Rukun, Syarat, Tujuan PERNIKAHAN Dalam Ilmu Fiqih


BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang Masalah
Pernikahan adalah ikatan yang sangat penting, karena mengatur dan menata pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, dengan ijab Kabul supaya pergaulannya syah. Setiap ada pernikahan selalu di barengi dengan resepsi pernikahan acara semacam itu sudah dianggap lumrah  dan  telah membudaya bagi setiap lapisan masyarakat manapun, hanya cara dan sistemnya saja yang berbeda, sedangkan maksud dan tujuan yang terkandung dari mengadakan resepsi pernikahan itu tiada lain hanya untuk menunjukkan rasa syukur atas pernikahan yang telah terjadi sebagai rasa bahagia yang dinikmati bersama  handaitaulan dan masyarakat di sekitar lingkungan kita.
Perceraian berarti pemutusan ikatan perkawinan antara suami dan istri. Salah satu sebab perceraian adalah perselisihan atau pertengkaran suami-istri yang sudah tidak dapat di damaikan lagi, walaupun sudah didatangkan hakim (jurudamai) dari pihak suami dan pihak istri.

B.  Rumusan Masalah
1.   Bagaimana Rukun, Syarat dan Muharramat dalam pernikahan?
2.   Apa tujuan diadakan walimah?
3.   Bagaimana pelaksanaan walimah ?
4.   Apa sebab-sebab perceraian dalam Islam?
5.   Apa macam-macam perceraian dalam Islam?

C.    Manfaat Penulisan Makalah
1.      Untuk mengetahui rukun, syarat dan muharramat dalam pernikahan Islam.
2.      Untuk mengetahui tujuan diadakan walimah.
3.      Untuk mengetahui kapan pelaksanaan walimah.
4.      Untuk mengetahui sebab-sebab perceraian dalam Islam.
5.      Dan untuk mengetahui macam-macam perceraian dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pernikahan
Kata dasar dari pernikahan adalah nikah.Kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Dalam istilah syariat, nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar sukarela dan persetujuan bersama, demi terwujudnya keluarga (rumah tangga) bahagia, yang diridhai oleh Allah SWT. [1]
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW atau sunah rosul. Dalam hal ini, disebutkan dalam hadist rasulullah SAW yang artinya :“dari Anas bin Malik r.a., bahwasanya Nabi SAW memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya, beliau bersabda, ‘Akan tetapi aku salat, tidur, berpuasa, makan, dan menikahi wanita, barangsiapa yang tidak suka dengan perbuatanku, maka dia bukanlah dari golonganku.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
1.         Rukun Nikah
Rukun nikah berarti ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus dipenhi agar pernikahan itu sah. Rukun nikah tersebut ada lima macam yakni sebagai berikut :
a.    Ada calon suami
b.    Ada calon istri
c.    Ada wali nikah yaitu orang yang menikahkan mempelai laki-laki dengan mempelai wanita atau mengizinkan pernikahannya. Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut:



Artinya : “Dari Aisyah r.a. ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda, “Siapa pun perempuan yang menikah dengan tidak seizin walinya, maka batallah pernikahannya.” (H.R. Imam yang empat, kecuali An-Nasai dan disahkan oleh Abu Awamah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)
            Wali nikah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
1)   Wali Nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan. Susunan nya ialah :
a)    Bapaknya.
b)   Kakeknya (bapak dari bapak mmepelai perempuan).
c)    Saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya.
d)   Saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya.
e)    Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya.
f)    Anak laki-laki saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya.
g)   Saudara bapak yang laki-laki (paman dari pihak bapak).
h)   Anak laki-laki pamannya dari pihak bapaknya.
2)   Wali Hakim, yaitu kepala Negara yang beragama Islam. Di Indonesia, wewenang presiden sebagai wali hakim dilimpahkan kepada pembantunya, yaitu Menteri Agama. Kemudian Menteri Agama mengangkat pembantunya untuk bertindak sebagai wali hakim, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama Islam yang berada di setiap kecamatan. Wali hakim bertindak sebagai wali nikah, jika wali nasab tidak ada atau tidak bisa memenuhi tugasnya.
c.    Ada dua orang saksi.
d.      Ada sigat (akad nikah) yakni ijab Qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.[2]
Maksud ijab dalam akad nikah seperti ijab dalam berbagai transaksi lain, yaitu pernyataan yang keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau transaksi, baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan adanya keinginan terjadinya akad, baik salah satunya dari pihak suami atau pihak istri. Sedangkan Qabul adalah pernyataan yang datang dari pihak kedua baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan persetujuan ridhanya. Berdasarkan pengertian tersebut, ijab tidak dapat dikhususkan dalam hati sang istri atau wali dan atau wakilnya. Demikian juga dengan qabul.
Akad adalah gabungan salah satu dari dua pembicara serta penerimaan yang lain. Seperti ucapan seorang laki-laki : “Aku nikahkan engkau dengan putriku” adalah ijab. Sedangkan yang berkata : “Aku terima” adalah qabul.
2.         Syarat Sahnya Pernikahan
Syarat-syarat pernikahan merupakan dasar bagi sahnya pernikahan. Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka pernikahan itu sah dan menimbulkan adanya hak dan kewajiban sebagai suami istri. Sedangkan yang di maksud dengan syarat pernikahan ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun pernikahan, yaitu syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab qabul.
a.    Syarat-syarat calon suami : laki-laki yang sudah berusia dewasa (19 tahun) beragama Islam, rela (tidak dipaksa/terpaksa) untuk melakukan pernikahan dan atas kemauan sendiri, tidak sedang dalam ihram haji atau umrah, dan bukan mahram  calon istrinya.
b.    Syarat-syarat calon istri : wanita yang sudah cukup umur (16 tahun); beragama Islam, bukan perempuan musyrik, tidak dalam ikatan pernikahan dengan orang lain, tidak dalam sedang iddah, bukan mahram bagi calon suami dan tidak dalam keadaan ihram haji atau ihram umrah, terang bahwa ia wanita. bukan khuntsa (banci).
c.    Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang wali nikah adalah sebagai berikut :[3]
1)      Islam. Orang yang tidak beragama Islam tidak sah menjadi wali atau saksi. Sebagaimana Firman Allah Swt. :



Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang –orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu).” (Q.S Al-Maidah : 51)
2)      Laki-laki.
3)      Balig dan berakal.
4)      Merdeka dan bukan hamba sahaya.
5)      Bersifat adil.
6)      Tidak sedang ihram haji atau umrah.
d.   Syarat-syarat dua orang saksi : Beragama Islam, laki-laki, balig (dewasa) dan berakal sehat, dapat mendengar, dapat melihat, dapat berbicara, adil, dan tidak sedang dalam ihram haji atau umrah.
e.    Syarat-syarat ijab qabul ialah :
1.    Ijab dan qabul dilaksanakan dengan lisan. Bagi orang bisu sah perkawinan nya dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami.
2.    Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau walinya, sedangkan qabul dilakukan oleh mempelai laki-laki.
3.    Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis.
3.         Muharramat
Dalam ilmu fikih, muharramat adalah wanita yang haram dinikahi. Adapun penyebab seorang wanita haram dinikahi ada empat macam, yaitu sebagai berikut:[4]
a.     Wanita yang haram dinikahi karena keturunan :
1.         Ibu kandung dan seterusnya ke atas (nenek dari ibu dan nenek dari ayah).
2.         Anak perempuan dan setrusnya kebawah (cucu dan seterusnya).
3.         Saudara perempuan (sekandung, sebapak atau seibu).
4.         Saudara perempuan dari bapak.
5.         Saudara perempuan dari ibu.
6.         Saudara perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah.
7.         Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.
b.    Wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan :
1.         Ibu yang menyusui
2.         Saudara perempuan sesusuan
c.     Wanita yang haram dinikahi karena perkawinan:
1.         Ibu dari istri (mertua)
2.         Anak tiri (anak dari istri dengan suami lain), apabila suami sudah berkumpul dengan ibunya.
d.    Wanita yang haram dinikahi karena mempunyai pertalian khusus dengan  istri.
B.       Walimah[5]
     Al-walimah berasal dari Bahasa Arab           artinya, makanan pengantin, maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya.Walimah juga bisa diartikan Al-jam’u yang berarti  kumpul, sebab antara suami dan istri berkumpul, bahkan sanak saudara, kerabat, dan para tetangga.
Walimatul 'ursy sunnah hukumnya, sedangkan sebagian lainnya mengatakan wajib. Nabi bersabda kepada 'Abdurahman bin 'Auf  ketika ia menikah :


Artinya: “Adakanlah walimah walaupun hanya dengan memotong seekor kambing”(H.R. Bukhori dan Muslim)
1.    Tujuan diadakan Walimah
a.    merupakan rasa syukur kepada Allah
b.    sebagai tanda resminya adanya akad nikah
c.    sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami istri
d.   sebagai pengumuman bagi masyrakat, bahwa antara mempelai telah resmi menjadi suami istri sehingga masyarakat tidak curiga atau menimbulkan fitnah terhadap perilaku yang dilakukan terhadap kedua mempelai
e.    sebagai tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya.
2.    Pelaksanaan Walimah
Tidak ada batasan tertentu untuk melaksanakannya, namun lebih diutamakan untuk menyelenggarakan walimatul 'ursy setelahdukhul, yaitu setelah pengantin melakukan hubungan seksual setelah akad nikahHal itu berdasarkan apa yang selalu dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, yang juga tidak pernah mengadakan walimatul 'ursy kecuali sesudah dukhul.
a.    Pelaksanaan walimah Dilarang mengandung TBC (tahayul, bid’ah, churafat)
b.    Pelaksanaan walimah diharuskan menutup aurat dan tidak tabaruj
Allah SWT, berirman:


“…dan janganlah kamu berdandan seperti wanita-wanita di jaman Jahiliyah ” (QS. al-Ahzab 33)
Islam menetapkan aturan bagi kaum wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan. Allah SWT, berfirman:



“Janganlah mereka menampakkan perhiasannya selain apa yang biasa tampak pada dirinya. Hendaklah mereka menutupkan kerudung (khimar) ke bagian dada mereka” (QS. an-Nur 31)



“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan wanita-wanita Mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (QS. al-Ahzab 59)[6]
C.      Perceraian
Perceraian berarti pemutusan ikatan perkawinan antara suami dan istri. Salah satu sebab perceraian adalah perselisihan atau pertengkaran suami-istri yang sudah tidak dapat didamaikan lagi, walaupun sudah didatangkan hakim (juru damai) dari pihak suami dan pihak istri.
Pada dasarnya, perceraian merupakan perbuatan yang tidak terpuji, karena dapat menimbulkan akibat-akibat yang negatif, terutama apabila suami dan istri yang bercerai itu sudah mempuyai anak. Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut :


Artinya :”Perbuatan yang halal, tetapi paling dibenci allah ialah talak.” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Rasulullah SAW juga bersabda, “setiap wanita (istri) yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan, haramlah baginya wangi-wangian surga.”(H.R. Ashabus Sunan kecuali An-Nasa’i) pada kondisi-kondisi tertentu, mungkin perceraian lebih baik dilakukan, karena apabila tidak dilakukan akan menyebabkan penderitaan, baik bagi istri maupun suami atau akan menyebabkan kedurhakaan kepada Allah SWT.[7]
1.    Sebab-sebab Perceraian dalam Islam
a.    Penyebab perceraian karena kesalahan suami :
1)   Kondisi rumah tangga yang jauh dari suasana religius serta taat kepada Allah.
2)   Kemarahan yang meluap banyak menjadi penyebab suami terlampau cepat menjatuhkan thalak.
3)   Suami ingin menguasai harta istri, atau memaksa istri agar memberikan harta yang dimilikinya itu kepadanya.
4)   Kecenderungan suami kepada salah satu istrinya -jika memiliki lebih dari satu- dengan alasan takut berbuat dosa ; sehingga ia terpaksa menceraikan istri yang kurang disukainya.
5)   Sikap curiga suami terhadap istri, akibat pengaruh bisikan syetan.
6)   Telat menikah.
b.    Penyebab perceraian karena kesalahan istri :
1)    Istri tidak melaksanakan kewajibannya terhadap suami, disebabkan karena jahil, lalai, atau sengaja menentang syari’at Allah.
2)   Istri yang tidak taat bersuamikan pria yang shalih. Banyak mahligai perkawinan yang hancur berantakan, karena sang istri sulit meninggalkan kebiasaan buruknya.
3)   Mengadukan berbagai macam permasalahan anak atau membantah suami yang sedang marah atau keletihan. Akhirnya, tidak mustahil gejolak amarah suami semakin menjadi dan tidak mustahil akan menceraikannya.
4)   Nusyuz (menentang suami) dan sikap buruk istri. Faktor ini banyak membunuh perasaan cinta diantara keduanya dan menjadi penyebab menjauhnya suami.[8]
2.    Macam-Macam Perceraian dalam Islam :
a.    Talak
Talak berarti ikatan perkawinan dengan mengucapkan secara suka rela ucapan talak dari pihak suami kepada istrinya.Asal hukum talak adalah makruh (sesuatu yang dibenci atau tidak disenangi).Hal ini sesuai dengan penegasan Rasulullah SAW dalam haditsnya, sebagaimana telah dikemukakan.[9]
Talak dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
1)   Talak Raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya untuk pertama kalinya atau kedua kalinya, dan suami boleh rujuk (kembali) kepada istri yang telah ditalaknya selama masih dalam masa ‘iddah-nya.
2)   Talak Ba’inyaitu talak yang suami tidak boleh rujuk (kembali) kepada istri yang ditalaknya itu, melainkan mesti dengan akad nikah baru.
Dalam pernikahan di Indonesia, selesai akad nikah biasanya suami mengucapkan ta’lik talak, yaitu talak yang digantungkan dengan sesuatu (syarat atau perjanjian). Misalnya, suami berkata kepada istrinya, “bila selama 3 bulan berturut-turut saya tidak mmberi nafkah kepada engkau, berarti saya telah mentalak engkau.” Ta’lik talak hukum nya sah dan dibenarkan syara’.
b.   Fasakh
Fasakh adalah pembatalan pernikahan antara suami-istri karena sebab-sebab tertentu. Fasakh dilakukan oleh hakim agama, karena adanya pengaduan dari istri atau suami dengan alasan yang dapat dibenarkan.
Akibat perceraian dengan fasakh, suami tidak boleh rujuk kepada bekas istrinya. Namun, kalau ia ingin kembali sebagai suami-istri harus melalui akad nikah baru. Berbeda dengan khulu,  fasakh tidak memengaruhi bilangan talak. Artinya walaupun fasakh dilakukan lebih dari tiga kali, bekas suami-istri itu boleh menikah kembali, tanpa bekas istrinya harus menikah dulu dengan laki-laki lain.
c.    Khulu’
Menurut istilah bahasa, khulu berarti tanggal. Dalam ilmu fikih, khulu adalah talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya, dengan jalan tebusan dari pihak istri, baik dengan jalan mengembalikan mas kawin kepada suaminya, atau dengan memberikan sejumlah uang (harta) yang disetujui oleh mereka berdua.[10]
Khulu’ diperkenankan dalam Islam, dengan maksud untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi istri, karena adanya tindakan-tindakan suami yang tidak wajar (umum).Allah SWT berfirman yang artinya, “jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hokum-hukum Allah maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.” (Q.S. Al-Baqarah, 2:229)
Akibat perceraian dengan cara khulu’ , suami tidak dapat rujuk, walaupun bekas istrinya masih dalam masa ‘iddah. Akan tetapi, kalau bekas suami-istri itu ingin kembali, harus melalui akad nikah baru.
Berbeda dengan fasakh, khulu’ dapat memengaruhi bilangan talak.Artinya, kalau sudah tiga kali dianggap tiga kali talak (talak ba’in kubra) sehingga suami tidak boleh menikah lagi dengan bekas istrinya, sebelum bekas istrinya itu menikah dulu dengan laki-laki lain, bercerai, dan habis masa ‘iddah-nya.
d.   Li’an
Li’an adalah sumpah suami yang menuduh istrinya berzina (karena suami tidak dapat mengajukan 4 orang saksi yang melihat istrinya berzina).Dengan mengangkat sumpah 4 kali didepan hakim, dan pada ucapan kelima kalinya dia mengatakan, “Laknat (kutukan) Allah akan ditimpahkan atas diriku, apabila tuduhanku itu dusta.”[11]
Apabila suami sudah mengajukan li’an, berlakulah hukum rajam terhadap istrinya, yaitu dilempari dengan batu yang sedang sampai mati. Agar istri terlepas dari hukum rajam karena merasa tidak berzina, ia harus menolak tuduhan suaminya dengan mengangkat sumpah 4 kali didepan hakim, dan pada kali kelimanya dia mengatakan, “Laknat (kutukan) Allah akan menimpa diriku apabila tuduhan tersebut benar.”
Sumpah suami-istri seperti diatas, secara otomatis menyebabkan mereka bercerai serta tidak boleh rujuk atau  menikah kembali untuk selama-lamanya. Bahkan, kalau setelah itu si istri hamil, anak tersebut tidak boleh diakui sebagai anak bekas suaminya. Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang li’an ini terdapat dalam surah An-Nur, 24: 6-10.
e.    Ila’
Ila’ berarti sumpah suami yang mengatakan bahwa ia tidak akan meniduri istrinya selama empat bulan atau lebih, atau dalam masa yang tidak ditentukan. Sumpah suami tersebut hendaknya ditunggu sampai empat bulan. Jika sebelum empat bulan dia kembali kepada istrinya dengan baik, maka dia diwajibkan membayar denda sumpah (kafarat).
Akan tetapi, jika sampai empat bulan dia tidak kembali pada istrinya, maka hakim berhak menyuruhnya untuk memilih diantara dua hal, yaitu kembali kepada istrinya dengan membayar kafarat sumpah atau mentalak istrinya. Apabila suami tidak bersedia menentukan pilihannya, hakim memutuskan bahwa suami telah mentalak istrinya dengan talak ba’in sugra, sehingga ia tidak dapat rujuk lagi. Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang ‘ila ialah surah Al-Baqarah, 2:226 dan 227.
f.     Zihar
Zihar adalah ucapan suami yang menyerupakan istrinya dengan ibunya, seperti suami berkata kepada istrinya, “Punggungmu sama dengan punggung ibuku.” Jika suami mengucapkan kata-kata tersebut, dan tidak melanjutkannya dengan mentalak istrinya sebelum kafarat dibayar. Ayat Al-qur’an yang menjelaskan tentang zihar  ialah Surah Al-Mujadiah, 58: 1-6.[12]













BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam istilah syariat, nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar sukarela dan persetujuan bersama, demi terwujudnya keluarga (rumah tangga) bahagia, yang diridhai oleh Allah SWT.  Rukun nikah berarti ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus dipenuhi agar pernikahan itu sah. Rukun nikah tersebut ada lima macam yakni sebagai berikut :
a.       Ada calon suami.
b.      Ada calon istri.
c.       Ada wali nikah.
d.      Ada dua orang saksi.
e.       Ada sigat (akad nikah) yakni ijab Qabul.
Apabila syarat-syarat pernikahan terpenuhi, maka pernikahan itu sah dan menimbulkan adanya hak dan kewajiban sebagai suami istri. Dalam ilmu fikih, muharramat adalah wanita yang haram dinikahi. Adapun penyebab seorang wanita haram dinikahi ada empat macam, yaitu sebagai berikut:
a.       Wanita yang haram dinikahi karena keturunan.
b.      Wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan.
c.       Wanita yang haram dinikahi karena perkawinan.
d.      Wanita yang haram dinikahi karena mempunyai pertalian khusus dengan istri.
Perceraian berarti pemutusan ikatan perkawinan antara suami dan istri. Salah satu sebab perceraian adalah perselisihan atau pertengkaran suami-istri yang sudah tidak dapat di damaikan lagi, walaupun sudah didatangkan hakim (juru damai) dari pihak suami dan pihak istri. Macam-macam perceraian dalam Islam adalah talak, fasakh, khulu’, li’an, ila dan zihar.
DAFTAR PUSTAKA
Majalah As-Sunnah. Edisi 07/ VII /Tahun 1424H/2003M. Surakarta: Yayasan lajnah Istiqomah, 2003.
Rasjid Sulaiman. Fiqh Islam (HukumFiqhLengkap). Bandung: Sinar Baru Algensindo. 1994.
Syamsyuri. Pendidikan Agama Islam SMA Jilid 3 kelas XII. Jakarta: Erlangga. 2007.




[1]Syamsuri, Pendidikan Agama Islam SMA  Jilid 3 kelas XII, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 53
                        [2] Ibid., h. 56
                        [3] Sulaiman Rasjid,  Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994),  h. 384
                        [4] Syamsuri, Op.Cit,  h. 57-58
                        [5] Syamsuri, Loc.Cit., h. 56
                        [6] Majalah. As-Sunnah, Edisi 07/ VII /Tahun 1424H/2003M, (Surakarta: Yayasan  lajnah Istiqomah, 2003), h. 3-7
                [7] Syamsuri, Op.Cit,  h. 59
                [8] Sulaiman Rasjid, Op.Cit., h. 398
                [9] Syamsuri, Op.Cit.,  h. 60
                        [10] Ibid., h. 61
                        [11] Ibid., h. 61
                        [12] Ibid., h. 62

Rukun, Syarat, Tujuan PERNIKAHAN Dalam Ilmu Fiqih Rukun, Syarat, Tujuan PERNIKAHAN Dalam Ilmu Fiqih Reviewed by asarisolid on 10:36 PM Rating: 5

1 comment:

  1. As claimed by Stanford Medical, It is in fact the one and ONLY reason this country's women live 10 years more and weigh 42 lbs less than us.

    (And realistically, it has totally NOTHING to do with genetics or some hard exercise and really, EVERYTHING to do with "how" they eat.)

    BTW, What I said is "HOW", not "what"...

    TAP this link to find out if this little quiz can help you decipher your true weight loss possibilities

    ReplyDelete

ADS

referensimakalah. Powered by Blogger.