Makanan Haram-Halal, Mahar, dan Meminang



BAB I
PENDAHULUAN



1.1    Latar Belakang Masalah
Sebagai seorang muslim yang ingin mendekatkan diri, atau setidaknya berusaha untuk taat kepada Allah Sang Maha Pencipta, tentulah kita harus menjalankan ibadah kepada Allah, baik itu yang wajib maupun yang sunnah agar Allah ridho kepada kita. Namun ada hal lain yang tak boleh kita abaikan dalam usaha memperoleh ridho Allah, yaitu makanan.
Apabila makanan kita terjaga dari makanan yang diharamkan Allah, atau dengan kata lain kita hanya makan makanan yang dihalalkan Allah, niscaya ridho Allah itu tidak mustahil kita peroleh jika kita taat kepada-Nya. Tetapi sebaliknya, meskipun kita taat, namun kita makan dari makanan yang haram yang bukan karena terpaksa, maka akan sia-sialah usaha kita. Dan kita tahu bahwa ketentuan hidup berpasang-pasangan merupakan pembawaan naluriah manusia dan makhluk hidup lainnya bahkan segala sesuatu yang diciptakan Allah Swt. berjodoh-jodoh. Sehingga islam mengenelkan istilah mahar dan meminang.
Untuk itu dalam makalah ini kami mencoba mengupas masalah makanan yang halal dan yang haram dan mengetahui tentang mahar dan meminang.
1.2    Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian makanan halal dan makanan haram?
2.      Bagaimana perintah Allah tentang makanan?
3.      Apa manfaat makanan halal?
4.      Dan apa pula mudharat makanan haram?
5.      Apa pengertian mahar?
6.      Apa pengertian meminang?


1.3    Tujuan Penulisan
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan makanan yang halal maupun yang haram dan mengetahui bagaimana tentang mahar dan meminang.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Makanan Halal dan Makanan Haram
Berikut ini mengenai makanan halal dan makanan haram, yaitu:
A.   Pengertian Makanan Halal dan Makanan Haram
Di bawah ini merupakan pengertian makanan halal dan makanan haram, yaitu:[1]
1.    Makanan yang Dihalalkan Allah Swt.
Segala jenis makanan apa saja yang ada di dunia halal untuk dimakan kecuali ada  larangan  dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW untuk dimakan. Agama Islam  menganjurkan kepada pemeluknya untuk memakan makanan yang halal dan baik.  Makanan “halal” maksudnya makanan yang diperoleh dari usaha yang diridhai Allah.  Sedangkan makanan yang baik adalah yang bermanfaat bagi tubuh, atau makanan bergizi.
Makanan yang enak dan lezat belum tentu baik untuk tubuh, dan boleh jadi makanan  tersebut berbahaya bagi kesehatan. Selanjutnya makanan yang tidak halal bisa mengganggu  kesehatan rohani. Daging yang tumbuh dari makanan haram, akan dibakar di hari kiamat dengan api neraka.
Makanan halal dari segi jenis ada tiga :
1.       Berupa hewan yang ada di darat maupun di laut, seperti kelinci, ayam, kambing, sapi, burung, ikan.
2.       Berupa nabati (tumbuhan) seperti padi, buah-buahan, sayur-sayuran, dan lain-lain.
3.       Berupa hasil bumi yang lain seperti garam semua.
Makanan yang halal dari usaha yang diperolehnya, yaitu :
1.      Halal makanan yang diperoleh dari usaha yang lain seperti bekerja sebagai buruh, petani, pegawai, tukang, sopir, dll.
2.      Halal makanan dari mengemis yang diberikan secara ikhlas, namun pekerjaan itu halal, tetapi dibenci Allah seperti pengamen.
3.      Halal makanan dari hasil sedekah, zakat, infak, hadiah, tasyakuran, walimah, warisan, wasiat, dll.
4.      Halal makanan dari rampasan perang yaitu makanan yang didapat dalam peperangan (ghoniyah).

2.    Makanan yang Diharamkan Allah Swt.
Makanan yang diharamkan agama, yaitu makanan dan minuman yang diharamkan  di dalam Al Qur’an dan Al Hadist, bila tidak terdapat petunjuk yang melarang, berarti halal.
Haramnya makanan secara garis besar dapat dibagi dua macam:
1.      Haram ini, ditinjau dari sifat benda seperti daging babi, darang, dan bangkai. Haram karena sifat tersebut, ada tiga:
a)    Berupa hewani yaitu haramnya suatu makanan yang berasal dari hewan seperti daging babi, anjing, ulat, buaya, darah hewan itu, nanah dll.
b)   Berupa nabati (tumbuhan), yaitu haramnya suatu makanan yang berasal dari tumbuhan seperti kecubung, ganja, buah, serta daun beracun. Minuman buah aren, candu, morfin, air tape yang telah bertuak berasalkan ubi, anggur yang menjadi tuak dan jenis lainnya yang dimakan banyak kerugiannya.
c)    Benda yang berasal dari perut bumi, apabila dimakan orang tersebut, akan mati atau membahayakan dirinya, seperti timah, gas bumi. Solar, bensin, minyak tanah, dan lainnya.

2.      Haram sababi, ditinjau dari hasil usaha yang tidak dihalalkan olah agama. Haram sababi banyak macamnya, yaitu:
a)    Makanan haram yang diperoleh dari usaha dengan cara dhalim, seperti mencuri, korupsi, menipu, merampok, dll.
b)   Makanan haram yang diperoleh dari hasil judi, undian harapan, taruhan, menang togel, dll.
c)    Hasil haram karena menjual makanan dan minuman haram seperti daging babi, , miras, kemudian dibelikan makanan dan minuman.
d)   Hasil haram karena telah membungakan dengan riba, yaitu menggandakan uang.
e)    Hasil memakan harta anak yatim dengan boros/tidak benar.

B.       Ayat Al-Qur’an Tentang Makanan Halal dan Makanan Haram
Di bawah ini ayat-ayat Al-qur’an yang menjelaskan tentang makanan halal dan makanan haram: [2]
1.    Tentang Makanan Halal
a.    Surat Al-Baqarah ayat 57

 Artinya: “Dan kami naungi kamu dengan awan, dan kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". makanlah dari makanan yang baik-baik yang Telah kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
b.    Surat An-Nahl ayat 114

 Artinya; “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang Telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu Hanya kepada-Nya saja menyembah.”
2.    Tentang Makanan Haram
a.       Surat Al-Baqarah ayat 173:
 Artinya: “Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
b.      Surat Al-Baqarah ayat 219:

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,”
C.      Manfaat Makanan Halal
Makanan yang halalan thoyyibah atau halal dan baik serta bergizi tentu sangat berguna bagi kita, baik untuk kebutuhan jasmani dan rohani.. Hasil dari makanan minuman yang halal sangat membawa berkah, barakah bukan berarti jumlahnya banyak, meskipun sedikit, namun uang itu cukup untuk mencukupi kebutuhan sahari-hari dan juga bergizi tinggi. Bermanfaat bagi pertumbuhan tubuh dan perkembangan otak. Lain halnya dengan hasil dan jenis barang yang memang haram, meskipun banyak sekali, tapi tidak barokah, maka Allah menyulitkan baginya rahmat sehingga uangnnya terbuang banyak hingga habis dalam waktu singkat.
Di antara beberapa manfaat menggunakan makanan dan minuman halal, yaitu
a.         Membawa ketenangan hidup dalam kegiatan sehari-hari,
b.         Dapat menjaga kesehatan jasmani dan rohani,
c.         Mendapat perlindungan dari Allah SWT.
d.        Mendapatkan iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT,
e.         Tercermin kepribadian yang jujur dalam hidupnya dan sikap apa adanya,
f.          Rezeki yang diperolehnya membawa barokah dunia akhirat.

D.      Mudharat Makanan Haram
Makanan dan minuman haram, selain dilarang oleh Allah, juga mengandung lebih  banyak mudharat (kejelekan) daripada kebaikannya. Hasil haram meskipun banyak, namun  tidak barokah atau cepat habis dibandingkan yang halal dan barokah.
Dan juga makan haram merugikan orang lain yang tidak mengetahui hasil dari perbuatan haram itu. Sehingga teman, kerabat iktu terkena getahnya. Dan juga yang mencari rezeki haram tidak tenang dalam hidupnya apalagi dalam jumlah bayak dan besar karena takut diketahui dan mencemarkan nama baiknya dan keluarga sanak familinya.
Ada beberapa mudlarat lainnya, yaitu:
a.    Doa yang dilakukan oleh pengkonsumsi makanan dan minuman haram, tidak mustajabah (maqbul).
b.    Uangnya banyak, namun tidak barokah, diakibatkan karena syetan mengarahkannya kepada kemaksiatan dengan uang itu.
c.    Rezeki yang haram tidak barokah dan hidupnnya tidak tenang.
d.   Nama baik, kepercayan, dan martabatnya jatuh bila ketahuan.
e.    Berdosa, karena telah melanggar aturan Allah.
f.     Merusak secara jasmani dan rohani kita.

2.2    MAHAR (MAS KAWIN)
Diwajibkan di atas suami dengan sebab nikah, memberi sesuatu pemberian kepada si istri, baik pemberian berupa uang atau berupa barang (harta benda). Pemberian inilah yang dinamkan mahar (mas kawin).

Berilah perempuan yang kamu kawin itu, suatu pemberian (mahar)”.
         An- Nisa ayat: 4.
Pemberian mahar ini wajib atas laki-laki, tetapi tidak menjadi rukun nikahpun sekiranya tidak disebut pada waktu ‘aqad’perkawinan sah juga. Banyaknya mas kawin itu tidak dibatasi oleh syari’at islam, hanya menurut kekuatan suami beserta kerendahan si istri. Sungguhpun demikian hendaklah dengan benar-benar suami sanggup membayarnya. Karena mahar itu apabila telah ditetapkan, sebanyak ketetapan itu, menjadi utang atas suami, wajib dibayar sebagaimana utang kepada orang lain. Kalau tidak dibayar, akan ada soal dan pertanggung jawab di hari kemudian.
Janganlah terpercaya dengan adat bermegah-megah dengan banyak mahar, sehingga si laki-laki menerima perjanjian itu karena utang, katanya. Sedang dia tidak ingat akibat yang akan menimpa dirin ya sendiri. Pun terhadap perempuan (isteri), dia wajib  membayar zakat maharnya sebagaimana dia wajib membayar zakat uang yang dipiutangnya.

Dari Aisyah bawasannya Rasulullah s.a.w. telah berkata, kata beliau: “Sesungguhnya yang sebesar–besarnya berkat nikah ialah yang sederhana belanjanya.” Riwayat Ahmad. Sabda Rasulullah s.a.w.

Dari Amir bin Rabi’ah, sesungguhnya seorang perempuan dari suku Fazarah, telah nikah dengan maskawin dua teropah, maka Rasullah s.a.w bertanya kepada perempuan itu, kata beliau: “Sukakah engkau menyerahkan dirimu serta rahasiamu dengan dua teropah itu”. Jawab perempuan itu: ’Ya, saya redha dengan demikian. Maka Rasulullah membiarkan perkawinan tersebut. Riwayat Ahmad , Ibnu Majah dan Tirmidzi Sabda Rasulullah s.a.w

Dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah s.a.w telah berkata  “Kalau sekiranya seorang laki-laki memberi makanan sepenuh dua tangan saja untuk maskawin seorang perempuan sesungguhnya perempuan itu halal baginya “. Riwayat Ahmad dan Abu Daud
Sabda Rasulullah:

Dari Abu ‘Ajfa’, katanya: saya dengar Umar berkata; “Janganlah berlebih-lebihan memberi mahar kepada perempuan, karena kalau hal itu menjadi kemuliaan di dunia atau akan kebaikan di akhirat, tentu Nabi akan lebih utama dalam hal itu, tetapi beliau tidak pernah memberi mas kawin isteri-isteri beliau dan tidak pernah pula beliau membiarkan anak-anak beliau menerima maskawin lebih dari 12 auqiyah (48 dihrham= Rp 149,76)” (Riwayat 5 orang ahli hadis).
Seorang yang menceraikan isterinya sebelum campur, wajib membayar ½ atau seperdua oleh si suami atau hakim.
Firman Allah swt:



“Jika kamu thalaq atau ceraikan mereka (perempuan) sebelum kamu campuri, sedang banyaknya mahar sudah kamu tetapkan maka wajib kamu bayar seperdua dari yang ditetapkan”. (Q.S. Al Baqarah: 237)
Jika mahar itu belum ditetapkan banyaknya, tidak wajib membayar seperdua hanya yang wajin mut’ah, bukan mahar. Pendapat ini berdasar firman Allah swt. Di atas Allah swt menetapkan seperdua mahar itu apabila telah ditetapkan banyak nya. Setengah ulama berpendapat wajib juga membayar seperdua, seperdua ini dihitung dari mahar misil atau dari ketetapan hakim.
Wajib membayar seperdua mahar saja seperi yang tersebut diatas, jika kedua bercerai hidup dengan thalaq sebelum campur jika keduanya bercerai mati, umpama suami meninggal dunia sebelum campur, maka isterinya berhak sepenuh mahar diambil dari harta peninggalan suaminya itu.
Sabda Rasulullah saw:

 Dari Alqamah, katanya: “Seorang perempuan telah kawin dengan seorang laki-laki kemudian laki-laki itu mati sebelum ia campur dengan isterinya itu, dan maharnya pun belum ditentukan banyaknya”. Kata Alqamah. “Mereka mengadukan hal tersebut kepada Abdullah, maka Abdullah berpendapat, perempuan itu berhak mengambil mahar misil sepenuhnya dan ia berhak medapat pusaka dan wajib beriddah, maka ketika itu Ma’qil bin Sinan Al Asyja’i menyaksikan bahwa sesungguhnya nabi  saw. telah memutuskan terhadap Barwa’a binti Wasqid seperti keputusan yang dilakukan oleh Abdullah tadi”. (Riwayat lima orang ahli hadis).

2.3    MEMINANG
Meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai. Meminang dengan cara tersebut diperbolehkan dalam agama islam terhadap gadis atau janda yang telah habis iddahnya, kecuali perempuan yang masih dalam “iddah ba’in”, sebaiknya dengan jalan sindiran saja. Firman Allah Swt:
  
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran” (Al-Baqarah: 235)[3]
Demikian juga tidak diizinkan meminang seorang perempuan yang sedang dipinang oleh orang lain,sebelum nyata bahwa permintaanya itu tidak diterima.
A.      Hukum Melihat Orang Yang Akan Dipinang
Sebagian ulama mengatakan bahwa melihat perempuan yang akan dipinang itu boleh saja.Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa melihat perempuan yang akan dipinang ituhukumnya sunat.Umat islam benar-benar telah diberi kelapangan untuk melihat seorang perempuan yang dipinangnya itu.Tetapi yang boleh dilihatnya adalah muka dan telapak tangannya.
B.       Hukum Nikah
1.    Jaiz (diperbolehkan),ini asal hukumnya.
2.    Sunat,bagi orang yang berkehendak serta mampu memberi nafkah dan lain-lainnya.
3.    Wajib,bagi orang yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan tergoda pada kejahatan (zina).
4.    Makruh,bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah.
5.    Haram,bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang dinikahinya.
C.      Rukun Nikah
1.    Sigat (akad), yaitu perkataan dari pihak wali perempuan, seperti kata wali, ”Saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama ....”
 Jawab mempelai laki-laki,saya terima menikah ....”
Tidak sah akad nikah kecuali dengan lafaz nikah, tazwij, atau terjemahan dari keduanya. Pendapat yang lain mengatakan bahwa akad sah dengan lafaz yang lain, asal maknanya sama dengan kedua lafaz tersebut, karena asal lafaz akad tersebut ma’qul makna, tidak semata-mata ta’abbudi.
2.    Wali (wali si perempuan)“Barang siapa di antara perempuan yang menikah tidak dengan izin walinya, maka pernikahannya batal.” (Riwayat empat orang ahli hadis, kecuali Nasai)
3.    Dua orang saksi
Sabda  junjungan kita Saw : “Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi  yang adil.”(Riwayat Ahmad)
D.      Susunan Wali
Yang dianggap sah untuk menjadi wali mempelai perempuan ialah wali itu telah diketahui (dikenal), yaitu:
1.    Bapaknya.
2.    Kakeknya(bapak dari bapak mempelai perempuan).
3.    Saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya.
4.    Saudara laki-laki yang sebapak  saja dengannya.
5.    Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya.
6.    Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya.
7.    Saudara bapak yang laki-laki (paman dari pihak bapak).
8.    Anak laki-laki pamanya dari pihak bapaknya.
9.    Hakim.
E.       Syarat Wali Dan Dua Saksi
Wali dan saksi bertanggung jawab atas sahnya akad pernikahan.Tidak semua orang dapat diterima menjadi wali atau saksi,tetapi hendaklah orang-orang yang memiliki beberapa sifat berikut:
1.    Islam.
2.    Balig(sudah berumur sedikitnya 15 tahun)
3.    Berakal.
4.    Merdeka.
5.    Laki-laki.
6.    Adil.
 F.       Keistimewaan Bapak Dari Wali-Wali Yang Lain
Bapak dan kakek diberi hak menikahkan anaknya yang bikir/perawan dengan tidak meminta izin si anak lebih dahulu, yaitu dengan orang yang dipandangnya baik.Kecuali anak yang sayib/bukan perawan lagi. Ulama-ulama yang memperbolehkan wali (bapak dan kakek) menikahkan tanpa izin ini menggantungkan bolehnya dengan syarat-syarat sbb:
1.    Tidak ada permusuhan antara bapak dan anak.
2.    Hendaklah dinikahkan dengan orang yang setara.
3.    Maharnya tidak kurang dari mahar missil (sebanding).
4.    Tidak dinikahkan dengan orang yang tidak mampu membayar mahar.
5.    Tidak dinikahkan dengan laki-laki yang mengecewakan (membahayakan) si anak kelak dalam pergaulannya dengan laki-laki itu,misalnya orang itu buta atau orang yang sudah sangat tua.
G.      Enggan Atau Keberatan Wali
Apabila seorang perempuan telah meminta kepada walinya untuk dinikahkan dengan seorang laki-laki yang setingkat (se-kufu) dan walinya berkeberatan dengan tidak ada alasan, maka hakim berhak menikahkannya setelah ternyata keduanya setingkat(se-kufu), dan setelah memberi nasihat kepada wali agar mencabut keberatannya itu. Apabila wali tetap berkeberatan, maka hakim berhak menikahkan perempuan itu.
H.      Dua Orang Wali Masing-Masing Menikahkan
Seorang perempuan dinikahkan oleh dua orang walinya yang sederajat kepada kedua orang laki-laki.Umpamanya fatimah mempunyai wali saudaranya sendiri yaitu ahmad dan amin. Ahmad menikahkan fatimah dengan yusuf,sedangkan amin menikahkannya dengan zaidan.
I.         Wali Gaib
Wali-wali yang telah disebutkan di atas tadi yang lebih dekat hubungan kerabatnya didahulukan daripada yang lebih jauh. Apabila wali yang lebih dekat (akrab) itu gaib (jauh) dari perempuan yang akan dinikahkan, maka perempuan itu boleh dinikahakan oleh hakim.
J.        Mahram
Mahram (orang yang tidak halal dinikahi) ada 14 macam, sbb:
a)    Tujuh orang dari pihak keturunan, sbb:
1.    Ibu dan ibunya (nenek),ibu dari bapak.
2.    Anak dan cucu,dan seterusnya ke bawah.
3.    Saudara perempuan seibu sebapak,sebapak atau seibu saja.
4.    Saudara perempuan dari bapak.
5.    Saudara perempuan dari ibu.
6.    Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya.
7.    Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya.
b)   Dua orang dari sebsb menyusu, sbb:
1.    Ibu yang menyusuinya.
2.    Saudara perempuan sepersusuan.
c)    Lima orang dari sebab pernikahan, sbb:
1.    Ibu istri(mertua).
2.    Anak tiri,apabila sudah campur dengan ibunya.
3.    Istri anak(menantu).
4.    Istri bapak(ibu tiri).
5.    Haram menikahi dua orang perempuan yang bersaudara.
K.      Kufu(setingkat)
Setingkat dalam pernikahan antara laki-laki dengan perempuan ada lima sifat, yaitu menurut tingkat  kedua ibu dan bapak.
1.    Agama.
2.    Merdeka atau hamba.
3.    Perusahaan.
4.    Kekayaan.
5.    Kesejahteraan.

BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Segala jenis makanan apa saja yang ada di dunia halal untuk dimakan sampai ada dalil yang melarangnya. Makanan yang enak dan lezat belum tentu baik untuk tubuh, dan boleh jadi makanan  tersebut berbahaya bagi kesehatan. Selanjutnya makanan yang tidak halal bisa mengganggu  kesehatan rohani. Daging yang tumbuh dari makanan haram, akan dibakar di hari kiamat  dengan api neraka.
Ada banyak ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang makanan halal dan makanan haram, namun tentu saja tidak dapat kami tampilkan semua, di antaranya sebagaimana yang telah kami uraian dalam pembahasan di atas.
Makanan yang halalan thoyyibah atau halal dan baik serta bergizi tentu sangat berguna bagi kita, baik untuk kebutuhan jasmani dan rohani.. Hasil dari makanan minuman yang halal sangat membawa berkah, barakah meskipun jumlahnya sedikit. Makanan dan minuman haram, selain dilarang oleh Allah, juga mengandung lebih  banyak mudharat (kejelekan) daripada kebaikannya. Hasil haram meskipun banyak, namun  tidak barokah atau cepat habis dibandingkan yang halal dan barokah.
Mahar adalah pemberian sesuatu pemberian kepada si istri, baik pemberian berupa uang atau berupa barang (harta benda). Mahar bersifat wajib.
Meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Asyhar, Tobib. 2003. Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan Rohani. Jakarta: Al-Mawadi Prima.
Rasjid, Sulaiman. 1954. Fiqih Islam. Yogyakarta: Sinar Baru Algensindo.



[1] Tobib Al-Asyhar,Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan Rohani,(Jakarta: Al-Mawadi Prima,2003)

[3] H. Sulaiman Rasjid,Fiqih Islam,(Yogyakarta: Sinar Baru Algensindo, 1954)

Makanan Haram-Halal, Mahar, dan Meminang Makanan Haram-Halal, Mahar, dan Meminang Reviewed by asarisolid on 7:14 PM Rating: 5

No comments:

ADS

referensimakalah. Powered by Blogger.