolah.”[9]
Murid adalah orang atau anak yang memeperoleh pendidikan dasar dari satu
lembaga pendidikan.”[10] Definisi
Murid. Kata
murid berasal dari bahasa Arab, yaitu ’arada, yu’ridu, iraadatan, muriidan yang
berarti orang yang menginginkan
... Ini menjadi
salah satu Sifat Allah yang berarti Maha Menghendaki. [11]
Istilah yang
sering digunakan untuk menunjukkan term student (siswa); yaitu tilmidh, (jamak
talaamidh, talaamida) yang
berarti murid,
dan thaalib jamak thalaba, tullaab) yang berarti orang yang menuntut ilmu-ilmu
(agama), pelajar atau
mahasiswa.”[12]
”Dalam bahasa Arab, setidaknya ada tiga istilah yang menunjukkan makna peserta
didik, yaitu murid, al-
tilmīdz, dan
al-thaalib. Murid berasal dari kata ‘arada, yuridu, iradatan, muridan yang
berarti orang yang menginginkan (the
willer).[13]
Pengertian ini menunjukkan bahwa seorang peserta didik adalah orang yang
menghendaki ilmu pengetahuan,
keterampilan,
pengalaman, dan kepribadian yang baik untuk bekal hidupnya agar berbahagia di
dunia dan akhirat dengan jalan
belajar yang
sungguh-sungguh.
Sedangkan
al-tilmīdz tidak memiliki akar kata dan berarti pelajar. Kata ini digunakan
untuk menunjuk kepada peserta didik
yang belajar di
madrasah. Sementara Al-thaalib berasal dari thalaba, yathlubu, thalaban,
thaalibun, yang berarti orang yang
mencari
sesuatu. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik adalah orang yang mencari ilmu
pengetahuan, pengalaman, dan
keterampilan
dan pembentukan kepribadiannya untuk bekal masa depannya agar bahagia dunia dan
akhirat.[14]
Dalam
penggunaan ketiga istilah tsb biasanya dibedakan berdasar kan tingkatan peserta
didik. Al-tilmīdz untuk sekolah dasar
dan menengah,
dan al-thālib untuk perguruan tinggi. Namun, menurut Abuddin Nata, istilah yang
lebih umum untuk menyebut
peserta didik
adalah al-muta’allim. Istilah yang terakhir ini mencakup makna semua orang yang
menuntut ilmu pada semua
tingkatan,
mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi.
b.
Karekteristik Murid
Selain tugas
dan kewajiban di atas, peserta didik juga mesti memiliki sifat-sifat terpuji
dalam kepribadiannya. Imam al-
Ghazali,
seperti yang dikutip oleh
Samsul Nizar,
bahwa sifat-sifat ideal yang mesti dimiliki oleh setiap peserta didik
(murid)
sekurang-kurangnya sbb : [15]
1) Belajar
dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub Ilallah.
2) Mengurangi
kecenderungan kehidupan duniawi dibanding ukhrawi.
3) Bersikap
tawadhu’ (rendah hati).
4) Menjaga
pikiran dari berbagai pertentangan dari khilafiyah.
5) Mempelajari
ilmu-ilmu yang terpuji, baik ilmu umum maupun agama.
6) Belajar
secara bertahap, berjenjang, dari yang mudah kepada yg sukar
7) Mempelajari
ilmu secara khusus dan tuntas, kemudian yang lain.
8) Memahami
nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
9)
Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
10) Mengenal
nilai-nilai ilmu pengetahuan, yg bermanfaat, membahagia kan, mensejahterakan
didunia akhirat untuk dirinya dan
orang lain.
Peserta didik
(Murid) dalam perspektif pendidikan Islam tidak hanya menuntut dan menguasai
ilmu tertentu secara teoritis,
akan tetapi
lebih dari itu ia harus berupaya untuk mensucikan dirinya sehingga ilmu yang
akan ia peroleh memberi manfaat baik
di dunia maupun
di akhirat. Oleh karena itu sangat diutamakan akhlak seorang peserta didik,
dengan niyat semata-mata karena
Allah, dan
menharap Ridha-Nya.
C. KEHIDUPAN
GURU DAN MURID DALAM PENDIDIKAN ISLAM
1. Kehidupan
Guru dan Murid Priode Klasik (571 - 750 M)
Preode klasik
dimaksud penulis disini ( memudahkan batasan) mencakup, sejak masa Nabi
Muhammad Saw. di Mekkah & Madinah (571
-632 M), masa
Khulafaur Rasyidin (632-661 M), dan masa Dinasti Umaiyah (661-750 M).
Gambaran khusus
tentang keadaan Kehidupan Guru dan Murid dalam Pendidikan Islam pada masa
Rasulullah Muhammad Saw. tidak
ditemukan
secara rinci dan sistematis, karena pada masa tersebut semuanya berjalan secara
alamiah dan semangat jihad sejalan
dengan awal
perkembangan Islam itu sendiri, bahkan pada aspek tertentui kondisinya sangat
menantang.
Setelah Nabi
Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama dari Allah sebagi petunjuk atau
intruksi kepada beliau untuk
melaksanakan
tugasnya pada saat beliau berusia 40 tahun yaitu pada tanggal 17 Ramadhan tahun
13 sebelum hijriyah (6 Agustus
610 M) wahyu
yang diturunkan tersebut berbunyi:
Artinya :
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan Dia (Allah) telah
menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah dan
Tuhanmulah yang maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan Qalam.
Dia (Allah) mengajarkan manusia
apa yang tidak
diketahui.
Kemudian disusul
dengan wahyu berikutnya yang berbunyi:
Artinya: hai
orang-orang yang berselimut bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu
agungkanlah! Dan pakaianmu
bersihkanlah
dan perbuatan dosa tinggalkanlah dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih
banyak dan
untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.[16]
Ayat diatas
secara ekplisit dan implicit menggambarkan factor-faktor pen didikan Islam ,
yaitu ; 1) Guru, 2) Murid, 3)
Materi, 4)
Alat, 5) Tujuan. Yang menjadi Pokok pembahasan dalam makalah ini adalah faktor
Guru dan Murid.
Dalam QS.
Al-‘Alaq: 1 kata yang berbunyi “ اقرأ “ artinya bacalah! Sebagai fa’il (yang
memerintah), yaitu memerintah memebaca
adalah Allah
Swt melalui malaikat Jibril. sedangkan maf‘ulumbih (yang di perintah) untuk
membaca adalah Nabi Muhammad Saw.
Dengan demikian
berarti, hakekat Guru dalam ayat tersebut adalah Allah Swt, sedangkan selaku
Murid adalah Nabi Besar Muhammad
Saw.
Kemudian
didalam QS. Al-Muddatstsir: 2 pada kata “ فأنذر “ artinya berilah
peringatan (ajari dan didiklah manusia). Disini juga
berarti bahwa
Allah Swt. adalah Guru (yang memerintahkan) sekaligus merekomendasikan tugas
kepada Nabi Muhammad Saw (Sang
Murid) untuk
menjadi Seorang Guru yang dipercaya oleh Allah Swt. memberi peringatan dan
pendidikan kepada umat manusia agar
bertauhid dan
mengabdi kepada-Nya.
Dengan demikian
menurut penulis bahwa, Nabi Muhammad Saw adalah Guru yang pertama dan utama
Dalam Pendidikan Islam seiring
dengan lahirnya
syariat Islam itu sendiri, dalam arti ( setelah keberadaan para Nabi dan Rasul
Allah terdahulu). Nabi
Muhammad Saw.
adalah Uswatun Hasnah.
Di dalam buku
berjudul Guruku Muhammad oleh Fu’ad Asy-Syalhub memaparkan Sifat-sifat Nabi
Muhammad Saw. yang harus dimiliki
dan dipelihara
oleh seorang Guru, antara lain ; “Mengikhlaskan Ilmu kepada Allah, Kejujuran
seorang Guru, Kesesuaian
perkataan
dengan perbuatan, adil berak
hlak mulia dan
terpuji, tawadhu, berani, menyayangi para muridnya, sabar dan menahan amarah,
menghindari ucapan kotor dan
keji, meminta
bantuan orang lain ( berinteraksi sosial ).”[17]
Setelah Allah
Swt. merekomendasikan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk memberi peringatan
(sebagai Guru) berdasarkan momentum
Ayat di atas,
Ketika Rasulullah Saw. segera berdakwah melaksanakan perintah Allah Swt. untuk
memberi peringatan (pendidikan)
kepada manusia,
maka yang pertama menjadi Murid beliau sebagai sasaran dakwah adalah para
keluarga, orang-orang terdekat,
para sahabat
Beliau, dan umat manusia pada umumnya secara bertahap, preodik dan situasional
(priode Mekkah dan Priode
Madinah).
Masa Rasulullah
Saw. di Mekkah (571-622 M). Pada permulaan Nabi Saw. Menyebarkan agama Islam di
Mekkah, yang menjdi Murid
utama beliau
sebagai sasaran dakwah adalah kelompok “Assaabiquunal Awwalun, antara lain Siti
Khadijah binti khuwailid, Ali
bin Abi Thalib,
Zaid bin Haritsah, Abu Bakkar Ash-Shiddiq, Ummu Aiman binti Salabah, Abd Amar,
Abu Ubaidah bin Jarrah, Utsman
bin Affan,
Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqas, Thalhah bin Ubaidillah, dan
lain-lain.”[18]
Turunnya wahyu
pertama QS.Al-’Alaq: 1-5, menghendaki agar manusia harus melakukan proses
pendidikan dan pembelajaran..
Instruksi Allah
tersebut dilaksanakan oleh Nabi Muhammad Saw dengan mengumpulkan para
sahabatnya di rumah Arqam bin Al-Arqam
sekaligus
Beliau langsung bertindak sebagai medarris atau Guru. [19]
Ketika itu
telah ada beberapa orang shahabat (Murid) beliau dari kaum Quraisy sendiri yang
pandai tulis baca, 17 orang laki-
laki, yaitu;
Umar bin Khattab, Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Abu Ubaidah bin Jarrah,
Thalhah, Yazid bin Abu Sufyan,
Abu Huzaifah
bin ‘Utbah, Hathib bin Amr, Abu Salamah, Aban bin Sa’ad, Abdullah bin Sa’ad,
Huwaithib bin Abdul ‘Uzza, Abu
Sufyan bin
Harb, Muawiyah bin Abu Sufyan, Juhaim bin As-shalt, Arqam bin Abi Al-Arqam.
Sedangkan kaum
wanita ada 5 orang yang pandai tulis baca, yaitu; Hafsah isteri Nabi Saw, Ummi
Kalsum bin Uqbah, ‘Aisyah bin
sa’d, As-Syifaq
binti Abdullah al-Adawiyah, dan Karimah binti al-Miqdad. Yang pandai membaca
tetapi tidak pandai menulis
adalah Siti
‘Aisyah, dan Ummi Salamah (keduanya adalah isteri Rasulullah Saw).[20]
Rasulullah
sebelum hijrah ke Yasrib telah mempersiapkan kader-kader perempuan untuk
menjadi Guru di Madinah (dikenal dengan
Ba’atun Nisa’)
di antara rombongan baiat tersebut terdapat perempuan bernama ’Afra binti ’Abid
bin Sa’labah, inilah nantinya
yang akan
menyebarkan pengetahuan yang telah didapat dari Nabi Muhammad Saw. kepada
masyarakat Madinah.[21]
Masa Rasulullah
Saw. di Madinah (622-632 M). Setelah Nabi Saw. hijrah ke Madinah, beberapa
orang yang pandai tulus baca,
bahkan ada
orang Yahudi yang mengajarkan tulis baca kepada anak-anak. Saat itu juga ada 11
orang yang pandai tulis baca,
diantaranya
Sa’ad bin ‘Ubadah, Usaid bin Hudair, dan Abdullah bin Ubaiya. Tetapi secara
khusus yang disuruh Nabi menuliskan
ayat-ayat
Al-Quran yang diwahyukan Allah pada permulaah Nabi tiba di Madinah, ialah
Ubaiya bin Ka’b Al-Anshari, kemudian Zaid
bin Tsabit
Al-Anshari, mereka inilah yang menuliskan wahyu di hadapan Nabi Saw. juga
menuliskan surat-surat kiriman Nabi
kepada
Raja-Raja saat itu.
Selain Ubaiya
dan Zaid, juga yang menjadi juru tulis Nabi Saw. adalah Abdullah bin sa’ad bin
Abu Sarh (kemudian ia menjadi
murtad), Utsman
bin Affan, Syurahbil bin Hasanah, Aban bin Sa’id, Khalid bin Sa’id, Al-“Alak
bin Al-Hadrami, Muawiyah bin Abu
Sufyan, dan
Hanzalah bin Ar-Rabi’.
Adapun
Ulama-Ulama Shahabat yang termasyhur menjdai Guru pada masa Nabi ialah; Umar
bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Ibnu
Mas’ud, Ibnu
Umar, ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, ‘Aisyah, Muaz bin Jabal, Abu Darda’,
Abdullah bin Salam, dan Salman al-
Farisi.[22]
Pada masa ini keadaan kehidupan para guru dan murid belum dikenal secara
sistemik tentang penggajian Guru dan
bayaran Murid.
Masa Khulafaur
Rasyidin (632-661 M). Setelah Rasulullah Wafat, maka kepemimpinan Beliau
dilanjutkan oleh para Shahabat Beliau
yang dikenal
Khulafaur Rasyidin, yaitu; Abu Bakkar As-Shiddiq (632-634 M), Umar ibnu Khattab
(634-644 M), Utsman bin Affan
(644-656 M),
dan Ali bin Abi Thalib (656-661 M). Mereka iniulah sekaligus mengganti
Rasulullah Saw. sebagi Guru panutan
terhadap umat
Islam saat itu. Sebagai gambaran singkat bahwa; keadaan pendidikan pada masa
Khulafaur Rasyidin sebagai
berikut;
Di Mekkah, Guru
pertama adalah Muaz bin Jabal yang mengajarkan Al-Quran dan fiqih.
Di Madinah,
Guru yang terkenal adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, ali bin Abi Thalib dan
sahabat lainnya.
Di Bashrah,
Guru yang termasyhur antara lain; abu Musa Al-Asya’ari, beliau ahli fiqih dan
al-Quran.
Di Kufah, Guru
yang termasyhur adalah Abdullah bin Mas’ud, beliau mengajarkan Al-Quran,
tafsir,, hadits, dan fiqih.
Di Syam
(Dansyik), setelah Syam menjadi Syiria, khalifah Umar bin Khattab mengirim 3
orang Guru, yaitu; Abu Darda’ di
Damsyik, Muaz
bin Jabal di Palestina, dan Ubaidah di Hims.
Di Mesir,
Sahabat yang mula-mula mendirikan Madrasah dan menjadi Guru adalah Abdullah bin
Amru bin Ash, beliau ahli Hadits.
[23]
“Pada masa
Khalifah Abu Bakkar As-Shiddiq pada dasarnya tidak jauh berbrda pendidikan
dengan masa Rasulullah Saw. Namun sejak
Khalifah Umar
bin Khattab pendidikan lebih mneingkat, yakni Guru sudah diangkat dan di gaji
untuk mengajar di daerah-daerah
yang baru
ditaklukkan. Pada masa Utsman bin Affan pendidikan diserahkan kepada rakyat dan
shahabat (untuk mengangkat guru)
kemudian
menyebar keberbagai daerah untuk mengajar. Sedangkan pada masa Khalifah Ali bin
Abi Thalib, pendidikan kurang
mendapat
perhatian karena konflik polik yang selalu terjadi.”[24]
Pendidik atau
Guru Era Nabi dan Sahabat bukan merupakan profesi atau pekerjaan untuk
menghasilkan uang atau sesuatu yang
dibutuhkan
untuk kehidupannya, melainkan mengajar karena panggilan agama, untuk
mendekatkan diri kepada Allah, mengharapkan
keridhaan-Nya,
menghidupkan agama, mengembangkan seruan-Nya, dan menggantikan peranan
Rasulullah Saw. dalam memperbaiki umat.
[25]
Masa Dinasti
Umaiyah (661-758 M). Pola pendidikan pada masa Dinasti Umaiyah nampaknya ada
berbedaan dari pola pendidikan masa
Rasulullah Saw
dan Khulafaur Rasyidin, karena pada priode ini berbagai kemajuan telah
diperoleh termasuk bidang perekonomian.
Keadaan
kehidupan Guru saat itu sebagian mereka mulai mendapat perhatian, karena
diantara penguasa (pemerintah) membayar atau
menggaji Guru
untuk mengajar puteranya, bahkan juga disediakan tempat mukim di dalam Istaana.
Tetap bagi Guru yang meng ajar
Murid yang
berlatar belakang ekonomi lemah, tempatnya di pekara ngan Masjid, mereka tidak
bigaji seperti Guru yang mengajar
anak penguasa
di Istana, melainkan hanya menda pat penghargaan dari masyarakat.[26]
Tegasnya bahwa
keadaan pendidikan Islam pada masa Dinasti Umaiyah ini mulai berkembang,
meskipun Pola pendidikan saat itu
masih system
Kuttab yang berpusat pada masjid, istana, serta rumah-rumah Guru. Disisi lain
bahwa peradaban Islam terutama
Bahasa Arab
telah mamapu Go Internasional sebagai bahasa resmi negara terutama di Benua
Eropa, Afrika, dan Asia.
Gambaran umum
kehidupan Guru dan Murid pada masa Priode Klasik (571-750 M) menurut Prof. Dr.
H. Abuddin Nata, M.A., dalam
bukunya Sejarah
Pendidikan Islam, yang menjadi Bahasan utama beliau Kehidupan Guru dan Murid
Priode Klasik meliputi;
Kompetensi
mengajar Guru, Peranan Guru dalam Kehidupan Masyarakat, Organisasi Guru pada ,
Kehidupan para Siswa dalam hal
karakteristik
Murid dan Mahasiswa, biaya dan lama belajar Murid dan Mahasiswa, keadaan Murid
dan Mahasiswa sebagai berikut :
1. Kehidupan
Guru Pada Masa Klasik [27]
Secara umum
menurut Abuddin Nata bahwa, keadaan kehidupan Guru pada masa klasik seperti;
Status Sosial Guru sangat ditentukan
oleh kualitas
keilmuan dan keperibadian masing-masing. Guru (yang berstatus Muallim Kuttab)
yang berkompetensi baik, maka
maka ia
dihormati, disegani, bahkan diberi penghargaan yang tinggi dan luar biasa dari
masyarakat. Guru yang pemarah dan
tidak
bertanggung jawab ia dicemooh dan kurang mendapat simpati dari masyarakat.
Demikian pula Guru (yang berstatus muaddib)
yang mengajar
di Masjid, mereka mendapat pengakuan dari masyarakat.
Disegi Peranan
Guru pada masa klasik, mereka mempunyai andil yang besar dalam memajukan
peradaban bangsa saat itu. Sebagai
murabbi ia
bertang gung jawab dalam mendidik, membimbing murid secara serius, sehingga
semua potensi yang dimiliki murid
dapat
berkembang secara maksimal. Disamping itu, keberadaan Guru Sebagai Penggerak
Masyarakat, memberikan pelayanan kepada
mereka,
menyadarkan mereka, membangkitkan mereka dari keterting galan, sehingga mereka
menjadi kaum yang berbudi luhur dan
berperadaban.
2. Kehidupan
Murid Pada Masa Klasik [28]
Secara psikologis
usia murid yang belajar saat itu sangat bervariasi, karena tidak adanya
ketentuan tegas yang mengatur itu,
terutama yang
masuk kuttab.
Secara
finansial murid juga tidak semuanya dibebani biaya pelajaran, seperti murid
yang belajar di kuttab keluarganya miskin,
mereka dapat
belajar gratis.
Murid di kuttab
lebih banyak bergaul dan berkomunikasi dengan Guru dan sesama mereka, karena
waktu belajar mereka cukup lama,
sejak pagi
hingga selesai sholat Ashar. Dalam tempo itu, guru memungkinkan membina para
murid dengan baik. Murid yang cerdas
akan dapat
menyeelesaikan pendidikan relatif cepat, kemudian meneruskan pendidikan di
khalaqah masjid Jami’ atau madrasah
hingga hafal
Al-Quran sebagai ukuran kelulusan seorang murid.
Menurut Abuddin
Nata bahwa, keadaan murid pada jenjang Mahasiswa dibagi beberapa tingkat, yaitu
; mubtadi, mutawassit, dan
muntahi. Khusus
tingkat Muntahi dibagi lagi atas mutafaqqih dan faqih. Mahasiswa yang menye
lesaikan kesarjanaannya diberi
kesempatan
untuk memperdalam pelajaran ter tentu yang diminati. Mereka memerlukan waktu
bervariasi untuk menyelesaikan
studinya
dibawah asuhan seorang atau beberapa orang Guru Besar.
Adapun masalah
biaya pendidikan pada dasasrnya mereka mendapat bantuan berbeda-beda, yaitu ;
ada yang mendapat beasiswa, ada
yang hanya
dapat fasilitas asrama, Bagi mahasiswa madrasah mendapat beasiswa dan fasili
tas asrama, mahasiswa di halaqah
masjid Jami’
hanya mendapat fasilitas asrama, namun tidak dipungut bayaran. Sebagian mereka
juga sistem Cost di rumah Guru
(Syaikh),
tetapi bayar sesui dengan kesepakatan mereka.
2. Kehidupan
Guru dan Murid Priode Pertengahan (750-1258 M) Batasan Priode Pertengahan
dimaksud penulis disini yaitu pada
masa Pemerintah
Daulah Abbasiyah (750-1258)
Masa Khalifah
Abbasiyah (fatimiyah, Ayyubiyah, Mamalik, dan Usma niyah) menjamin kehidupan
para penuntut ilmu Murid dan
Guru-guru, agar
mereka hidup tentram dalam berbakti kepada ilmu. Begitu juga Sultan-sultan,
menteri-menteri, amir, pedagang ,
ulama, hakim,
juga wani ta – wanita terkemu ka mengikuti jejak para khalifah. [29] Semangat
tersebut berawal ketika Khalifah
Al-Makmun
(818-833 M) Ia khalifah ke-7 Bani Abbasiyah yang sangan cinta terhadap Ilmu
Pengathuan setelah Khalifah Harun al-
Rasyid.[30]
Sejarah Islam
mencapai puncak kejayaannya adalah pada masa Bani Abbasiyah, dan Umaiyah
Spanyol, karena para pakar pendidik
pada masi itu.
Bukti keberhasilannya dalam berbagai bidang merupakan cikal bakal lahirnya
pencerahan di dunia Eropa. Hingga
Abbasiyah
mengalami kemunduran, Masalah pendidikan selalu menjadi perhatian khalifah dan
orang-orang kaya, seperti
menyediakan
sarana dan prasaran pendidikan terutama perpustakaan, gedung madrasah, dan
membantu para siswa (murid) untuk
beiaya
pendidikan secara gratis, yang pada akhirnya didirikan Madrasah Nizamiyah
(457-459H-1065-1069M) oleh Nizham al-Muluk
pada masa Malik
Sah khalifah Bani Abbasiyah dari dinasti Turki Saljuk, di Baqdad. Saat itu para
pelajar (murid) yang tinggal
diasrama diberi
belanja secukupnya dari uang negara yang tidak sedikit. Saat itu para siswa
sangat setia dan mendukung
Khalifah dengan
bersma mengembangankan mazhab Ahlusunnah (Sunni). [31]
Perkembangan
pendidikan Islam di Spanyol (711-1492 M). Faktor pendukungnya; 1) dukungan
penguasa yang cinta ilmu pengetahuan
dan berwa wasan
kedepan. 2) Banyaknya berdiri sekolah dan PT dibeberapa kota Spanyol (Cordova,
Sevilla, Malaga, dan Granada).
3) Banyaknya
para sarjana Muslim dari berbagai penjuru wilayah islam dengan membawa berbagai
buku dan wa wasan demi
perkembangan
budaya Islam. 4)Adanya persaingan positif Abba siyah Bagdad dengan Umaiyah
Spanyol dibidang Ilmu pengetahuan dan
pera daban
(Univ. Nizamiyah di Bagdad – Cordova di Spanyol) 5) pemerintah men subsidi
pendidikan dengan murahnya buku-buku
bacaan, adanya
insentif dengn emas terhadap para penulis dan penerjemah buku, dan subsidi
makanan pokok.
Perkembangan
pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia (827-1194 M). Faktor pendukungnya ;
1) Para penguasa muslim adalah
orang pencinta
ilmu pengetahuan berwawasan luas. Mereka mengirim siswa-siswa berbakat untuk
untukl belajar di Universitas2
terkemuka di
dunia Islam. 2) Menggaji para dosen, guru, peneliti, penulis, dan ilmuwan. 3)
Membebaskan para dosen, peneliti,
penulis,
ilmuwan dari dari wajib militer. 4)Migrasi para ilmuwan, peneliti, dosen dan
guru dari berbagai penjuru dunia Islam
kesisilia,
karena tertarik dengan tunjangan gaji yang memadai. [32]
Di Madrasah
Nizamiyah mempunyai manajemen modern yang bagus, sistem pendanaan, Guru-Guru di
gaji selama masa jabatannya,
perpustakaan
lengkap, asrama, dan makanan untuk siswa, biaya sekolah gratis, dan kurikulum
ditetapkan oleh pemerintah Bagdad.
Guru-Guru yang
terkenal di Madrasah Nizamiyah a.l: Abu Ishak Al-Syirazi (w.476H-1083M), Abu
Nashr Al-Shabbagh (w.477H-1084M),
Abu Qashim
Al-A’lawi (w.482H-1089M),Abu Abdullah Al-Thabari (w.495H-1101M), Abu Hamid
Al-Ghazali (w.505H-1111M), Radliyud Din
al-Qazwaini
(w.575H-1179M), Al-Firuzabadi (w.817H-1414M)
Kehidupan Murid
dan mahasiswa pada masa Al-Ma’mun dirtandai dengan integrasi dimensi ilmiah dan
rohaniah. Kemajuan
intelektual
didorong oleh kehidupan yang tekun, kritis, kreatif, dan imajinatif. Adapun
kepopuleran seorang tokoh disebabkan
oleh karya
nyata dan jasa para murid berikutnya yang mencintai karya-karya sang Guru.
Kondisi itu sampai sekarang masih ada
yang berjalan
terus. Seperti model pembelajaran halaqah masih ada di pedesaan, yang putus
seperti Guru tidak lagi membuat
diktat sendiri.
Semangat menuntut Ilmu keluar negeri masih terus berjalan, namun sangat
terbatas dan memalui seleksi, dan
sekarang cukup
mahal jika atas biaya sendiri. [33]
Kehudpan Guru
dan Murid pada masa Khalifah al-Ma’mun (813-833 M) adalah Guru memiliki
kebebasan memilih materi bagi Murid-
muridnya dalam
proses balajar mengajar, dan tercipta hubungan hamrmonis guru dengan murid dan
toleransi sehingga mempercepat
berkembangnya
ilmu pengetahuan, kemudian lahirnya Imam-imam Mazhab seperti Muhammad ibnu
Idris Asy-Syafi’i (767-820 M), dan
Ibnu Hambal
(780-955 M). Demikian pula dalam rekrutmen Murid dengan bebas, terbuka,
kesetaraan dengan memberikan kesempatan
seluas-luasnya
bagi kepada Murid yang tidak mampu dan yatim piatu serta beasiswa di para
dermawan, para ulama, dan penguasa
kepada mereka.
Dengan demikian berdampak positif terhadap pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan peradaban. [34]
Masa Al-Ma’mun,
beberapa Murid/Mahasiswa yang produkti antara lain: Jabir Ibnu Hayyan (721-815)
ahli Kimia, Abu Nawas (747-
815) ahli
Syair, Imam syafi’i (767-820) ahli Fiqh, Muhammad Ibnu Umar Al-Waqidi (748-823)
ahli sejarah, fiqh, dan hadits.
Ibnu Hisyam (w.
834)ahli sejarah. Al-Nazzam (801-835) ahli Teologi, Ahmad bin Hambal (780-855)
ahli fiqh, Ibnu Sa’id (w. 834)
ahli sejarah,
muhammad Ibnu Sa’id (784-845) Sejarah, Hjadits. Al-Khawarizmi (780-847)
Astronomi, Abu Al-Huzail Al’Allaf (752
-849) Teologi
Mu’tazilah, Ishaq Al-Mawshili (767-850) ahli syair, penyanyi. Al-Jahizh
(776-869) Sastra. Imam Bukhari (810-
870) ahli
Hadits, Hunayn Ibnu Ishaq (809-873) ahli fisika dan kedokteran. [35]
Sedangkan Tokoh
pendidik (Guru) pada masa Al-Ma’mun, antara lain; Abdul Abbas Abdullah
Al-Ma’mun (783-833M), Muhammad Ibnu
Musa
Al-Hawarizmi (780-850 M), Al-Kindi (809-866 M). [36]
Dengan demikian
bahwa peserta didik (Murid) pada zaman keemasan Islam telah mendapatkan
pelayanan dan perhatian yang
sungguh-sungguh
dari ulama, hartawan dan penguasa. Para Ulama (Guru) memberi keleluasaan dalam
belajar. Mereka menganggap
mengajar
hanyalah kewajiban setiap Muslim. Mereka tidak menuntu adanya gaji yang harus
diterima. Murid harus datang ke
lembaga
pendidikan atas keinginan sendiri meskipun itu atas biaya pemerintah atau badan
waqaf. Murid juga boleh memilih
tinggal di
lingkungan lembaga pendidikan atau kembali ke rumah mamsing-masing. Murid tidak
diperkenankan membedakan tingkat
sosial dalam
prodses pendidikan. Mereka harus berkumpul dalam tempat yang sama dan
memperoleh pendidikan yang sama pula.
3. Kehidupan
Guru dan Murid Priode Modern (1250M -Sekarang)
Pembaharuan
Pendidikan Islam di Eropa bermula ketika Dinasti Turki Usmani (1299-1924M) oleh
Usman bin Ortogal, yaitu ketika
Sultan Alauddin
II berkuasa. Begitu pula di Afrika. Pembaharuan Pendidikan Islam di Mesir oleh
Muhammad Abduh (1848-1905M).
Ia belajar dari
Thanta kemudian ke al-Azhar, Dar Al-Ulum, dan ke Khedevi, Beliau Murid
Jamaluddin Al-Afghani.
Gagasan Islamisasi
Ilmu Pengetahuan dan implikasinya dalam Pendidikan di dunia modern oleh Ismail
Raji Al-Faruqi (lahir di
Jaffa
Palestina, 1921 alumni The American Universcity, Ia Guru besar Sejarah
agama-Agama Islam di beberpa Negara, Syekh
Muhammad Naquib
Al-Attas, Abdul Hamid abu sulaiman, Sayed Husein Nasr, Fazlurrahman, dan
Zainuddin Sardar. Implikasinya pada
aspek Pendidik
(Guru) adalah ditempatkan pada posisi yang selayaknya, artinya kompetensi dan
profesionalitas yang mereka
miliki dihargai
sebagaimana mestinya. Menurut Al-Faruqi, tidak selayaknya para pendidik (Guru)
mengajar dengan perinsip
keikhlasan,
tetapi pendidik harus diberikan honorarium sesuai dengan keahliannya. Aplagi
bagi Guru (dosen) tamu, ia harus
dihargai lebih
tinggi dari Guru sendiri. [37]
Pendidik atau
Guru di Era Modern . Pendidik diera (modrn) ini tidak banyak lagi yang
mempersepsikan dirinya sebagai pengemban
amanat yang
suci dan mulia, mengembangkan nilai-nilai multi potensi anak didik (murid),
tetapi mempersepsikan dirinya sebagai
seorang petugas
semata yang mendapatkan gaji baik dari negara, maupun organisasi swasta dan
mempunyai tanggung jawab tertentu
yang harus
dilaksanakan.. Bahkan terkadang timbul muncul sifat egoisme ketia Guru akan
melaksanakan tugasnya termotivasi oleh
sifat
materialis dan pragmatis yang tidak lagi dilandasi oleh rasa keikhlasan
panggilan mengembangkan fitrahnya dan fitrah
muridnya....
Dan sebagai dampaknya, terbukti dari produktivitas pendidikan banyak melahirkan
siswa (murid) dan sarjana cerdas
dan trampil,
tetapi juga masih banyak yang tawuran, perkelahian, pemerkosaan, sarjana
berdasi yang korupsi, menindas, mencuri
hak rakyat,
meskipun tidak semuanya demikian. [38]
Di sisi lain,
salah satu dampak kehidupan sosial Guru dan Murid, terlihat dan terasa komitmen
Murid terhadap Guru sekarang
memudar, bahkan
tidak jelas lagi, (tidak seperti masa Al-Ma’mun), bahwa siapa sebenarnya yang
menjadi Guru si Fulan.
Kkebanyakannya
murid / mahasiswa sekarang hanya merasa dia telah lulus dari sekolah Anu, bukan
merasa telah menguasai suatu
Ilmu dari Guru
/ dosen tertentu. Dengan demikian untuk membangun kembali citra kehidupan
sosial , hubungan Islamiyah dan
tradisi
keilmuan perlu dilakukan harmonisasi secara sinergi antara Guru/Dosen ,
Murid/Mahasiswa, dan lingkungan hidup dengan
mengurangi
motivasi material dalam melaksanakan tugas kependidikan dalam Islam.
D. PENUTUP /
KESIMPULAN
Keadaan
Kehidupan Guru dan Murid dalam arti karakter, semangat kerja, frofesionalisme,
finansial, jaminan kehidupan, baik
secara moril
maupun material, sejak masa Kepemimpinan Rasulullah dengan para Sahabat sungguh
suasana kehidupan yang sangat
sederhana dan
bersahaja, yang terpenting menjunjung perintah Allah dengan semangat jihad dan
bimardhatillah. Demikian pula
kehidupan Murid
( Sahabat dan umat ) saat itu, hingga pada masa Khulafaur Rasyidin, kehidupan
mereka dalam mengajar dan
belajar
menuntut ilmu juga benar-benar karena menjungjung perintah Allah, hingga akhir
Priode klasik ( ber akhirnya daulah
Umaiyah sekitar
750 M).
Pada zaman
keemasan Islam masa Khalifah Abbasiyah, aspek pendidikan semakin mendapat
prerhatian dari penguasa dan berbagai
pihak.
Kehidupan Guru dan Murid semakin mendapat perhatian baik finansial material,
maupun jaminan sosial . Meski demikian,
Guru dan Murid
tetap mereka menganggap bahwa belajar mengajar hanyalah kewajiban setiap
Muslim. Tetapi Penguasa ketika itu
telah
memperhatikan dan mengakomodirnya.
Diera modern
ini, keadaan kehidupan Guru dan Murid mengalami perubahan dalam arti relatif.
Pada tataran material dan finasial
bagi Guru telah
diatus secara khusus oleh negara, sementara pihak Murid masih ada terbebani dengan
berbagai dalih biaya ini
dan biaya itu.
Tetapi yang jelas tidak banyak lagi yang mempersepsikan dirinya sebagai
pengemban amanat yang suci dan mulia,
bahkan
terkadang timbul sifat egoisme sebagian Guru ketika akan melaksanakan tugasnya
termotivasi oleh sifat materialis dan
pragmatis yang
tidak lagi dilandasi oleh rasa keikhlasan.
Disatu sisi
kehidupan sosial Guru dan Murid di era modern ini, terlihat dan terasa memudar,
tidak lagi menjadi suatu yang
berharga bahwa
si A adalah Guru si B, dan Si C adalah murid Si D. Yang terasa hanya Alumni
almamater A dan almamater B,
memperoleh
gelar A dan gelar B. Kondisi modern ini diharapkan segera terhapus dan kembali
Pencitraan kehidupan Guru dan Murid
seperti masa
kejayaan Imam Mazhab dan Cedekiawan Muslim.
Guru dan Murid dalam konsepsi islam
Reviewed by asarisolid
on
4:29 PM
Rating:
Kenapa tidak ada footnote nya
ReplyDelete