BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pernikahan
adalah ikatan yang sangat penting, karena mengatur dan menata pergaulan antara laki-laki
dan perempuan yang bukan muhrim, dengan ijab Kabul supaya pergaulannya syah. Setiap ada pernikahan selalu di barengi dengan resepsi pernikahan acara semacam
itu sudah dianggap lumrah dan telah membudaya bagi setiap lapisan masyarakat
manapun, hanya cara dan sistemnya saja yang berbeda, sedangkan maksud dan tujuan
yang terkandung dari mengadakan resepsi pernikahan itu tiada lain hanya untuk menunjukkan
rasa syukur atas pernikahan yang telah terjadi sebagai rasa bahagia yang
dinikmati bersama handaitaulan dan masyarakat
di sekitar lingkungan kita.
Perceraian berarti pemutusan ikatan perkawinan antara suami dan istri. Salah satu sebab perceraian adalah perselisihan atau pertengkaran suami-istri yang sudah tidak dapat di damaikan lagi, walaupun sudah didatangkan hakim (jurudamai)
dari pihak suami dan pihak istri.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana Rukun, Syarat dan Muharramat dalam
pernikahan?
2. Apa tujuan diadakan walimah?
3. Bagaimana pelaksanaan walimah ?
4. Apa sebab-sebab perceraian dalam Islam?
5. Apa macam-macam perceraian dalam Islam?
C.
Manfaat
Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui rukun, syarat dan muharramat
dalam pernikahan Islam.
2. Untuk mengetahui tujuan diadakan walimah.
3. Untuk mengetahui kapan pelaksanaan walimah.
4. Untuk mengetahui sebab-sebab perceraian dalam
Islam.
5. Dan untuk mengetahui macam-macam perceraian
dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pernikahan
Kata
dasar dari pernikahan adalah nikah.Kata nikah memiliki persamaan dengan kata
kawin. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu.
Dalam istilah syariat, nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian
untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta
menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar sukarela dan
persetujuan bersama, demi terwujudnya keluarga (rumah tangga) bahagia, yang
diridhai oleh Allah SWT. [1]
Nikah termasuk perbuatan yang telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW atau sunah rosul. Dalam hal ini, disebutkan
dalam hadist rasulullah SAW yang artinya :“dari
Anas bin Malik r.a., bahwasanya Nabi SAW memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya,
beliau bersabda, ‘Akan tetapi aku salat, tidur, berpuasa, makan, dan menikahi
wanita, barangsiapa yang tidak suka dengan perbuatanku, maka dia bukanlah dari
golonganku.” (H.R. Bukhari dan
Muslim)
1.
Rukun
Nikah
Rukun
nikah berarti ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus dipenhi agar
pernikahan itu sah. Rukun nikah tersebut ada lima macam yakni sebagai berikut :
a. Ada
calon suami
b. Ada
calon istri
c. Ada
wali nikah yaitu orang yang menikahkan mempelai laki-laki dengan mempelai
wanita atau mengizinkan pernikahannya. Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut:
Artinya : “Dari Aisyah r.a. ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda, “Siapa pun
perempuan yang menikah dengan tidak seizin walinya, maka batallah
pernikahannya.” (H.R. Imam yang
empat, kecuali An-Nasai dan disahkan oleh Abu Awamah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)
Wali nikah dapat dibagi menjadi dua
macam yaitu :
1) Wali Nasab,
yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan
dinikahkan. Susunan nya ialah :
a) Bapaknya.
b) Kakeknya
(bapak dari bapak mmepelai perempuan).
c) Saudara
laki-laki yang seibu sebapak dengannya.
d) Saudara
laki-laki yang sebapak saja dengannya.
e) Anak
laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya.
f) Anak
laki-laki saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya.
g) Saudara
bapak yang laki-laki (paman dari pihak bapak).
h) Anak
laki-laki pamannya dari pihak bapaknya.
2)
Wali
Hakim, yaitu kepala Negara yang beragama
Islam. Di Indonesia, wewenang presiden sebagai wali hakim dilimpahkan kepada
pembantunya, yaitu Menteri Agama. Kemudian Menteri Agama mengangkat pembantunya
untuk bertindak sebagai wali hakim, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama Islam yang
berada di setiap kecamatan. Wali hakim bertindak sebagai wali nikah, jika wali
nasab tidak ada atau tidak bisa memenuhi tugasnya.
c. Ada
dua orang saksi.
d. Ada
sigat (akad nikah) yakni ijab Qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari
pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.[2]
Maksud ijab dalam akad
nikah seperti ijab dalam berbagai transaksi lain, yaitu pernyataan yang keluar
dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau transaksi, baik berupa
kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan adanya keinginan terjadinya
akad, baik salah satunya dari pihak suami atau pihak istri. Sedangkan Qabul
adalah pernyataan yang datang dari pihak kedua baik berupa kata-kata, tulisan,
atau isyarat yang mengungkapkan persetujuan ridhanya. Berdasarkan pengertian tersebut, ijab tidak dapat
dikhususkan dalam hati sang istri atau wali dan atau wakilnya. Demikian juga
dengan qabul.
Akad
adalah gabungan salah satu dari dua pembicara serta penerimaan yang lain.
Seperti ucapan seorang laki-laki : “Aku nikahkan engkau dengan putriku” adalah
ijab. Sedangkan yang berkata : “Aku terima” adalah qabul.
2.
Syarat
Sahnya Pernikahan
Syarat-syarat
pernikahan merupakan dasar bagi sahnya pernikahan. Apabila syarat-syaratnya
terpenuhi, maka pernikahan itu sah dan menimbulkan adanya hak dan kewajiban
sebagai suami istri. Sedangkan yang di maksud dengan syarat pernikahan ialah
syarat yang bertalian dengan rukun-rukun pernikahan, yaitu syarat-syarat bagi
calon mempelai, wali, saksi, dan ijab qabul.
a.
Syarat-syarat calon suami : laki-laki yang sudah berusia dewasa (19 tahun)
beragama Islam, rela (tidak dipaksa/terpaksa) untuk melakukan pernikahan dan
atas kemauan sendiri, tidak sedang dalam ihram haji atau umrah, dan bukan
mahram calon istrinya.
b.
Syarat-syarat calon istri : wanita yang sudah cukup umur (16 tahun); beragama
Islam, bukan perempuan musyrik, tidak dalam ikatan pernikahan dengan orang
lain, tidak dalam sedang iddah, bukan mahram bagi calon suami dan tidak dalam
keadaan ihram haji atau ihram umrah, terang bahwa ia wanita. bukan khuntsa
(banci).
1) Islam.
Orang yang tidak beragama Islam tidak sah menjadi wali atau saksi. Sebagaimana
Firman Allah Swt. :
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang –orang
Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu).” (Q.S Al-Maidah : 51)
2) Laki-laki.
3) Balig
dan berakal.
4) Merdeka
dan bukan hamba sahaya.
5) Bersifat
adil.
6) Tidak
sedang ihram haji atau umrah.
d.
Syarat-syarat
dua orang saksi : Beragama Islam, laki-laki, balig
(dewasa) dan berakal sehat, dapat mendengar, dapat melihat, dapat berbicara,
adil, dan tidak sedang dalam ihram haji atau umrah.
e.
Syarat-syarat
ijab qabul ialah :
1. Ijab
dan qabul dilaksanakan dengan lisan. Bagi orang bisu sah perkawinan nya dengan
isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami.
2. Ijab
dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau walinya, sedangkan qabul
dilakukan oleh mempelai laki-laki.
3. Ijab
dan qabul dilakukan dalam satu majelis.
3.
Muharramat
Dalam ilmu fikih, muharramat adalah
wanita yang haram dinikahi. Adapun penyebab seorang wanita haram dinikahi ada
empat macam, yaitu sebagai berikut:[4]
a. Wanita
yang haram dinikahi karena keturunan :
1.
Ibu kandung dan
seterusnya ke atas (nenek dari ibu dan nenek dari ayah).
2.
Anak perempuan dan
setrusnya kebawah (cucu dan seterusnya).
3.
Saudara perempuan
(sekandung, sebapak atau seibu).
4.
Saudara perempuan dari
bapak.
5.
Saudara perempuan dari
ibu.
6.
Saudara perempuan dari
saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah.
7.
Anak perempuan dari
saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.
b. Wanita
yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan :
1.
Ibu yang menyusui
2.
Saudara perempuan
sesusuan
c. Wanita
yang haram dinikahi karena perkawinan:
1.
Ibu dari istri (mertua)
2.
Anak tiri (anak dari
istri dengan suami lain), apabila suami sudah berkumpul dengan ibunya.
d. Wanita
yang haram dinikahi karena mempunyai pertalian khusus dengan istri.
B.
Walimah[5]
Al-walimah berasal dari Bahasa Arab artinya,
makanan pengantin, maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara
pesta perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau
lainnya.Walimah juga bisa diartikan Al-jam’u yang berarti kumpul, sebab antara suami dan istri
berkumpul, bahkan sanak saudara, kerabat, dan para tetangga.
Walimatul 'ursy sunnah hukumnya,
sedangkan sebagian lainnya mengatakan wajib. Nabi bersabda kepada 'Abdurahman
bin 'Auf ketika ia menikah :
Artinya: “Adakanlah walimah walaupun hanya dengan memotong seekor kambing”(H.R. Bukhori dan Muslim)
1. Tujuan
diadakan Walimah
b. sebagai tanda
resminya adanya akad nikah
c. sebagai tanda
memulai hidup baru bagi suami istri
d. sebagai
pengumuman bagi masyrakat, bahwa antara mempelai telah resmi menjadi suami istri
sehingga masyarakat tidak curiga atau menimbulkan fitnah terhadap perilaku yang dilakukan
terhadap kedua mempelai
e. sebagai tanda penyerahan
anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya.
2. Pelaksanaan
Walimah
Tidak ada batasan tertentu untuk
melaksanakannya, namun lebih diutamakan untuk menyelenggarakan walimatul 'ursy
setelahdukhul, yaitu setelah
pengantin melakukan hubungan seksual setelah akad nikahHal itu berdasarkan apa
yang selalu dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, yang juga tidak pernah mengadakan
walimatul 'ursy kecuali sesudah dukhul.
a.
Pelaksanaan walimah Dilarang mengandung TBC (tahayul, bid’ah, churafat)
b.
Pelaksanaan walimah diharuskan menutup aurat dan tidak tabaruj
Allah SWT, berirman:
“…dan janganlah kamu berdandan seperti
wanita-wanita di jaman Jahiliyah ” (QS. al-Ahzab 33)
Islam menetapkan aturan bagi kaum wanita untuk
mengenakan pakaian secara sempurna yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali muka
dan telapak tangan. Allah SWT, berfirman:
“Janganlah
mereka menampakkan perhiasannya selain apa yang biasa tampak pada dirinya.
Hendaklah mereka menutupkan kerudung (khimar) ke bagian dada mereka” (QS.
an-Nur 31)
“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu,
dan wanita-wanita Mukmin, hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (QS. al-Ahzab 59)[6]
C.
Perceraian
Perceraian berarti pemutusan ikatan
perkawinan antara suami dan istri. Salah satu sebab perceraian adalah
perselisihan atau pertengkaran suami-istri yang sudah tidak dapat didamaikan
lagi, walaupun sudah didatangkan hakim (juru damai) dari pihak suami dan pihak
istri.
Pada dasarnya,
perceraian merupakan perbuatan yang tidak terpuji, karena dapat menimbulkan
akibat-akibat yang negatif, terutama apabila suami dan istri yang bercerai itu
sudah mempuyai anak. Rasulullah SAW bersabda
sebagai berikut :
Artinya :”Perbuatan yang halal, tetapi paling dibenci allah ialah talak.” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Rasulullah SAW juga
bersabda, “setiap wanita (istri) yang
meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan, haramlah baginya wangi-wangian
surga.”(H.R. Ashabus Sunan kecuali
An-Nasa’i) pada kondisi-kondisi tertentu, mungkin perceraian lebih baik
dilakukan, karena apabila tidak dilakukan akan menyebabkan penderitaan, baik
bagi istri maupun suami atau akan menyebabkan kedurhakaan kepada Allah SWT.[7]
1. Sebab-sebab
Perceraian dalam Islam
a. Penyebab
perceraian karena kesalahan suami :
1) Kondisi
rumah tangga yang jauh dari suasana religius serta taat kepada Allah.
2) Kemarahan yang meluap banyak menjadi
penyebab suami terlampau cepat menjatuhkan thalak.
3) Suami
ingin menguasai harta istri, atau memaksa istri agar memberikan harta yang
dimilikinya itu kepadanya.
4) Kecenderungan
suami kepada salah satu istrinya -jika memiliki lebih dari satu- dengan alasan
takut berbuat dosa ; sehingga ia terpaksa menceraikan istri yang kurang
disukainya.
5) Sikap
curiga suami terhadap istri, akibat pengaruh bisikan syetan.
6) Telat
menikah.
b. Penyebab
perceraian karena kesalahan istri :
1) Istri tidak melaksanakan kewajibannya terhadap
suami, disebabkan karena jahil, lalai, atau sengaja menentang syari’at Allah.
2) Istri
yang tidak taat bersuamikan pria yang shalih. Banyak mahligai perkawinan yang
hancur berantakan, karena sang istri sulit meninggalkan kebiasaan buruknya.
3) Mengadukan
berbagai macam permasalahan anak atau membantah suami yang sedang marah atau
keletihan. Akhirnya, tidak mustahil gejolak amarah suami semakin menjadi dan
tidak mustahil akan menceraikannya.
4) Nusyuz
(menentang suami) dan sikap buruk istri. Faktor ini banyak membunuh perasaan
cinta diantara keduanya dan menjadi penyebab menjauhnya suami.[8]
2. Macam-Macam
Perceraian dalam Islam :
a.
Talak
Talak berarti ikatan perkawinan
dengan mengucapkan secara suka rela ucapan talak dari pihak suami kepada
istrinya.Asal hukum talak adalah makruh (sesuatu yang dibenci atau tidak
disenangi).Hal ini sesuai dengan penegasan Rasulullah SAW dalam haditsnya,
sebagaimana telah dikemukakan.[9]
Talak dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
1)
Talak
Raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami
terhadap istrinya untuk pertama kalinya atau kedua kalinya, dan suami boleh
rujuk (kembali) kepada istri yang telah ditalaknya selama masih dalam masa ‘iddah-nya.
2)
Talak
Ba’inyaitu talak yang suami tidak boleh rujuk
(kembali) kepada istri yang ditalaknya itu, melainkan mesti dengan akad nikah
baru.
Dalam
pernikahan di Indonesia, selesai akad nikah biasanya suami mengucapkan ta’lik talak, yaitu talak yang
digantungkan dengan sesuatu (syarat atau perjanjian). Misalnya, suami berkata
kepada istrinya, “bila selama 3 bulan berturut-turut saya tidak mmberi nafkah
kepada engkau, berarti saya telah mentalak engkau.” Ta’lik talak hukum nya sah dan dibenarkan syara’.
b.
Fasakh
Fasakh adalah
pembatalan pernikahan antara suami-istri karena sebab-sebab tertentu. Fasakh dilakukan oleh hakim agama,
karena adanya pengaduan dari istri atau suami dengan alasan yang dapat
dibenarkan.
Akibat
perceraian dengan fasakh, suami tidak boleh rujuk kepada bekas istrinya. Namun,
kalau ia ingin kembali sebagai suami-istri harus melalui akad nikah baru.
Berbeda dengan khulu, fasakh tidak memengaruhi bilangan talak.
Artinya walaupun fasakh dilakukan
lebih dari tiga kali, bekas suami-istri itu boleh menikah kembali, tanpa bekas
istrinya harus menikah dulu dengan laki-laki lain.
c.
Khulu’
Menurut
istilah bahasa, khulu berarti
tanggal. Dalam ilmu fikih, khulu adalah
talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya, dengan jalan tebusan dari pihak
istri, baik dengan jalan mengembalikan mas kawin kepada suaminya, atau dengan
memberikan sejumlah uang (harta) yang disetujui oleh mereka berdua.[10]
Khulu’
diperkenankan dalam Islam, dengan maksud untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
yang dihadapi istri, karena adanya tindakan-tindakan suami yang tidak wajar
(umum).Allah SWT berfirman yang artinya, “jika
kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hokum-hukum
Allah maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh
istri untuk menebus dirinya.” (Q.S.
Al-Baqarah, 2:229)
Akibat
perceraian dengan cara khulu’ , suami
tidak dapat rujuk, walaupun bekas istrinya masih dalam masa ‘iddah. Akan tetapi, kalau bekas
suami-istri itu ingin kembali, harus melalui akad nikah baru.
Berbeda
dengan fasakh, khulu’ dapat
memengaruhi bilangan talak.Artinya, kalau sudah tiga kali dianggap tiga kali
talak (talak ba’in kubra) sehingga
suami tidak boleh menikah lagi dengan bekas istrinya, sebelum bekas istrinya
itu menikah dulu dengan laki-laki lain, bercerai, dan habis masa ‘iddah-nya.
d.
Li’an
Li’an
adalah sumpah suami yang menuduh istrinya berzina (karena suami tidak dapat
mengajukan 4 orang saksi yang melihat istrinya berzina).Dengan mengangkat sumpah
4 kali didepan hakim, dan pada ucapan kelima kalinya dia mengatakan, “Laknat
(kutukan) Allah akan ditimpahkan atas diriku, apabila tuduhanku itu dusta.”[11]
Apabila
suami sudah mengajukan li’an,
berlakulah hukum rajam terhadap istrinya, yaitu dilempari dengan batu yang
sedang sampai mati. Agar istri terlepas dari hukum rajam karena merasa tidak
berzina, ia harus menolak tuduhan suaminya dengan mengangkat sumpah 4 kali
didepan hakim, dan pada kali kelimanya dia mengatakan, “Laknat (kutukan) Allah
akan menimpa diriku apabila tuduhan tersebut benar.”
Sumpah
suami-istri seperti diatas, secara otomatis menyebabkan mereka bercerai serta
tidak boleh rujuk atau menikah kembali
untuk selama-lamanya. Bahkan, kalau setelah itu si istri hamil, anak tersebut
tidak boleh diakui sebagai anak bekas suaminya. Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan
tentang li’an ini terdapat dalam surah An-Nur, 24: 6-10.
e.
Ila’
Ila’
berarti sumpah suami yang mengatakan bahwa ia tidak akan meniduri istrinya
selama empat bulan atau lebih, atau dalam masa yang tidak ditentukan. Sumpah
suami tersebut hendaknya ditunggu sampai empat bulan. Jika sebelum empat bulan
dia kembali kepada istrinya dengan baik, maka dia diwajibkan membayar denda
sumpah (kafarat).
Akan
tetapi, jika sampai empat bulan dia tidak kembali pada istrinya, maka hakim
berhak menyuruhnya untuk memilih diantara dua hal, yaitu kembali kepada
istrinya dengan membayar kafarat sumpah
atau mentalak istrinya. Apabila suami tidak bersedia menentukan pilihannya,
hakim memutuskan bahwa suami telah mentalak istrinya dengan talak ba’in sugra, sehingga ia tidak
dapat rujuk lagi. Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang ‘ila ialah surah Al-Baqarah, 2:226 dan 227.
f.
Zihar
Zihar adalah
ucapan suami yang menyerupakan istrinya dengan ibunya, seperti suami berkata
kepada istrinya, “Punggungmu sama dengan punggung ibuku.” Jika suami
mengucapkan kata-kata tersebut, dan tidak melanjutkannya dengan mentalak
istrinya sebelum kafarat dibayar. Ayat
Al-qur’an yang menjelaskan tentang zihar ialah Surah Al-Mujadiah, 58: 1-6.[12]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa dalam istilah syariat,
nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan
kelamin antara keduanya dengan dasar sukarela dan persetujuan bersama, demi
terwujudnya keluarga (rumah tangga) bahagia, yang diridhai oleh Allah SWT. Rukun nikah berarti ketentuan-ketentuan dalam
pernikahan yang harus dipenuhi agar pernikahan itu sah. Rukun nikah tersebut
ada lima macam yakni sebagai berikut :
a. Ada
calon suami.
b. Ada
calon istri.
c. Ada
wali nikah.
d. Ada
dua orang saksi.
e. Ada
sigat (akad nikah) yakni ijab Qabul.
Apabila syarat-syarat pernikahan terpenuhi,
maka pernikahan itu sah dan menimbulkan adanya hak dan kewajiban sebagai suami
istri. Dalam ilmu fikih,
muharramat adalah wanita yang haram dinikahi. Adapun penyebab seorang wanita
haram dinikahi ada empat macam, yaitu sebagai berikut:
a. Wanita
yang haram dinikahi karena keturunan.
b. Wanita
yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan.
c. Wanita
yang haram dinikahi karena perkawinan.
d. Wanita
yang haram dinikahi karena mempunyai pertalian khusus dengan istri.
Perceraian berarti pemutusan
ikatan perkawinan antara suami dan istri. Salah satu sebab perceraian adalah perselisihan
atau pertengkaran suami-istri yang sudah tidak dapat di damaikan lagi, walaupun
sudah didatangkan hakim (juru damai) dari pihak suami dan pihak istri. Macam-macam
perceraian dalam Islam adalah talak, fasakh, khulu’, li’an, ila’ dan zihar.
DAFTAR PUSTAKA
Majalah As-Sunnah. Edisi 07/ VII
/Tahun 1424H/2003M. Surakarta: Yayasan lajnah Istiqomah, 2003.
Rasjid Sulaiman. Fiqh Islam (HukumFiqhLengkap). Bandung: Sinar Baru Algensindo.
1994.
Syamsyuri. Pendidikan Agama Islam SMA Jilid 3 kelas XII. Jakarta: Erlangga.
2007.
Rukun, Syarat, Tujuan PERNIKAHAN Dalam Ilmu Fiqih
Reviewed by asarisolid
on
10:36 PM
Rating:
As claimed by Stanford Medical, It is in fact the one and ONLY reason this country's women live 10 years more and weigh 42 lbs less than us.
ReplyDelete(And realistically, it has totally NOTHING to do with genetics or some hard exercise and really, EVERYTHING to do with "how" they eat.)
BTW, What I said is "HOW", not "what"...
TAP this link to find out if this little quiz can help you decipher your true weight loss possibilities