Budi Pekerti
Secara
umum Budi Pekerti berarti moral dan kelakuan yang baik dalam menjalani
kehidupan ini.Ini adalah tuntunan moral yang paling penting untuk orang Jawa
tradisional. Budi Pekerti adalah induk dari segala etika ,tatakrama, tata
susila, perilaku baik dalam pergaulan , pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.
Pertama-tama budi pekerti ditanamkan oleh orang tua dan keluarga dirumah,
kemudian disekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak
langsung.
Pada
saat ini dimana sendi-sendi kehidupan
banyak yang goyah karena terjadinya erosi moral,budi pekerti masih relevan dan
perlu direvitalisasi.
Budi Pekerti
yang mempunyai arti yang sangat jelas dan sederhana, yaitu : Perbuatan(
Pekerti) yang dilandasi atau dilahirkan oleh Pikiran yang jernih dan baik (
Budi). Dengan definisi yang teramat gamblang dan sederhana dan tidak
muluk-muluk, kita semua dalam menjalani
kehidupan ini semestinya dengan mudah dan arif dapat menerima tuntunan budi
pekerti.
Budi
pekerti untuk melakukan hal-hal yang patut, baik dan benar.Kalau kita berbudi
pekerti, maka jalan kehidupan kita paling tidak tentu selamat, sehingga kita
bisa berkiprah menuju ke kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada
dalam koridor perilaku yang baik.
Sebaliknya,
kalau kita melanggar prinsip-prinsip budi pekerti, maka kita akan mengalami
hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan, seperti tidak disenangi/
dihormati orang lain, sampai yang berat seperti : melakukan pelanggaran hukum
sehingga bisa dipidana.
Penanaman Budi
Pekerti
Esensi
Budi Pekerti, secara tradisional mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik
dirumah maupun disekolah, kemudian berlanjut dalam kehidupan dimasyarakat. Dirumah
dan keluarga Sejak masa kecil dalam bimbingan orang tua, mulai ditanamkan
pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng,
dolanan/permainan anak-anak yang merupakan cerminan hidup bekerjasama dan
berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.
Berperilaku
yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap anak selanjutnya.
Dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang yang lebih tua,
misalnya : jalan sedikit membungkuk jika berjalan didepan orang tua dan dengan
sopan mengucap : nuwun sewu( permisi), nderek langkung ( perkenankan lewat
sini).
Selain
berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama,
apakah itu bahasa halus ( kromo) atau ngoko ( bahasa biasa). Bahasa Jawa yang
bertingkat bukanlah hal yang rumit, karena unggah ungguh basa( penggunaan
bahasa menurut tingkatnya) adalah sopan santun untuk menghormat orang lain.
Bahasa
kromo dan ngoko
Pada dasarnya
ada dua tingkatan dalam bahasa Jawa,yaitu : Kromo, bahasa halus dan ngoko,
bahasa biasa. Bahasakromo dipakai untuk menghormat orang tua atau orang yang
perlu dihormat, sedangkan ngoko biasanya dipakai antar teman.
Semua kata yang
dipakai dalam dua tingkat bahasa tersebut berbeda, contoh :
Bahasa
Indonesia : Saya mau pergi.
Kromo : Kulo bade kesah.
Ngoko : Aku arep lunga.
Dalam
percakapan sehari-hari, orang tua kepada anak memakai ngoko, sedang anaknya
menggunakan kromo. Dalam pergaulan dipakai pula bahasa campuran yang memakai
kata-kata dari kromo dan ngoko dan ini lebih mudah dipelajari dalam praktek dan
sulit dipelajari secara teori.
Ora ilok, suatu
kearifan
Orang tua zaman
dulu sering bilang : ora ilok,artinya tidak baik, untuk melarang anaknya.Jadi
anak tidak secara langsung dilarang, apalagi dimarahi.Ungkapan tersebut
dimaksudkan , agar si anak tidak melakukan perbuatan yang tidak sopan atau
mengganggu keharmonisan alam. Misalnya ungkapan : Ora ilok ngglungguhi bantal,
mengko wudhunen (Tidak baik menduduki bantal , nanti bisulan). Maksudnya supaya
tidak menduduki bantal, karena bantal itu alas kepala. Meludah sembarang tempat
atau membuang sampah tidak pada tempatnya, juga dibilang ora ilok, tidak baik.
Tempo dulu, orang tua enggan menjelaskan, tetapi sebenarnya itu merupakan
kearifan. Lebih baik melarang dengan arif, dari pada dengan cara keras.
Tembang yang
bermakna
Pada dasarnya,
pendidikan informal dirumah, dikalangan keluarga adalah ditujukan kepada
harapan terbaik bagi anak asuh. Coba perhatikan ayah atau ibu yang
meninabobokkan anak dengan kasih sayang melantunkan tembang untuk menidurkan
anak , isinya penuh permohonan kepada Sang Pencipta, seperti tembang : Tak
lelo-lelo ledung, mbesuk gede pinter sekolahe, dadi mister, dokter, insinyur. (
Sayang, nanti sudah besar pintar sekolahnya, jadi sarjana hukum, dokter atau
insinyur).
Atau doa
dan permohonan yang lain : Mbesuk gede,
luhur bebudhene,jumuring ing Gusti, angrungkubi nagari ( Bila sudah dewasa
terpuji budi pekertinya, mengagungkan Tuhan dan berbakti kepada negara).
Pendidikan
tradisional zaman dulu mengandung kesabaran, nerimo ing pandhum, pasrah, ayem
tentrem, tansah eling marang Pangeran ( selalu dengan sabar menerima dan
mensyukuri pemberian Tuhan, pasrah. Pengertian pasrah adalah tekun berusaha dan
menyerahkan keputusan kepada Tuhan.Hati tenang tentram, selalu ingat kepada
Tuhan).Perlu digaris bawahi bahwa kepercayaan orang Jawa tradisional kepada
Tuhan itu sudah mendarah daging sejak masa kuno, sehingga anak-anak Jawa sejak
kecil sudah sering mendengar kata-kata orang tua : Kabeh sing neng alam donya
iku ana margo kersaning Gusti. ( Semua yang ada didunia ini ada karena kehendak
Tuhan).Sehingga bagi orang Jawa tradisional, apapun yang terjadi, akan selalu
pasrah dan mengagungkanGusti/Tuhan. Itu sudah menjadi watak bawaan yang
mendarah daging.
Biasanya ketika
anak mulai berumur lima tahunan, secara naluri mulai diterapkan ajaran
unggah-ungguh, sopan santun, etika, menghormati orang tua dan orang lain.
Inkulturisasi, penanaman etika ini sangat penting karena menjadi dasar supaya
si anak hingga dewasa dapat membawa diri dan diterima dalam pergaulan
dimasyarakat, mampu bersosialisasi dan punya budaya malu. Punya sikap
mendahulukan kepentingan orang lain, peka dan peduli kepada sekeliling dan
lingkungan. Punya kebiasaan hidup rukun dan damai, penuh kasih sayang dan
hormat dilingkungan keluarga dan masyarakat. Penanaman sikap sejak dini ini
penting karena akan merasuk dalam rasa, sehingga kepekaannya tidak mudah
hilang.
Peduli
Lingkungan
Pendidikan yang
mengarah kepada peduli dan kasih terhadap lingkungan dan alam, juga sudah
dimulai sejak usia belia.Anak-anak diberi pengertian untuk tidak bersikap sewenang-wenang
kepada binatang dan tanaman dan juga menjaga kebersihan alam, tidak merusak
alam.
Anak kecil yang
dirumahnya punya binatang peliharaan seperti anjing, kucing, burung, selalu
diberitahu oleh orang tuanya untuk merawat nya dengan baik, memberi makan yang
teratur, dijaga kebersihannya, kandangnya juga bersih dan tidak boleh diperlakukan dengan
sewenang-wenang dan justru harus dilindungi dan dikasihi.
Tanaman dan
pepohonan juga harus dirawat dengan baik, disiram setiap sore, kadang-kadang
diberi pupuk, dijaga supaya tumbuh subur dan sehat dan cantik penampilannya
,sehingga enak dipandang.
Tanaman yang
dirawat akan membalas kebaikan kita, daunnya, , bunganya, buahnya, kayunya,
akarnya, bisa memberi faedah yang berguna.
Bumi tempat
kita berpijak, juga harus dilindungi, diurus yang baik, jangan asal saja
menggali-gali tanah ,kalau memang tidak ada tujuan yang bermanfaat.Sumber air
juga harus dijaga, tidak boleh dikotori.
Prinsipnya,
kita harus dengan sadar dan sebaik-baiknya merawat, menggunakan dan mensyukuri
semua pemberian alam dan Sang Pencipta.
Pendidikan
formal
Selain
pendidikan non-formal yang berkembang dan berpengaruh positif, pendidikan
formal tentu saja mempunyai peran sangat penting.Anak dididik supaya cerdas dan
punya budi pekerti.
Sejak ditaman
bermain/Play group, TK,SD, anak diperkenankan
dan dibiasakan bersosialisasi, ditanamkan etika, sopan santun,
kebersihan, rasa kebersamaan, rasa kebersamaan dialam sebagai satu kesatuan
kosmos, ditanamkan rasa solidaritas dan kasih sayang demi keselarasan,
keseimbangan dan perdamaian.
Tentu juga
diajarkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam tradisi dan adat istiadat.
Dimasa
penjajahan dulu, sekolah-sekolah pribumi seperti Taman Siswa, menanamkan
pendidikan yang penuh dengan semangat juang dan nasionalisme, persatuan dan
kesatuan dalam melawan penjajah.
Etika Pergaulan
Sebagai bangsa
yang berbudaya, sebaiknya semua pihak menampilkan sikap yang santun dalam
pergaulan, membuat orang lain senang, dihargai. Orang itu senang bila dihargai,
disapa dengan kata-kata yang baik, termasuk wong cilik, orang ekonomi
lemah.Wong cilik akan santun kepada orang yang menghargai mereka. Orang santun,
meski derajatnya tinggi, tidak sombong, ini orang yang berbudaya.Orang yang
berperilaku baik, berbahasa baik, berbudi baik, selain dihargai orang lain,
secara pribadi juga untung, yaitu akan mengalami peningkatan taraf kejiwaannya,
mengalami kemajuan batiniah.
Pelajaran dari
cerita wayang
Cerita yang
bersumber dari pewayangan juga penting untuk pendidikan budi pekerti secara
umum.
Bagi orang Jawa
tradisional, apa yang dikisahkan dalam wayang adalah merupakan cermin dari
kehidupan, oleh karena itu wayang sangat populer di Jawa sampai saat ini.
Pelajaran yang
bisa ditarik dari pewayangan adalah , antara lain :
Didunia ini ada
baik dan jahat, pada akhirnya yang baik yang menang, tetapi setiap saat yang
jahat akan berusaha untuk menggoda lagi.
Ikutilah contoh
dari sikap hidup Pandawa, lima satria putra Pandu yaitu Yudistira, Bima,
Arjuna, Nakula, Sadewa dan satria-satria yang lain yang mempunyai watak luhur,
jujur, sopan. Mereka berjuang demi kebenaran, untuk kesejahteraaan rakyat dan
negara. Mereka dengan tekun dan ikhlas mendalami spiritualitas, kebatinan.
Mereka menggunakan kemampuan, kesaktiannya untuk tujuan yang mulia. Satria itu
orang yang berbudi pekerti, berwatak luhur dan bertanggung jawab.
Jangan
mencontoh sikap para Korawa,seratus orang putra Destarata,yaitu Duryudana dan
adik-adiknya beserta kroni-kroninya. Mereka itu tidak jujur, serakah mencari
kekayaan materi dan kekuasaan, sikapnya kasar, tidak sopan, culas.Mereka
digambarkan sebagai raksasa. Raksasa dalam bahasa Jawa adalah Buto artinya
buta, tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat, yang salah dan yang
benar.
Dari epoch
Ramayana, Prabu Rama, Anoman dan anah buahnya punya watak satria luhur,
sebaliknyaRahwana, Sarpakenaka adalah raksasa-raksasa yang rakus dan keji,
tanpa rasa kemanusiaan.
Penghuni Alam
Raya ini tidak hanya manusia, hewan dan mahluk yang kasat mata, tetapi juga ada
mahluk-mahluk lain yang biasanya disebut mahluk halus, ada yang baik dan ada
yang jahat wataknya.
Ada alam
Kadewatan yang dihuni dewa dewi yaitu di Kahyangan. Penguasa Jagat Raya adalah
Sang Hyang Wenang yang dalam pelaksanaannya memberi wewenang kepada Batara
Guru.
Dalam hidupnya
manusia selalu mensyukuri berkah dan anugerah Tuhan, selalu berdoa dan mengagungkan
Tuhan, Sang Pencipta.Garis kehidupan manusia sesuai ketentuan yang diketahui
dan diizinkan Tuhan.Titah bisa berkomunikasi dengan Sang Penguasa Jagat Raya,
Tuhan melalui perantaraan dewa dewi ataupun secara langsung. Ini tentu
merupakan anugerah Gusti kepada titahnya yang terpilih, tidak sembarang
orang.Pemberitahuan Ilahi juga bisa diterima melalui wahyu secara langsung
ataupun lewat mimpi.Dalam cerita wayang, seseorang bisa dikontak oleh utusan
Kahyangan setelah bertapa ditempat yang sepi untuk beberapa saat(.Dewa-dewi
dalam pengertian lain bisa disebut
Malaikat atau Angels).
Manusia yang
sudah diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan dibumi ini oleh Sang
Pencipta, tidak layak kalau menyia-nyiakan hidupnya. Dia harus menjadi manusia
yang berbudi pekerti, melaksanakan darma anak manusia untuk memayu hayuning
bawana . ( Melestarikan bumi dan mempercantik kehidupan dibumi.)
.
Legenda
–legenda tanah Jawa menggambarkan :
Adanya
raja-raja dan penguasa yang adil dan tidak adil;ada yang baik, bijak, tetapi
ada juga yang bengis dan kejam.’
Kejujuran dan
kelicikan.
Pahlawan dan
pengkhianat
Negeri aman,
adil makmur dan negeri yang serba semrawut dan kacau.
Kekuasaan untuk
rakyat dan penyalahgunaan kekuasaan.
Masyarakat adil
makmur tata tentram kerta raharja adalah suasana kehidupan masyarakat yang
didambakan orang Jawa.
Tatakrama dan
Tata Susila
Tatakrama dan
Tata Susila juga tak terlepas dari budi pekerti. Berlaku sopan, bertatakrama
yang meliputi sikap badan, cara duduk, berbicara dll. Misalnya dengan orang tua
berbahasa halus/kromo, dengan teman berbahasa ngoko. Bahasa Jawa memang unik,
dengan mudah bisa menunjukkan sifat tatakrama seseorang.
Menghormati
orang tua, guru, pinisepuh adalah wajib, tetapi tidak berarti yang muda tidak
dihormati. Hormat kepada orang lain itu satu keharusan.
Itu kesemuanya
termasuk dalam Tata Susila- etika moral, yang juga meliputi :
Jujur, tidak
menipu, welas asih kepada sesama. Berkelakuan baik tidak melakukan Mo Limo,
yaitu : Main/berjudi; madon/ main perempuan atau selingkuh;mabuk karena minuman
keras;madat menggunakan narkoba dan maling .Tentu saja tindakan jahat yang lain
seperti membunuh, menista, mengakali,memeras, menyuap, melanggar hukum dan
berbuat kejam ,harus tidak dilakukan.
Berperilaku
baik dengan menghindari perbuatan salah, supaya nama baik tetap terjaga dan
supaya tidak kena malu.Terkena malu bagi orang Jawa tradisional adalah
kehilangan kehormatan.Ada pepatah Jawa menyatakan : Kehilangan semua harta milik itu tidak kehilangan
apapun; kehilangan nyawa artinya kehilangan separoh hidup kita; tetapi kalau
kehilangan kehormatan artinya kehilangan semuanya.
Memelihara
kerukunan, bebas dari konflik diantara keluarga, tetangga, kampung, desa,
selanjutnya ditingkat negara dan dunia, dimana hubungan harmonis antar manusia
teramat penting. Kerusakan dan kekacauan yang timbul didunia ini, yang paling
besar adalah dikarenakan oleh sikap manusia’Ingatlah pepatah : Rukun agawe santoso
artinya : Rukun membuat kita sehat kuat.
Bersikap sabar,
nrimo artinya menerima dengan ikhlas dan sadar jalan kehidupan kita dan tidak
perlu iri kepada sukses orang lain Ingin hidup sukses harus berusaha dengan
keras dan rajin dan mohon restu Tuhan, hasilnya terserah Tuhan.
Tidak bersikap
egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Ada petuah : Sepi ing pamrih, rame
ing gawe.artinya bertindak tanpa pamrih dan selalu siap bekerja demi
kepentingan masyarakat dan kesejahteraan
umat.Sikap yang demikian ,mudah menimbulkan tindakan ber-gotong royong, baik
dalam lingkungan kecil maupun besar.
Gotong Royong
adalah kerjasama saling membantu dan hasilnya sama-sama dinikmati. Ini bisa
berlaku diskop kecil seperti antar tetangga kampung yang merupakan kebiasaan
yang sudah berjalan sejak masa kuno. Yang digotong royongkan antara lain :
sama-sama membersihkan jalan desa, memperbaiki pra sarana seperti jalan desa,
saluran air, balai desa dsb.Ada juga yang bergotong royong ramai-ramai
membangun rumah seorang warga dll. Jadi pada intinya gotong royong adalah
kerjasama antar beberapa pihak yang menghasilkan nilai lebih dipelbagai bidang
yang dikerjakan bersama tersebut. Dasar gotong royong adalah sukarela dan untuk
kepentingan bersama yang meliputi bidang-bidang perawatan, pembangunan,
produksi dll.Tiap peserta akan menangani bidang pekerjaan yang merupakan
kemahirannya dan itu akan bersinerji dengan ketrampilan peserta lain dan
“proyek” akan berjalan lancar.Berdasarkan pengalaman yang sukses dari gotong
royong lingkup kecil, gotong royong bisa
dipraktekkan berupa sinerji yang berskala nasional, regional ,bahkan
internasional.
Kembali ke Budi
Pekerti
Pada saat
keprihatinan melanda kehidupan dinegeri tercinta ini dan itu sebab pokoknya
adalah kemerosotan moral dan hukum yang sulit ditegakkan , kebenaran diplintir
, rasa malu hilang entah kemana, mana yang
baik mana yang buruk dikaburkan, tata susila tak diperhitungkan.Lalu
dimana pula kejujuran?Yang lagi ngetrend pada saat ini adalah janji-janji,
terutama janjinya para politikus. Ini katanya zaman krisis multi dimensi, kalau
orang dulu bilang : Ini zaman edan !
Dalam keadaan
sulit seperti apapun, tentu ada jalan keluarnya, tidak semua orang bersifat
jelek, tidak semua pemimpin lupa diri,
ada masih anak bangsa yang berkwalitas, jujur, pandai, trampil,
trengginas,berani hidup sederhana, dalam perilaku dan tindakannya didasari
nurani dan berkah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang . Inilah anak bangsa,
satria bangsa yang mumpuni dan akan mrantasi gawe, mengentaskan bangsa dan
negara ini dari keterpurukan dan membawa kekehidupan yang lebih baik ,
sejahtera, aman, adil dan makmur.
Kalau kita
merenung dengan hening, berbicara dengan nurani, tiada sedikit keraguan bahwasanya Budi Pekerti yang
sarat dengan ajaran luhur moral dan etika dan kepasrahan kepada Tuhan,
merupakan resep mujarab supaya bangsa dan negara terlepas dari segala keruwetan
yang dihadapi ( Ngudari ruwet rentenge bangsa lan negara ).
Krisis yang
dihadapi akan ditanggulangi dengan baik bila kita semua, terutama mereka yang
menjadi pemimpin, priyayi, birokrat, dengan sadar dan mantap, melaksanakan
semua tindakan dengan dasar budi pekerti.
Budi Pekerti
yang merupakan kearifan lokal, pada dasarnya mengandung nilai-nilai universal.
Budi Pekerti
akan membangkitkan kepribadian yang berkwalitas : tanggap ( peka), tatag (
tahan uji), dan tanggon ( dapat diandalkan).
Budi pekerti
terdiri dari dua kata yaitu Budi dan Pekerti. Budi yang berarti sadar atau yang
menyadarkan atau alat kesadaran. pekerti berarti kelakuan.
secara
etimologi Jawa budi berarti nalar, pikiran atau watak. sedangkan pekerti
berarti penggawean, watak, tabiat atau akhlak.
dalam bahasa
Sanskerta Budi berasal dari kata Budh, yaitu kata kerja yang berarti sadar,
bangun , bangkit (kejiwaan). Budi adalah penyadar, pembangun, pembangkit. budi
adalah ide-ide. Pekerti dari akar kata kr yang berati bekerja, berkarya,
berlaku, bertindak (keragaan). pekerti adalah tindakan- tindakan.
kata Budi
pekerti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tingkah laku, perangai,
akhlak. Budi pekerti mengandung makna perilaku yang baik, bijaksana, serta
manusiawi. Di dalam perkataan itu tercermin sifat, watak seseorang dalam
perbuatan sehari-hari. Budi pekerti sendiri mengandung pengertian yang positif,
namun mungkin pelaksanaannya yang negatif. Penerapannya tergantung pada
manusia. Budi pekerti didorong oleh kekuatan rohani manusia yakni pemikiran, rasa
, dan karsa yang akhirnya muncul menjadi perilaku yang dapat terukur dan
menjadi kenyataan dalam kehiduapan.
Ada juga yang
berpendapat bahwa budi pekerti atau
moral dalam pengartian yang terluas adalah pendidikan. dengan kata lain budi
pekerti mempelajari arti diri sendiri (kesadaran diri) dan penarapan dari arti
itu dalam bentuk tindakan. penerapan tindakan berarti memperoleh
pengalaman dunia nyata atau lingkungan
hidup yang dangat berperan dalam pembelajaran budi pekerti.
referensi:
Endarswara,
Suwardi, 2003, Budi Pekerti dalam Budaya Jawa, Yogyakarta: Hanindata Graha
Widya.
Mulder Neils,
1980, Pribadi dan Masyarakat Jawa, Jakarta: Sinar Harapan.
Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2001, Yogyakarta: MLPTS.
Pendidikan Budi
Pekerti. Pentingnya nilai akhlak, moral serta budi luhur bagi semua warga
negara kiranya tidak perlu diingkari. Negara atau suatu bangsa bisa runtuh
karena pejabat dan sebagian rakyatnya berperilaku tidak bermoral.
Perilaku amoral
akan memunculkan kerusuhan, keonaran, penyimpangan dan lain-lain yang
menyebabkan kehancuran suatu bangsa. Mereka tidak memiliki pegangan dalam
kehidupan bernegara dan berbangsa. Oleh karena itu, nilai perlu diajarkan agar
generasi sekarang dan yang akan datang mampu berperilaku sesuai dengan moral
yang diharapkan.
Terwujudnya
manusia Indonesia yang bermoral, berkarakter, berakhlak mulia dan berbudi
pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan manusia Indonesia yang kemudian
diimplementasikan ke dalam tujuan pendidikan nasional.
Pengertian
Pendidikan Budi Pekerti
Pada
hakekatnya, pendidikan budi pekerti memiliki substansi dan makna yang sama
dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Pengertian
pendidikan budi pekerti menurut Haidar (2004) adalah usaha sadar yang dilakukan
dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam
sikap dan prilaku peserta didik agar memiliki sikap dan prilaku yang luhur
(berakhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi
dengan Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan.
Tujuan
pendidikan Budi Pekerti adalah untuk mengembangkan nilai, sikap dan prilaku
siswa yang memancarkan akhlak mulia/budi pekerti luhur (Haidar, 2004). Hal ini
mengandung arti bahwa dalam pendidikan Budi Pekerti, nilai-nilai yang ingin
dibentuk adalah nilai-nilai akhlak yang mulia, yaitu tertanamnya nilai-nilai
akhlak yang mulia ke dalam diri peserta didik yang kemudian terwujud dalam
tingkah lakunya.
Penerapan
Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah
Secara teknis,
penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah setidaknya dapat ditempuh melalui
empat alternatif strategi secara terpadu.
1. Strategi pertama ialah dengan
mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan budi pekerti yang telah dirumuskan
ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama,
kwarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah).
2. Strategi kedua ialah dengan
mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di
sekolah.
3. Strategi ketiga ialah dengan
mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan
atau direncanakan.
4. Strategi keempat ialah dengan membangun
komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua peserta didik.
Berkaitan
dengan implementasi strategi pendidikan budi pekerti dalam kegiatan
sehari-hari, secara teknis dapat dilakukan melalui:
a. Keteladanan
Dalam kegiatan
sehari-hari guru, kepala sekolah, staf administrasi, bahkan juga pengawas harus
dapat menjadi teladan atau model yang baik bagi murid-murid di sekolah. Sebagai
misal, jika guru ingin mengajarkan kesabaran kepada siswanya, maka terlebih
dahulu guru harus mampu menjadi sosok yang sabar dihadapan murid-muridnya.
Begitu juga
ketika guru hendak mengajarkan tentang pentingnya kedisiplinan kepada
murid-muridnya, maka guru tersebut harus mampu memberikan teladan terlebih
dahulu sebagai guru yang disiplin dalam menjalankan tugas pekerjaannya.
Tanpa
keteladanan, murid-murid hanya akan menganggap ajakan moral yang disampaikan
sebagai sesuatu yang omong kosong belaka, yang pada akhirnya nilai-nilai moral
yang diajarkan tersebut hanya akan berhenti sebagai pengetahuan saja tanpa
makna.
b. Kegiatan spontan.
Kegiatan
spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan
ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku peserta
didik yang kurang baik, seperti berkelahi dengan temannya, meminta sesuatu
dengan berteriak, mencoret dinding, mengambil barang milik orang lain,
berbicara kasar, dan sebagainya.
Dalam setiap
peristiwa yang spontan tersebut, guru dapat menanamkan nilai-nilai moral atau
budi pekerti yang baik kepada para siswa, misalnya saat guru melihat dua orang
siswa yang bertengkar/berkelahi di kelas karena memperebutkan sesuatu, guru dapat
memasukkan nilai-nilai tentang pentingnya sikap maaf-memaafkan, saling
menghormati, dan sikap saling menyayangi dalam konteks ajaran agama dan juga
budaya.
c. Teguran.
Guru perlu
menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkannya agar
mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah
laku mereka.
d. Pengkondisian lingkungan.
Suasana sekolah
dikondisikan sedemikian rupa melalui penyediaan sarana fisik yang dapat
menunjang tercapainya pendidikan budi pekerti.
Contohnya ialah
dengan penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai budi
pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, dan aturan/tata tertib sekolah
yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga mudah dibaca oleh setiap
peserta didik.
e. Kegiatan rutin.
Kegiatan
rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus
dan konsisten setiap saat.
Contoh kegiatan
ini adalah berbaris masuk ruang kelas untuk mengajarkan budaya antri, berdoa
sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain,
dan membersihkan ruang kelas tempat belajar.
Hambatan dalam
penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah
Dalam
realitasnya antara apa yang diajarkan guru kepada peserta didik di sekolah
dengan apa yang diajarkan oleh orang tua di rumah, sering kali kontra produktif
atau terjadi benturan nilai.
Untuk itu agar
proses pendidikan budi pekerti di sekolah dapat berjalan secara optimal dan
efektif, pihak sekolah perlu membangun komunikasi dan kerjasama dengan orang
tua murid berkenaan dengan berbagai kegiatan dan program pendidikan budi
pekerti yang telah dirumuskan atau direncanakan oleh sekolah. Tujuannya ialah
agar terjadi singkronisasi nilai-nilai pendidikan budi pekerti yang di ajarkan
di sekolah dengan apa yang ajarkan orang tua di rumah.
Selain itu,
agar pendidikan budi pekerti di sekolah dan di rumah dapat berjalan searah,
sebaiknya bila memungkinkan orang tua murid hendaknya juga dilibatkan dalam
proses identifikasi kebutuhan program pendidikan budi pekerti di sekolah.
Dengan
pelibatan orang tua murid dalam proses perencanaan program pendidikan budi
pekerti di sekolah, diharapkan orang tua murid tidak hanya menyerahkan proses
pendidikan budi pekerti anak-anak mereka kepada pihak sekolah, tetapi juga
dapat ikut serta mengambil tanggung jawab dalam proses pendidikan budi pekerti
anak-anak mereka di keluarga.
Membahas Tentang Budi Pekerti
Reviewed by SDIT AR RAHMAN JATI AGUNG LAMPUNG SELATAN
on
6:58 AM
Rating:
No comments: