Materi 3: AS-SU’RU
As-Su`ru adalah sisa yang
tertinggal pada sebuah wadah air setelah seseorang atau hewan meminumnya. Dalam
masalah fiqih, hal ini menjadi persoalan tersendiri, sebab air itu tercampur
dengan ludah hewan tersebut, sementara hewan itu boleh jadi termasuk di antara
hewan yang air liurnya najis.
1. HUKUM
SU`RU MANUSIA
Manusia itu tidak najis, baik manusia itu
laki-laki atau wanita. Termasuk juga wanita yang sedang mendapatkan haidh,
nifas atau isithadhah. Juga orang yang sedang dalam keadaan junub karena mimpi,
mengeluarkan mani atau sehabis melakukan hubungan seksual. Sebab pada dasarnya
manusia itu suci. Dasar kesucian tubuh orang yang sedang junub atau haidh
adalah hadits berikut ini :
Dari aisyah ra berkata,`Aku minum dalam keadaan
haidh lalu aku sodorkan minumku itu kepada Rasulullah SAW. Beliau meletakkan
mulutnya pada bekas mulutku. (HR. Muslim )
Begitu juga hukumnya orang kafir, sisa minumnya
itu tetap suci dan tidak merupakan najis. Sebab tubuh orang kafir itu tetap
suci meski dia tidak beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Kalau pun ada ungkapan bahwa orang kafir itu
najis, maka yang dimaksud dengan najis adalah secara maknawi, bukan secara
zhahir atau jasadi. Seringkali orang salah mengerti dalam memahami ayat
Al-Quran Al-Kariem berikut ini :
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
orang-orang yang musyrik itu najis , maka janganlah mereka mendekati
Masjidilharam sesudah tahun ini . Dan jika kamu khawatir menjadi miskin , maka
Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia
menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.
At-Taubah : 28)
Dahulu orang-orang kafir yang datang kepada
Rasulullah SAW bercampur baur dengan umat Islam. Bahkan ada yang masuk ke dalam
masjid. Namun Rasulullah SAW tidak pernah diriwayatkan memerintahkan untuk
membersihkan bekas sisa orang kafir.
Juga ada hadits Abu Bakar berikut ini :
Rasulullah SAW diberikan susu lalu beliau
meminumnya sebagian, lalu disodorkan sisanya itu kepada a`rabi (kafir) yang ada
di sebelah kanannya dan dia meminumnya, lalu disodorkan kepada Abu Bakar dan
beliau pun meminumnya (dari wadah yang sama) lalu beliau berkata,`Ke kanan dan
ke kanan`. (HR. Bukhari)
Kecuali bila manusia itu baru saja meminum khamar,
maka hukum ludah atau su`runya mejadi haram.
2. HUKUM
SU`RU HEWAN
Hukum su`ru hewan atau air yang telah kemasukkan
moncong hewan, sangat tergantung dari hukum hewan itu, apakah hewan itu najis
atau tidak.
a. Su`ru
Hewan Yang Halal Dagingnya
Bila hewan itu halal dagingnya maka su`ru nya pun
halal juga atau tidak menjadikan najis. Sebab ludahnya timbul dari dagingnya
yang halal. Maka hukumnya mengikuti hukum dagingnya.
Abu Bakar bin Al-Munzir menyebutkan bahwa para
ahli ilmu telah sepakat tentang hal ini. Air yang bekas diminum oleh hewan yang
halal dagingnya boleh digunakan untuk berwudhu, mandi janabah atau memberishkan
najis.
b. Su`ru
Anjing dan Babi
Anjing dan babi adalah hewan yang najis bahkan
termasuk najsi mughallazhah atau najis yang berat. Sehingga secara otomatis
su’ru anjing dan babi adalah najis.
Dalil mengenai najisnya su’ru anjing:
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW
bersabda,`Sucinya wadah kalian yang dimasuki mulut anjing adalah dengan
mencucinya 7 kali". Dan menurut riwayat Ahmad dan Muslim disebutkan
salahsatunya dengan tanah". (HR. Muslim)
Sedangkan najisnya babi sudah jelas disebutkan di
dalam Al-Quran Al-Kariem
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disebut selain Allah . Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah : 173)
c. Su`ru
Kucing
Hukum kucing itu sendiri berbeda-beda dalam
pandangan ulama. Sebagian mengatakan najis dan sebagiannya lagi mengatakan
tidak. At-Thahawi mengatakan bahwa kucing itu najis karena dagingnya najis bagi
kita. Dan karena itu pula maka ludahnya atau sisa minumnya pun hukumnya najis.
Sebab dagingnya pun najis.
Namun meski demikian, karena ada dalil yang secara
khusus menyebutkan bahwa sisa minum kucing itu tidak najis, maka ketentuan umum
itu menjadi tidak berlaku, yaitu ketentuan bahwa semua yang dagingnya najis
maka ludahnya pun najis. Minimal khusus untuk kucing.
Dalil yang menyebutkan tidak najisnya ludah kucing
itu adalah hadits berikut ini :
Dari Kabsyah binti Ka`ab bahwa beliau melihat Aba
Qatadah memberikan minum kepada kucing. Abu Qatadah berkata,`Mengapa kamu heran
wahai anak saudaraku ?. Dia menjawanb,:`Ya`. Abu Qatadah berkata lagi bahwa
Rasulullah SAW bersabda,`(Kucing) itu tidak najis, sebab kucing itu termasuk
yang berkeliaran di tengah kita. (HR. Abu Daud).
Sedangkan Al-Kharkhi dan Abu Yusuf bahwa su`ru
kucing itu hukumnya makruh. Alasannya adalah bahwa kucing itu sering menelan
atau memakan tikus yang tentu saja mengakibatkan su`runya saat itu menjadi
najis. Dalam hal ini Abu Hanifah pun sependapat bahwa kucing yang baru saja
memakan tikus, maka su’runya najis. Sedangkan bila tidak langsung atau ada jeda
waktu tertentu, maka tidak najis.
Hal ini sesuai dengan hukum su`ru manusia yang
baru saja meminum khamar, maka ludahnya saat itu menjadi najis.
d. Su`ru
Keledai dan Bagal
Bila sesekor keledai atau bagal minum dari suatu
air, maka sisa air itu hukumnya masykuk antara halal atau tidak halal untuk
digunakan wudhu dan mandi. Sebab ada beberapa dalil yang saling bertentangan
sehingga melahirkan khilaf di kalangan para ulama.
Yang mengharamkan su`ru kedua jenis hewan ini
berdasarkan ketentuan bahwa bila daging seekor hewan itu najis, maka ludahnya
pun ikut menjadi najis.
Sebaliknya, ada pula yang tidak menajiskannya
dengan berdasarkan kepada hadits berikut ini :
Dari Jabir ra dari Rasulullah SAW bahwa beliau
ditanya,`Bolehkah kami berwudhu denga air bekas minum keledai?. Rasulullah SAW
menajawab,`Ya boleh,`. (HR. Ad-Daruquthuny 173, Al-Baihaqi 1/329).
3. PERBEDAN
PENDAPAT DI KALANGAN FUQAHA (AHLI FIQIH)
Para Fuqaha besar berbeda pendapat dalam
masalah hukum su`ru hewan. Diantaranya adalah pendapat berikut ini :
a. Imam Abu
Hanifah :
Pendapat beliau terhadap masalah su`ru hewan ini
terbagi menjadi empat besar sesuai dengan jenis hewan tersebut, sebagaimana
yang dibahas di atas
b. Imam
Malik
Sebaliknya, Al-Imam Malik justru mengatakan bahwa
hukum su`ru semua jenis hewan itu halal. Tidak pandang apakah hewan itu najis
atau tidak.
Sebab beliau berpendapat bahwa untuk menajiskan
su`ru itu harus ada dalil yang kuat dan sharih (jelas, tegas), tidak bisa
sekedar mengikuti dagingnya yang bila dagingnya halal lalu ludahnya ikut halal
atau bila dagingnya haram ludahnya ikut haram. Menurut beliau, kaidah seperti
ini tidak bisa dijadikan dasar untuk mengharamkan atau menghalalkan sesuatu.
c. Imam
Asy-Syafi`i
Beliau berpendapat bahwa semua jenis su`ru hewan
itu halal, kecuali hanya su`ru anjing dan babi saja yang haram.
Dalil yang digunakan oleh mazhab beliau adalah
bahwa pada dasarnya Islam tidak memberatkan para pemeluknya. Kecuali bila
benar-benar sharih dan kuat dalilnya berdasarkan Al-Quran Al-Kariem dan sunnah.
Sebab Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran Al-Kariem :
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia
hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur. (QS. Al-Maidah : 6)
No comments: