Materi Thaharah Bagian 4/4

 


Materi 4 : AN-NAJASAH


1. PENGERTIAN AN-NAJASAH
An-Najasah sering dimaknai dengan najis dalam bahasa Indonesia. Meski pun secara bahasa Arab tidak identik maknanya. Najis sendiri dalam bahasa Arab ada dua penyebutannya. 
Pertama : Najas, maknanya adalah benda yang hukumnya najis. 
Kedua : Najis, yang maknanya adalah sifat najisnya. 
An-Najasah (najis) adalah lawan dari Thaharah yang maknanya kesucian.

2. PEMBAGIAN NAJASAH 
Para ulama telah membagi najis itu menjadi sekian jenis kelompok. Ada yang mengelompokkannya berdasarkan hukum dan hakikat. Ada juga yang membaginya berdasarkan levelnya antara berat, ringan dan sedang. Ada juga yang membaginya berdasarkan wujudnya yang cair atau padat. Dan juga ada yang membaginya berdasarkan yang terlihat dan tidak terlihat. 
Di sini kita hanya membahas dua dasar pembagian saja yaitu : 

BERDASARKAN HAKIKATNYA 
Berdasarkan hakikatnya, najis dapat dibedakan menjadi dua : Najis Hakiki dan Najis Hukmi.

NAJIS HAKIKI adalah najis yang selama ini kita pahami, yaitu najis yang berbentuk benda yang hukumnya najis. Jadi bentuknya kongkit, bisa dilihat. Misalnya darah, kencing, tahi (kotoran manusia), daging babi. Dalam bab tentang najasah, najis jenis inilah yang dimaksud.

Sementara NAJIS HUKMI itu maksudnya adalah hadats yang dialami oleh seseorang. Hadats bisa kita artikan dengan kondisi di mana seseorang tidak dalam keadaan suci menurut ketentuan syara’. Hadats bersifat abstrak (tidak dapat dilihat). 

Hadats ini terbagi dua:

HADATS KECIL, yaitu keadaan tidak suci menurut ketentuan syara’ disebabkan keluarnya sesuatu (selain sperma, darah haid, dan nifas) dari qubul (kemaluan) dan dubur (anus), misalnya buang angin, buang air kecil dan buang air besar. Juga termasuk dalam hadats kecil adalah apabila hilang akal dan tidur nyenyak. Cara mensucikannya dengan wudlu atau tayammum bila tidak ada air.

HADATS BESAR, yaitu keadaan tidak suci menurut ketentuan syara’ disebabkan keluarnya sperma, darah haid, dan nifas. Cara mensucikannya yaitu dengan mandi wajib atau tayammum bila tidak ada air

BERDASARKAN BERAT, RINGANNYA NAJIS

Berdasarkan ini najis dibagi atas tiga, yaitu:
1. Najis Mukhoffafah (ringan), seperti air kencing bayi laki-laki yang berusia kurang dari 2 tahun dan belum makan apa-apa selain ASI. Cara mensucikan najisnya adalah cukup dengan memerciki air pada tempat yang terkena najis.

2. Najis Mutawasithoh (sedang), seperti kotoran manusia, kotoran hewan, darah, nanah, bangkai. Cara mensucikannya yaitu dibasuh atau dicuci dengan air sampai hilang wujud, bau, warna, maupun rasanya.

3. Najis Mugholazah (berat), seperti air liur, kotoran anjing dan babi yang mengenai badan, pakaian, atau tempat. Cara mensucikannya yaitu dicuci sampai tujuh kali dengan air dan salah satu di antaranya dicampur dengan tanah, tanah liat atau debu yang suci.

 

3. BENDA YANG KENAJISANNYA DISEPAKATI ULAMA
a. Daging Babi 
Meskipun nash dalam Al-Quran Al-Kariem selalu menyebut keharaman daging babi, namun kenajisannya bukan terbatas pada dagingnya saja, namun termasuk juga darahnya, tulangnya, lemaknya, kotorannya dan semua bagian dari tubuhnya.

"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disebut selain Allah . Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."(QS. Al-baqarah : 173)

b. Darah 
Darah manusia dan binatang itu najis hukumnya, yaitu darah yang mengalir keluar dalam jumlah yang besar dari dalam tubuh. Maka hati, jantung dan limpa tidak termasuk najis, karena bukan berbentuk darah yang mengalir.
Sedangkan hewan air (laut) yang keluar darah dari tubuhnya secara banyak tidak najis karena ikan itu hukumnya tidak najis meski sudah mati.
Sedangkan darah yang mengalir dari tubuh muslim yang mati syahid juga tidak termasuk najis.

c. Air Kencing Manusia, Muntah dan Kotorannya. 
Kenajisan ketiga benda ini telah disepakati oleh para ulama. Kecuali bila muntah dalam jumlah yang sangat sedikit. Dan juga air kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun kecuali susu ibunya. Dalilnya adalah hadits berikut ini
"Dari Ali bin Abi Thalib ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Kencing bayi laki-laki itu cukup dengan memercikkanya saja. Sedangkan kencing bayi wanita harus dicuci". Qatadah berkata,"Dan ini bila belum makan apa-apa, tapi bila sudah makan makanan, maka harus dicuci". (HR. Tirmizi dan beliau menshahihkannya). 

d. Nanah
Nanah adalah najis dan bila seseorang terkena nanah, harus dicuci bekas nanahnya sebelum boleh untuk melakukan ibadah yang mensyaratkan kesucian (wudhu` atau mandi).

e. Mazi dan Wadi
Mazi adalah cairan bening yang keluar akibat percumbuan atau hayalan, keluar dari kemaluan laki-laki biasa. Mazi itu bening dan biasa keluar sesaat sebelum mani keluar. Dan keluarnya tidak deras / tidak memancar. Mazi berbeda dengan mani, yaitu bahwa keluarnya mani diiringi dengan lazzah atau kenikmatan (ejakulasi/orgasme) sedangkan mazi tidak.
Wadi adalah cairan yang kental berwarna putih yang keluar akibat efek dari air kencing.

f. Bangkai Hewan
Hewan yang mati menjadi bangkai hukumnya najis, sehingga badan, pakaian atau tempat shalat yang terkena bangkai hewan harus disucikan. Untuk mensucikannya bisa dilakukan dengan mencucinya dengan air hingga hilang bau, warna dan rasanya. Dalam Al-Quran Al-Kariem Allah SWT berfirman tentang hukum bangkai. Dalilnya sama dengan dalil babi di atas (QS. Al-Baqarah : 173)

g. Daging dan Susu Hewan Yang Haram Dagingnya
Para ulama sepakat mengatakan bahwa susu hewan itu haram selama dagingnya haram. Misalnya susu anjing itu hukumnya haram, karena daging anjing juga haram. Demikian juga susu hewan buas (pemakan hewan/carnivora) lainnya, susunya menjadi haram lantaran dagingnya haram dimakan.

h. Potongan Tubuh Dari Hewan Yang Masih Hidup
Anggota tubuh hewan yang terlepas atau terpotong dari tubuhnya termasuk benda najis dan haram hukumnya untuk dimakan.

4. BENDA YANG KENAJISANNYA TIDAK DISEPAKATI ULAMA
a. Khamar 
Meski jumhur ulama mengatakan bahwa khamar itu hukumnya najis, namun ada sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa khamar bukan termasuk najis. Sedangkan istilah najis yang ada dalam ayat Al-Quran Al-Kariem tentang khamar, bukanlah bermakna najis hakiki, melainkan najis secara maknawi.
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan".(QS. Al-Maidah : 90)
Makanya, ada ulama yang mengharamkan pemakaian parfum yang beralkohol, namun ada juga yang membolehkannya.

b. Anjing
Sebagian ulama menghukumi anjing sebagai hewan yang najis berat (mughallazhoh), bukan hanya air liurnya saja, tetapi juga seluruh tubuhnya. Namun ada sebagian ulama yang tidak menghukumi najis anjing pada badannya, kecuali hanya air liur dan dagingnya saja sebagai najis berat.

Lebih dalam tentang bagaimana perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kenajisan anjing ini, kita bedah satu persatu sesuai apa yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih rujukan utama.
1. Mazhab Al-Hanafiyah
Dalam mazhab ini, yang najis dari anjing hanyalah air liurnya, mulutnya dan kotorannya. Sedangkan tubuh dan bagian lainnya tidak dianggap najis. Kedudukannya sebagaimana hewan yang lainnya, bahkan umumnya anjing bermanfaat banyak buat manusia. Misalnya sebagai hewan penjaga atau pun hewan untuk berburu. Mengapa demikian ?
Sebab dalam hadits tentang najisnya anjing, yang ditetapkan sebagai najis hanya bila anjing itu minum di suatu wadah air. Maka hanya bagian mulut dan air liurnya saja (termasuk kotorannya) yang dianggap najis.
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila anjing minum dari wadah air milikmu, harus dicuci tujuh kali.(HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW bersabda,"Sucinya wadah minummu yang telah diminum anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.(HR. Muslim dan Ahmad)
Lihat kitab Fathul Qadir jilid 1 halaman 64, kitab Al-Badai` jilid 1 halaman 63.

2. Mazhab Al-Malikiyah
Mazhab ini juga mengatakan bahwa badan anjing itu tidak najis kecuali hanya air liurnya saja. Bila air liur anjing jatuh masuk ke dalam wadah air, wajiblah dicuci tujuh kali sebagai bentuk ritual pensuciannya.
Silahkan periksa kitab Asy-Syarhul Kabir jilid 1 halaman 83 dan As-Syarhus-Shaghir jilid 1 halaman 43.
3. Mazhab As-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah
Kedua mazhab ini sepakat mengatakan bahwa bukan hanya air liurnya saja yang najis, tetapi seluruh tubuh anjing itu hukumnya najis berat, termasuk keringatnya. Bahkan hewan lain yang kawin dengan anjing pun ikut hukum yang sama pula. Dan untuk mensucikannya harus dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
Logika yang digunakan oleh mazhab ini adalah tidak mungkin kita hanya mengatakan bahwa yang najis dari anjing hanya mulut dan air liurnya saja. Sebab sumber air liur itu dari badannya. Maka badannya itu juga merupakan sumber najis. Termasuk air yang keluar dari tubuh itu juga, baik kencing, kotoran dan juga keringatnya.
Pendapat tentang najisnya seluruh tubuh anjing ini juga dikuatkan dengan hadits lainnya antara lain :
"Bahwa Rasululah SAW diundang masuk ke rumah salah seorang kaum dan beliau mendatangi undangan itu. Di kala lainya, kaum yang lain mengundangnya dan beliau tidak mendatanginya. Ketika ditanyakan kepada beliau apa sebabnya beliau tidak mendatangi undangan yang kedua, beliau bersabda,"Di rumah yang kedua ada anjing sedangkan di rumah yang pertama hanya ada kucing. Dan kucing itu itu tidak najis". (HR. Al-Hakim dan Ad-Daruquthuny).
Dari hadits ini bisa dipahami bahwa kucing itu tidak najis, sedangkan anjing itu najis.
Lihat kitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 78, kitab Kasy-syaaf Al-Qanna`jilid 1 halaman 208 dan kitab Al-Mughni jilid 1 halaman 52.

c. Mani
Air mani yang keluar dari kemaluan seseorang sesungguhnya bukan benda najis. Air mani adalah satu pengecualian dari ketentuan bahwa segala benda yang keluar lewat kemaluan hukumnya najis. Baik berbentuk padat, cair atau gas.
Air kencing, mazi, wadi, darah, nanah, batu dan semua yang keluar lewat kemaluan ditetapkan para ulama sebagai benda najis. Kecuali air mani, hukumnya bukan najis.
Dalil dari tidak najisnya air mani ada banyak, di antaranya adalah hadits berikut ini :
Dari Aisyah ra berkata,"Aku mengerok mani dari pakaian Rasulullah SAW dan beliau memakainya untuk shalat. Dalam riwayat lain disebutkan,"Aku menggaruk dengan kuku-ku mani yang kering dari pakaian beliau. (HR. Muslim)
Dengan hadits ini, para ulama umumnya mengatakan bahwa air mani itu tidak najis. Tindakan Aisyah istri beliau mengerok atau menggaruk dengan kuku sisa mani yang sudah mengering di pakaian beliau menunjukkan bahwa air mani tidak najis. Sebab kalau najis, maka seharusnya Aisyah ra mencucinya dengan air hingga hilang warna, aroma atau rasanya.
Tindakan Aisyah menurut sebagian ulama dilatar-belakangi rasa malu beliau melihat Rasulullah SAW, suaminya, shalat dengan pakaian yang belepotan sisa mani. Maka dikeriknya setelah kering agar tidak terlihat nyata, meski sesungguhnya tetap masih ada sisa mani kering yang menempel.
Namun sebagian kecil ulama memang ada yang mengatakan bahwa air mani itu najis. Misalnya pendapat Al-Hanafiyah, Malik, Ahmad pada sebagian riwayat dan Al-Hadawiyah. Di antara dasar yang melandaskan pendapat mereka adalah hadits berikut ini :
Aisyah ra. mengatakan, ”Biasa Rasulullah SAW. mencuci mani kemudian keluar shalat memakai sarung itu dan saya melihat bekasnya cucian sarung itu” (HR Bukhari dan Muslim)
Tindakan Rasulullah SAW mencuci bekas mani di pakaiannya menunjukkan bahwa mani itu najis.
Namun pendapat ini dibantah oleh para ulama yang mengatakan bahwa air mani tidak najis dengan beberapa jawaban. Antara lain :
1. Hadits ini meski secara riwayatnya shahih, namun tidak menunjukkan kewajiban untuk mencuci bekas mani yang menempel di pakaian. Tetapi hanya menunjukkan keutamaan untuk mencucinya dan hukumnya hanya sunnah.
2. Kalau ada beberapa hadits yang bertentangan secara lahir, padahal masing-masing punya sandaran yang kuat, maka sebelum menafikan salah satunya, harus dicarikan dulu kesesuaian antara dalil-dalil itu. Dan menyimpulkan bahwa mani tidak najis adalah bentuk kompromi atas semua dalil yang ada. Sedangkan tindakan nabi yang mencuci bekas mani, harus dipahami bukan sebagai keharusan, melainkan kepantasan dan kesunnahan.
3. Meski pun Al-Hanafiyah mengatakan bahwa air mani itu najis, namun mereka berpendapat bahwa untuk mensucikan bekas mani cukup dengan mengeriknya setelah kering, tidak perlu dicuci.

Dan masih banyak lagi benda-benda yang kenajiasannya tidak disepakati para ulama. Misalnya bangkai hewan air atau tidak punya darah, potongan tubuh hewan yang tidak punya darah, kulit bangkai, air kencing bayi, air kencing dan susu hewan yang halal dagingnya, air mani (sperma), mayat manusia, liur orang tidur, dan seterusnya

 

4. NAJIS-NAJIS YANG DIMAAFKAN
Najis-najis yang dimaafkan adalah benda yang pada hakikatnya najis atau terkena najis, namun karena kadarnya sangat sedikit / kecil, sehingga dimaafkan. Secara umum, bahwa termasuk ke dalam najis yang dimaafkan adalah najis yang padat (bukan cair)yang hanya sedikit sekali yaitu hanya selebar uang dirham (3,17 gram) atau setara 20 qirath. Sedangkan untuk najis yang berbentuk cair, seluas lebar tapak tangan saja. Namun dalam pandangan mereka, meski najis itu dimaafkan, tetap saja haram melakukan shalat bila badan, pakaian atau tempatnya terkena najis yang dimaafkan

a. Mazhab Al-Hanafiyah
Mereka juga mengatakan bahwa yang termasuk najis yang dimaafkan adalah beberapa tetes air kencing kucing atau tikus yang jatuh ke dalam makanan atau pakaian karena darurat. Juga akibat percikan najis yang tak terlihat oleh mata telanjang.

b. Mazhab Malik mengatakan bahwa yang termasuk najis yang dimaafkan adalah darah manusia atau hewan darat yang sangat sedikti jumlahnya, juga nanah dan muntah yang sedikit. Kira-kira selebar titik hitam pada uang dirham. Baik najis itu berasal dari dirinya atau dari orang lain, termasuk dari hewan. Bahkan termasuk darah dari babi.
Juga air kencing yang sedikit sekali yang keluar tanpa mampu dijaga karena penyakit, termasuk di dalamnya adalah air mazi, mani dan yang keluar dari anus. Juga air kencing anak kecil dan kotorannya buat ibu yang sedang menyusuinya, karena nyaris mustahul tidak terkena sama sekali dari najis yang mungkin hanya berupa percikan atau sisa-sisa yang tak nampak.

c. Mazhab Syafi`i dan Hanbali dalam masalah najis yang dimaafkan ini nampak lebih keras, sebab yang dimaafkan bagi mereka hanyalah yang tidak nampak di mata saja. Atau darah nyamuk, kutu, bangsat atau serangga lain yang tidak punya darah cair. Juga sisa bekas berbekam (hijamah), bekas lalat, dan lainnya.

Kesimpulannya, najis yang dimaafkan :
1. Najis yang tidak dapat dilihat oleh pandangan sederhana seperti darah yang sedikit dan percikan air kencing.
2. Darah jerawat, darah bisul, darah kudis atau kurap dan nanah.
3. Darah binatang yang tidak mengalir darahnya seperti kutu, nyamuk, agas dan pijat.
4. Tempat berbekam, najis lalat, kencing tidak lawas, darah istihadhah, air kurap atau kudis.

* * *

CONTOH KASUS 
(sumber : www.Syariahonline.com)

Tanya : Najis ketika shalat
Jika sementara shalat wajib dan kita mengetahui ada najis di badan kita. maka apa yang harus kita lakukan dan apa landasannya?

Jawab :
Siapa yang melaksanakan shalat sementara ia mengetahui bahwa di badannya terdapat najis, entah sudah ada sebelum shalat atau ketika shalat, maka shalatnya batal karena kesucian badan, tempat, dan pakaian merupakan syarat sahnya salat.

Namun, jika ia lupa atau tidak mengetahuinya sampai shalatnya selesai, maka menurut Syeikh Utsaymin shalatnya sah dan tak perlu mengulang. Dalilnya bahwa Nabi saw pernah melaksanakan shalat berjamaah dengan para sahabat lalu beliau mencopot sendalnya lantaran menerima informasi dari Jibril bahwa ada najis padanya.
Beliau meneruskan tanpa mengulang shalat dari awal.

Tanya : Najis Jilatan Anjing
Saya ingin menanyakan tentang najis dari jilatan anjing. 
1. bila terjilat oleh anjing, wajibkah kita harus bersuci?? kalau dengan air dan sabun bolehkah?? 
2. harusklah kita bersuci dari najis, bila hanya terkena lendir dari hidung anjing?? sampai mana batas najis dari anjing?? 
3. adakah hukumaan (dosa) bila kita sering berkunjung kerumah temen yang memelihara anjing??

Jawab:
Masalah najisnya anjin dan bekas mulutnya telah secara zhir disebutkan dalam banyak hadits Rasulullah SAW. Salah satunya adalah hadits berikut : 

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,�Sucinya wadah milik kalian bila diminum / kemasukan mulut aanjing adalah dengan mencucinya 7 kali salah satunya dengan tanah. (HR. Muslim ) 

Memang di dalam zahir hadits itu yang disebutkan adalah kenajisan mulut anjing saja atau ludahnya. Namun para ulama menyertakan juga tubuh dan bagian tubuh anjing yang lainnya karena semua itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari anjing. 

Sedangkan ketentuan bahwa cara mensucikannya haruslah dengan mencucinya 7 kali dan salah satunya dengan tanah, adalah bersifat ta`bbudi atau bersifat ritual / seremonial. Dimana kita tidak perlu repot-repot mencari hikmah atau rahasia mengapa harus 7 kali dan mengapa harus dengan tanah. Karena itu adalah ritual Islam. Sesuatu yang bersifat rutual itu biasanya merupakan tatacara yang sudah dari sononya demikian. Sebagaimana kita tidak usah terlalu dipusingkan dengan pertanyaan kenapa shalat shubuh 2 rakaat dan maghrib 3 rakaat. Karena semua itu bersifat ta`abbudi. 

Karena kalau urusan mencuci najis anjing itu mesti harus diterangkan secara ilmiyah, maka pastilah akan terjadi sekian banyak perdebatan berikutnya, baik tentang zat apa dalam ludah anjing itu yang harus hilang, atau di dalam tanah itu ada zat apa sehingga bisa menghilangkan najis anjing. Lalu apa hubungan antara mencuci 7 kali dengan sekian kali pencucian dan seterusnya. Padahal semua itu adalah sebuah perintah dari langit kepada kita melalui Rasulullah SAW. Buat kita cukuplah menjalankannya sebagai bagian dari ketaatan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. 

Urusan rahasia dan hikmah itu urusan para ahli biologi atau hali kimia. Tapi yang jelas, apapun hasil penelitian mereka, itulah ritual agama dari Yang Maha Mengetahui. 

Khusus mengenai hukum memelihara anjing atau bertandang ke rumah orang yang memelihara anjing, memang ada hukum yang harus diperhatikan. Antara lain : 
* Yang dibolehkan untuk dipelihara adalah anjing untuk berburu atau anjing penjaga pagar halaman, dimana anjing itu tidak mengotori rumah atau tidak masuk ke dalam rumah. Karena malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang ada anjingnya. 
* Pemiliknya harus tahu hukum bergaul dengan anjing termasuk tentang masalah najis ludah dan tubuhnya. Agar dia tidak berlimang dengan kenajisan seterusnya. 
* Biaya untuk memelihara anjing terutama yang kelas mahal harus juga disesuaikan dengan rasa keadilan dan kemanusiaan. Jangan sampai untuk sekedar hobi, seseorang rela mengeluarkan biaya jutaan rupiah per bulannya untuk seekor anak anjing, sementara seorang guru di ujung gunung sana masih harus mengais rejeki menghidupi istri dan sekian banyak anaknya hanya dengan gaji serauts dua ratus ribu per bulannya. Ini jelas sangat menggugah rasa keadilan dan kemanusiaan kita. 

Tanya : bekas kencing
Ustadz bagaimana hukumnya pakaian yang kena cipratan air kencing sampai basah kemudian dibiarkan kering sendiri dengan dijemur dan tidak dibasuh air, apakah pakaian tersebut menjadi suci setelah kering atau tetap najis?

Jawab:
Najis dapat disucikan dengan air atau yang lainnya. Benda yang terkena najis bisa dikatakan suci lagi bila zat najisnya telah hilang, baik dengan air atau dengan matahari atau yang lainnya. Untuk mengetahui hilang atau tidaknya najis tersebut dilihat dengan ada atau tidak adanya sifat-sifat najis yang mencakup bau, rasa dan warnanya. Apabila ini semua telah hilang dari baju atau yang lainnya maka telah suci. Jadi pakaian yang saudara tanyakan tersebut dapat dihukumi suci bila telah hilang semua sifat-sifat kencing tersebut.

Tanya : Bekas Ompol
assalamualaikum saya mempunyai bayi perempuan 1 tahun kencingnya kadang bertebaran di mana-mana termasuk di karpet, lantai. kadang kami tidak sempat mengelapnya hingga air kencing tsb mengering. bila terinjak sahkah wudlu kami ? syukran

Jawab :
Kencing anak kecil yang terdapat di karpet atau tempat yang lainnya, jika telah mengering dan terinjak oleh orang yang telah berwudhu, maka wudhunya tersebut tetap sah dan tidak perlu mengulanginya lagi. Tetapi ia diperintahkan untuk mecuci kembali kaki tersebut sebelum melaksanakan shalat jika ketika menginjak, kakinya dalam keadaan basah. Tetapi jika kakinya sudah dalam keadaan kering, maka tidak perlu mencucinya lagi, karena najis yang berada di karpet tidak akan berpengaruh lagi atau tidak mungkin menempel.

Tanya : Kotoran Hewan yang Halal dimakan Apakah Najis?
Satu waktu saya pernah berdiskusi dengan rekan saya tentang thoharoh. Dia menganut pemahaman, bahwa anggota badan terkena kotoran binatang (terlepas binatang itu halal atau haram dimakan), terkecuali kotoran manusia (itu jelas najis), dan bahkan bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim pun (kecuali bersenggama), TIDAKMEMBATALKAN WUDHLU. Sementara saya berpemahaman berlwanan darinya. Mohon dipaparkan, penjelasan mana yang paling mendekati ke-shahihan ! Mohon juga disertakan dalil/nash (naqli dan aqli) sebagai bahan komparatif dari pemahaman yang ada ! Betulkah kotoran binatang yang halal dimakan tidak najis ? Terima kasih.

Jawab: 
Memang para ulama terdahulu berbeda pendapat tentang benda apa saja yang dikategorikan najis. Mereka juga sudah berbeda pendapat sejak dahulu tentang masalah apakah sentuhan kulit antara non mahram itu membatalkan wudhu atau tidak. Jadi ini adalah masalah klasik sekali yang hingga kini masih saja sering diperdebatkan. Apakah Anda ingin tahu bagaimana dahulu para ulama bisa sampai kepada kesimpulan yang berbeda dalam memandang dua hal tersebut ? Berikut ini adalah rinciannya. 
Pendapat Pertama : Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah 
Mereka berdua berpendapat bahwa kotoran hewan dan air kencingnya semuanya najis tanpa pilih-pilih. Mereka tidak membedakan apakah hewan itu termasuk jenis yang halal dimakan dagingnya atau tidak. Namun fuqaha Al-Hanafiyah memberikan persyaratan, yaitu kotoran binatang yang halal dimakan menjadi najis bila binatang itu memakan sesuatu yang najis atau meminumnya. Mereka mengatakan bahwa semuya jenis kotoran dan air kencing baik manusia maupun hewan adalah najis. Dalil yang mereka gunakan adalah Rasulullah SAW memerintahkan untuk menyiram bekas kencingnya seorang arab kampung yang kencing di masjid. Selain itu beliau juga telah bersabda :
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Bersucilah dari kencing” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketika Rasulullah SAW dibawakan dua batu dan satu lagi kotoran hewan untuk istinja`, maka beliau berkata,”Kotoran hewan ini riksun (najis).” 
Pendapat Kedua 
Ada lagi yang berpandangan sebaliknya, yaitu semua jenis kotoran hewan dan air kencingnya adalah tidak najis, apapun hewannya. 
Pendapat Ketiga : Al-Malikiyah 
Ini adalah pendapat yang ada diantara keduanya. Mereka membedakan apakah hewan itu halal dimakan dagingnya atau tidak. Bila dagingnya halal dimakan, maka kotoran dan air kencingnya tidak najis. Sebaliknya, bila dagingnya haram dimakan, maka kotoran dan air kencingnya najis. Sebenarnya dalil yang mereka gunakan hampir sama dan mirip, bedanya adalah pada bagaimana cara mereka memahami dan mengistimbath dalil-dalil yang sama itu. Semuanya berpulang kepada dua hadits berikut :
Dari Jabir bin Samurah ra bahwa seorang bertanya kepada Rasulullah SAW,”Bolehkah aku shalat di kandang kambing ?”. Beliau menjawab,”Boleh”. “Bolehkah aku shala di kandang unta?”. Beliau menjawab,”Tidak boleh”. (HR. Muslim 1:275, Ibnu Majah 1:166, Ahmad 5:86).
Rasulullah SAW bersabda,”Shalatlah di kandang kambing tapi jangan shalat di kandang unta.” (HR. Ahmad dan Tirmizy)
Lihat kitab As-Syarhu As-Shaghir 1/47, Bidayatul Mujtahid 1/77, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah 33, dan Kasysyaf Al-Qanna` 1/220. Hadits lainnya adalah tentang peristiwa dimana Rasulullah SAW membolehkan orang dari Uraniyyin untuk minum air kencing unta dan air susunya.
Dari Anas Bin Malik bahwa ada seorang dari `Ukl atau `Urainah datang dan meninggalkan Madinah, ...lalu mereka meminum air kencing unta dan susunya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh kalangan Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah, hadits yang menceritakan ada orang dari Ukl atau Urainah yang meminum air kencing unta adalah karena suatu sebab yaitu untuk berobat. Sehingga kebolehannya adalah karena sifat darurat. Tidak mutlak berlaku untuk siapa saja. 

Tanya : Keputihan apakah najis?
Saya wanita berusia 22th, belakang ini, saya sering menderita suatu penyakit ( bisa dibilang keputihan ) sudah berkali-kali saya berobat ke dokter dan minum obat tradisional spt jamu/ ramuan tradisional akan tetapi kenapa tidak henti - hentinya cairan itu tetap keluar di saat mau sholat, ( dan saya sudah berkali-kali ganti pakaian " maaf "( pakaian dalam ) apakah sholat saya tidak syah???? apakan itu suatu najis atan penyebab hilangnya syarat wajib dan syarat syahnya sholat...saya harus bagaimana..???

Jawab :
Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua. Saudari Syifa, keputihan itu termasuk najis. Karena itu, hendaknya setiap kali akan melaksanakan salat, hendaknya Anda memastikan terlebih dahulu bahwa diri dan pakaian Anda bersih darinya. Lalu, tutuplah dengan secarik kain. Jika sudah bersih, Anda bisa segera melaksanakan salat.Allah tidak membebani manusia dengan sesuatu yang di luar kemampuannya.Mudah-mudahan Allah menghilangkan penyakit Anda tersebut. 

Materi Thaharah Bagian 4/4 Materi Thaharah Bagian 4/4 Reviewed by asarisolid on 9:28 PM Rating: 5

No comments:

ADS

referensimakalah. Powered by Blogger.