Kronologi wafatnya Nabi Muhammad SAW, dan Bagaimana Kepemimpinan Kulafaur Rasyidin

BAB I
PENDAHULUAN



A.           Latar Belakang Masalah
Kematian Rasulullah meninggalkan kesedihan yang mendalam pada diri kaum muslimin.  Rasulullah pun tak memberi tahukan siapa penggantinya sebagai pemimpin umat islam.  Dakwah Islam yang dilakukan Nabi bersama para sahabat sangat luar biasa. Kekosongan pemimpin ini tidak dapat dibiarkan terlalu berlarut-larut, Karena hal ini akan embahayakan keadaan kaum muslimin.  Oleh karena itu umat muslim segera bermusyawarah untuk menentukan pemimpin umat islam pengganti rasulullah.
Pergantian kepemimpinan dari tangan Rasulullah ke tangan sahabat yang dikenal sebagai khalifah (khulafaurrasyidin). Para khalifah ini tetap menggunakan system pemerintahan sebagaimana yang dilakukan oleh rasulullah.  Para khalifah yang memimpin umat islam antara lain Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar ibn Abu Thalib, Ustman bin Affan, serta Ali bin Abu Thalib.
Masing-masing khalifah memiliki kekhasan dalam memerintah umat Islam.  Mereka berusaha keras melanjutkan dakwah Nabi ke seluruh alam.  Pentingnya mempelajari sejarah ini agar mahasiswa dapat memperoleh banyak pelajaran hidup dari pengalaman Rasulullah dan Khalifah.[1]

B.            Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, pemakalah menentukan rumusa masalah dari makalah ini sebagai berikut : Kronologi wafatnya Nabi Muhammad SAW, dan Bagaimana Kepemimpinan Kulafaur Rasyidin

C.           Tujuan
Adapun tujuan penulis untuk mengetahui Kronologi Wafatnya Nabi Muhammad SAW, dan Pemerintahan Kulafaur Rasyidin.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Wafatnya Nabi Muhammad SAW
a.       Pesan nabi kepada usama
Muhammad memerintahkan kepada Usama supaya menjejakan kudanya di perbatasan Balqa’ dengan Darum di Palestina, tidak jauh dari Mu’ta tempat yahnya dulu terbunuh, dan supaya menyerang musuh Tuhan itu pada pagi buta, dengan serangan yang gencar, dan menghujani mereka dengan api. Hal ini supaya di teruskan tanpa berhenti sebelum berita sampai lebih dulu kepada musuh. Apabila Tuhan sudah memberi kemenangan, tidak usah lama-lama tinggal di tempat itu. Dengan hasil dan kemenangan itu ia harus segera kembali.[2]
b.      Nabi Sakit
            Sekarang Usama dan pasukannya berangkat ke Jurf (tidak jauh dari Medinah). Mereka mengadakan persiapan hendak berangkat ke Palestina. Tetapi, dalam pada mereka sedang bersiap-siap itu tiba-tiba Rasulullah jatuh sakit, dan sakitnya makin keras juga, sehingga akhirnya tidak jadi mereka berangkat. Bisa jadi orang akan bertanya : Bagaimana sebuah pasukan yang persiapan dan keberangkatannya diperintahkan oleh rasulullah, tidak jadi berangkat karena dia sakit ?Ya. perjalanan pasukan ke Syam yang akan mengurangi sahara dan daerah tandus selama berhari-hari itu bukan soal ringan, dan tidak pula mudah buat kaum muslimin dengan Nabi yang sangat mereka cintai melebihi cinta mereka kepada diri sendiri akan meninggalkan Medinah sedang Nabi dalam keadaan sakit, dan yang sudah mereka sadari pula apa sebenarnya di balik sakitnya itu. Di tambah lagi mereka memang belum pernah melihat Nabi mengeluh karena sesuatu penyakit yang berarti. Penyakit yang pernah dideritanya tidak lebih dari kehilangan nafsu makan yang pernah dialaminya dalam tahun keenam Hijrah, tatkala ada tersiar berita bohong bahwa ia telah disihir  oleh orang-orang Yahudi, dan satu penyakit lagi yang pernah dideritanya sehingga karenanya ia berbekam, yaitu setelah termakan daging beracun dalam tahun ketujuh Hijrah. Cara hidupnya dan ajaran-ajarannya memang jauh dari gejala-gejala penyakit dan akibat-akibat yang akan timbul karenanya. Dalam membatasi diri dalam makanan, dan makannya yang hanya sedikit; kesederhanaannya dalam berpakaian dan cara hidup; kebersihannya yang dipeliharanya luar biasa dengan mengharuskan wudhu yang sangat disukainya, sampai pernah ia berkata : Kalu tidak karena kuatir akan memberatkan orang ia ingin mewajibkan penggunaan siwak lima kali sehari, kegiatannya yang tiada pernah berhenti, kegiatan beribadah dari satu segi dan kegiatan olahraga dari segi lain, kesederhanaandalam segalanya terutama dalam kesenangan; keluhurannya yang jauh dari segala hawa nafsu, dengan jiwa yang begitu tinggi tiada taranya; komunikasinya dengan kehidupan dan dengan alam dalam bentuknya yang sangat cemerlang, dan tiada putusnya, semua itu menjauhkan dirinya dari penyakit dan dapat memelihara kesehatan. Bentuk tubuh yang sempurna tiada cacat, perawakan yang tegap kuat, seperti halnya dengan Muhammad, akan jauh selalu dari penyakit.
Jadi kalau sekarang ia jatuh sakit, wajar sekali menjadi kekuatiran sahabat-sahabat dan orang-orang yang mencintainya.
c.       Nabi Pergi Kepekuburan
            Ada suatu peristiwa yang membuat mereka lebih cemas lagi. Pada malam pertama Muhammad merasa sakit ia tak dapat tidur, lama sekali tak dapat tidur. Dalam hatinya ia berkata, bahwa ia akan keluar pada malam musim itu, musim panas yang disertai hembusan angin di sekitar kota Medinah. Ketika itulah ia keluar, hanya di temani oleh pembantunya, Abu Muwayhiba. Tahukan kemana ia pergi ? Ia pergi ke Baqi’I-Gharqad, pekuburan Muslimin di dekat Medinah. Sesampainya di pekuburan itu ia berbicara kepada penghuni kubur, katanya : “Salam sejahtera bagimu, wahai penghuni kubur ! Semoga kamu selamat akan apa yang terjadi atas dirimu, seperti atas diri orang lain. Fitnah telah datang seperti malam gelap gulita, yang kemudian menyusul yang pertama, dan yang kemudian lebih jahat dari yang pertama.”[3]
            Abu Muwayhiba ini juga bercerita, bahwa ketika pertama kali sampai di Baqi’I-Gharqad Nabi berkata kepadanya : “ Aku mendapat perintah memintakan ampun untuk penghuni Baqi’ ini. Baiklah engkau berangkat bersama aku!”
            Setelah memintakan ampun dan tiba saatnya akan kembali, ia menghampiri Abu Muwayhiba seraya berkata :
            “Abu Muwayhiba, aku telah di beri anak kunci isi dunia ini serta kekekalan hidupdi dalamnya, sesudah itu surga. Aku disuruh memilih ini atau bertemu dengan Tuhan dan surga.”
Kata Abu Muwayhiba :
“Demi ayah bundaku ! Ambil sajalah kunci isi dunia ini dan hidup kekal di dalamnya, kemudian surga.”
“Tidak, Abu Muwayhiba”, kata Muhammad. “Aku memilih kembali menghadap Tuhan dan surga.”
Abu Muwayhiba bercerita apa yang telah dilihat dan apa yang telah dedengarnya; sebab Nabi mulai menderita sakit ialah keesokan harinya setelah malam itu ia pergi ke Baqi’. Orang jadi makin cemas, dan pasukan tidak jadi bergerak. Memang benar, bahwa hadis yang dibawa melalui Abu Muwayhiba ini oleh beberapa ahli sejarah diterima dengan agak sangsi. Disebutakan bahwa bukan karena sakit Muhammad itu saja yang membuat pasukan tidak jadi bergerak ke Palestina, tetapi karena banyaknya orang yang menggerutu, yang disebabkan oleh penunjukkan Usama dalam usia semuda itu sebagai pemimpin pasukan yang terdiri dari orang-orang penting dalam kalangan Anshar dan Muhajirin yang mula-mula. Itulah yang lebih banyak mempengaruhi tidak berangkatnya pasukan itu daripada sakitnya Muhammad.
d.      Bergurau Dalam keadaan Sakit
            Keesokan harinya bila tiba waktunya ia ke tempat Aisyah, dilihatnya Aisyah sedang mengeluh karena sakit kepala: “Aduh kepalaku!” Tetapi ia berkata sedang dia sudah mulai merasa sakit: “Tetapi akulah, Aisyah, yang merasa sakit kepala.”[4]
            Tetapi sakitnya belum begitu keras dalam arti ia harus berbaring di tempat tidur atau akan merintanginya pergi kepada keluarga dan istri-istrinya untuk sekedar mencumbu dan bergurau. Setiap didengarnya ia mengeluh Aisyah juga mengulangi lagi mengeluh sakit kepala.
Lalu kata Nabi : “Apa salahnya kalau engkau yang mati lebih dulu sebelum aku. Aku yang akan mengurusmu, mengafanimu, menyembayangkanmu, dan menguburkan kau!”
Karena senda gurau itu cemburu kewanitaannya timbul dalam hati Aisyah yang masih muda itu, sekaligus cintanya akan gairah hidup ini, lalu katanya :
            “Dengan begitu yang lain mendapatnasib baik. Demi Allah, dengan apa yang sudah kau lakukan itu seolah engkau menyuruh aku pulang ke rumah dan dalam pada itu kau akan berpengantin baru dengan istri-istrimu.”
            Nabi tersenyum, meskipun rasa sakitnya tidak mengizinkan ia terus bergurau.
Setelah rasa sakitnya terasa agak berkurang, ia mengunjungi istri-istrinya seperti biasa. Tetapi kemudian sakitnya terasa kambuh lagi, dan terasa lebih keras lagi. Ketika ia sedang berada di rumah Maimunah ia sudah tidak dapat lagi mengatasinya. Ia merasa perlu mendapat perawatan. Ketika itu dipanggilnya istri-istrinya ke rumah Maimunah. Dimintanya izin kepada mereka, setelah melihat keadaannya begitu, bahwa ia akan dirawat di rumah Aisyah. Istri-istrinya mengizinkan ia pindah. Dengan berikat kepala, ia keluar sambil bertopang dalam jalannya itu kepada Ali bin Abi Thalib dan kepada Abbas pamannya. Ia sampai di rumah Aisyah dengan kaki yang sudah terasa lemah sekali.
e.       Demam Keras
            Pada hari-hari pertama ia jatuh sakit, demamnya sudah terasa makin keras, sehingga ia merasa seolah seperti dibakar. Sungguhpun begitu, ketika demamnya menurun ia pergi berjalan ke masjid untuk memimpin sembahyang. Hal ini dilakukannya selama berhari-hari. Tapi tidak lebih dari sembahyang saja. Ia sudah tidak kuat duduk bercakap-cakap dengan sahabat-sahabatnya. Namun begitu apa yang dibisikkan orang bahwa dia menunjuk anak yang masih muda belia di atas kaum Muhajirin dan Anshar yang terkemuka untuk menyerang Rumawi, terdengar juga oleh Nabi. Meskipun dari hari ke hari sakitnya bertambah juga, tapi dengan adanya bisik-bisik demikian itu rasanya perlu ia bicara dan berpesan kepada mereka. Dalam hal ini ia berkata kepada istri-istri dan keluarganya :
“Tuangkan kepadaku tujuh kirbat air dari berbagai sumur, supaya aku dapat menemui mereka dan berpesan kepada mereka.
f.Pergi ke Masjid
Lalu dibawakan air dari beberapa sumur, dan setelah oleh istri-istrinya ia didudukan di dalam pasu kepunyaan Hafsha, ketujuh kirbat air itu disiramkan kepadanya. Kemudian katanya : Cukup. Cukup.
Lalu ia mengenakan pakaian kembali, dan dengan berikat kepala ia pergi ke masjid. Setelah duduk di atas mimbar, ia mengucapkan puji dan syukur kepada Allah, kemudian mendoakan dan memintakan ampunan bauat sahabat-sahabatnya yang telah gugur diUhud. Banyak sekali ia mendoakan mereka itu. Kemudian katanya :
“Saudara-saudara. Laksanakanlah keberangkatan Usama itu. Demi hidupku. Kalau kamu telah berbicara tentang kepemimpinannya, tentang kepemimpinan ayahnya dulupun juga kamu telah berbicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan.”
Muhammad diam sebentar. Sementara itu orang-orang juga dian, tiada yang bicara. Kemudian ia meneruskan berkata lagi :
“Seorang hamba Allah oleh Tuhan telah di suruh memilih antara di dunia ini atau di sisisNya, maka ia memilih di sisi Tuhan.”
Muhammad diam lagi, dan orang-orang juga diam tidak bergerak. Tetapi Abu Bakar segera mengerti, bahwa yang di maksud oleh Nabi dengan kata-kata terakhir itu adalah dirinya. Dengan perasaannya yang snagat lembut dan besarnya persahabatannya dengan Nabi, ia tak dapat menahan air mata dan menangis sambil berkata :
“Tidak. Bahkan tuan akan kami tebus dengan jiwa kami dan anak-anak kami.”
Kauatir rasa terharu Abu Bakar ini akan menular kepada yang lain, Muhammad memberi isyarat kepadanya :
“Sabarlah Abu Bakar.”
Kemudian dimintanya supaya semua pintu yang menuju ke masjid ditutup, kecuali pintu yang ke tempat Abu Bakar. Setelah semua pintu ditutup, katanya lagi :
“Aku belum tahu ada orang yang lebih bermurah hati dalam bersahabat dengan aku seperti dia. Sekiranya ada dari hamba Allah yang akan ku ambil sebagai khalil (teman kesayangan) maka Abu Bakarlah khalilku, tetapi persahabatan dan persaudaraan adalah dalam iman, sampai tiba saatnya Tuhan mempertemukan kita.”
g.      Percakapan dengan Fatimah Anaknya
Tatkala sakitnya sudah makin keras, panas demamnya makin memuncak, istri-istri dan tamu-tamu yang datang menjenguknya, bila meletakkan tangan di atas selimut yang dipakainya, terasa sekali panas demam yang sangat meletihkan itu. Dan Fatimah putrinya, setiap hari datang menengok. Ia sangat mencintai putrinya itu, cinta seorang ayah kepada anak yang hanya tinggal satu-satunya sebagai keturunan. Apabila ia datang menemui Nabi, ia menyambutnya dan menciumnya, lalu didudukkannya di tempat ia duduk. Tetapi setelah sakitnya demikian payah, putrinya itu datang menemuinya dan mencium ayahnya.
“Selamat datang, putriku” , katanya. Lalu didudukkannya ia di sampingnya. Ada kata-kata yang di bisikkannya ketika itu, Fatimah lalu menangis. Kemudian di bisikkannya kata-kata lain. Fatimah pun jadi tertawa. Bila hal itu oleh Aisyah datanyakan, ia menjawab :
“Sebenarnya saya tidak akan membuka rahasia Rasulullah s.a.w.” Tetapi setelah Rasul wafat, ia mengatakan, bahwa ayahnya membisikkan kepadanya, bahwa ia akan meninggal oleh sakitnya sekali ini. Itu sebabnya Fatimah menangis. Kemudian di bisikkannya lagi, bahwa putrinya itulah dari keluarganya yang pertama kali akan menyusul. Itu sebabnya ia tertawa.
            Karena panas demam yang tinggi itu. Sebuah bejana berisi air dingin diletakkan disampinganya. Sekali-kali ia meletakkan tangan ke dalam air itu lalu mengusapkannya ke muka. Begitu tingginya suhu panas demam itu, kadang ia sampai tak sadarkan diri. Kemudian ia sadar kembali dengan keadaan yang sudah sangat payah sekali. Karena perasaan sedih yang menyayat hati, pada suatu hari Fatimah berkata mengenai penderitaan ayahnya itu :
“Alangkah beratnya penderitan ayah!”
“Tidak. Takkan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini”, jawabnya.
Maksudnya ia akan meninggalkan dunia ini, dunia duka dan penderitaan. 
h.      Tidak mau di obati keluarganya
            Melihat keadaannya yang demikian keluarganya berpendapat hendak membantunya dengan pengobatan. Asma’ salah seorang kerabat Maimunah telah menyediakan semacam minuman, yang pernah dipelajari cara pembuatannya selama ia tinggal di Abisinia. Tatkala Nabi sedang dalam keadaan pingsan karena demamnya itu, mereka mengambil kesempatan menegukkan minuman itu ke mulutnya. Bila ia sadar kembali ia bertanya :
“Siapa yang membuatkan ini? Mengapa kamu melakukan itu ?”
“Kami kuatir Rasulullah menderita sakit radang selaput dada”, kata Abbas pamannya.
“Allah tidak akan menimpakan    penyakit yang demikian itu kepadaku.”
Kemudian disuruhnya semua yang hadir dalam rumah supaya meminum obat itu, tidak terkecuali Maimunah meskipun sedang berpuasa. Muhammad memiliki harta tujuh dinar ketika penyakitnya mulai terasa berat. Kuatir bila ia meninggal harta masih di tangan, maka dimintanya supaya uangnya itu di sedekahkan. Tetapi karena kesibukan mereka merawat dan mengurus selama sakitnya dan penyakit yang masih terus memberat, mereka lupa melaksanakan perintahnya itu. Setelah hari Minggunya sebelum hari wafatnya ia sadar kembali dari pingsannya, ia bertanya kepada mereka : Apa yang kamu lakukan dengan (dinar) itu?Aisyah menjawab, bahwa itu masih ada di tangannya. Kemudian di mintanya supaya dibawakan. Bilamana uang itu sudah diletakkan di tangan Nabi, ia berkata :
“Bagaimanakah jawab Muhammad kepada Tuhan, sekiranya ia menghadap Allah, sedang ini masih di tangannya.”
Kemudian semua uang dinar itu di sedekahkan kepada fakir miskin di kalangan Muslimin.
Malam itu Muhammad dalam keadaan tenang. Panas demamnya sudah mulai turun, sehingga seolah karena obat yang diberikan keluarganya itulah yang sudah mulai bekerja dan dapat melawan penyakitnya. Sampai-sampai karena itu ia dapat pula di waktu subuh keluar rumah pergi ke masjid dengan berikat kepala dan bertopang kepada Alibin Abi Thalib dan Fadzl bin ‘I-‘Abbas. Abu Bakar waktu itu sedang mengimami orang-orang bersembahyang. Setelah kaum Muslimin yang sedang melakukan salat itu melihat Nabi datang, karean rasa gembira yang luar biasa, hampir-hampir mereka terpengaruh dalam sembahyang itu. Tetapi Nabi memberi isyarat supaya mereka meneruskan salatnya. Bukan main Muhammad merasa gembira melihat sema itu.
Melihat tanda-tanda kesehatan Nabi yang bertambah maju, bukan main gembiranya kaum muslimin, sampai-sampai Usama bin Zaid datang menghadap kepadanya dan minta izin akan membawa pasukan ke Syam, dan Abu Bakar pun datang pula menghadap dengan mengatakan : “Rasulullah ! saya lihat sekarang dengan karunia dan nikmat Tuhan sudah sehat kembali. Semua kaum muslimin dalam suasana suka cita dan gembira sekali sebab sebelum itu itu mereka semua dalam keadaan kesedihan, berwajah suram setelah mendapat berita bahwa Nabi dalam keadaan sakit, demmnya emakin keras sampai ia pingsan.
Sekarang ia kembali pulang ke rumah Aisyah, senang sekali hatinya melihat kaum muslimin sudah memenuhi masjid dengan hati bersemarak, meskipun ia masih merasakan badannya sangat lemah sekali. Di pendangnya laki-laki itu oleh Aisyah, dengan kalbu yang penuh pemujaan akan kebesaran orang itu, dan sekarang penuh rasa iba hati karena ia lemah, ia sakit. Ia ingin sekiranya ia dapat mencurahkan segala yang ada dalam dirinya untuk mengembalikan tenaga orang itu, mengembalikan hidupnya.
Akan tetapi, kiranya perginya Nabi ke masjid itu adalah suatu kesadaran batin, yang akan disusul oleh kematian. Setelah memasuki rumah, tiap sebentar tenaganya bertambah lemah juga. Ia melihat maut sudah semakin mendekat. Tidak sangsi ia bahwa hidupnya hanya tinggal beberapa saat saja lagi. Ya kiranya apakah yang di perhatikannya pada detik-detik yang masih ada sebelum ia berpisah dengan dunia ini ?
Dalam hal ini beberapa sumber masih sangat berlain-lainan sekali keterangannya. Sebagian besar menyebutkan bahwa pada hari musim panas yang terjadi di seluruh semenanjung itu 8 Juni 632 ia minta disediakan sebuah bejana berisi air dingin dan dengan meletakkan tangan ke dalam bejana itu ia mengusapkan air ke wajahnya; dan bahwa ada seorang laki-laki dari keluarga Abu bakar datang ke tempat Aisyah dengan sebatang siwak di tangannya. Muhammad memandangnya demikian rupa, yang menunjukkan bahwa ia menginginkannya. Oleh Aisyah benda yang di tangan kerabatnya itu diambilnya, dan setelah dikunyah (ujungnya) sampai lunak diberikannya kepda Nabi. Kemudian dengan itu ia menggosok dan membersihkan giginya. Sementara ia sedang dalam sakratulmaut, ia menghadapkan diri kepada Allah sambil berdoa : “Allahumma ya Allah! Tolonglah aku dalam sakratulmaut ini.”
Aisyah berkata yang pada waktu itu kepala Nabi di pengkuanku. “Terasa olehku Rasulullah s.a.w. sudah memberat di pangkuanku. Kuperhatikan air mukanya, ternyata pandangannya menatap ke atas seraya berkata : “Ya Handai Tertinggi di surga.”
Kataku : “Engkau telah dipilih maka engkau pun memilih. Demi yang mengutusmu dengan kebenaran.” Maka Rasulullah pun berpulang sambil bersandar antara dada dan leherku dan dalam giliranku. Aku pun tiada menganiaya orang lain. Dalam kurangnya pengalamanku  dan usiaku yang masih muda. Rasulullah s.a.w. berpulang ketika ia di pangkuanku. Kemudian ku letakkan kepalanya di atas bantal, aku berdiri dan bersam-sama wanita-wanita lain aku memukul-mukul mukaku.”
Kalangan muhajirin berpendapat bahwa Nabi akan dimakamkan di mekah, tanah tumpah darahnya dan ditengah-tengah keluarganya. Yang lain berpendapat supaya dimakamkan di Bait’I-Maqdis (Yerusalem) karena para nabi sebelumnya di sana di makamkan. Kaum muslimin tak dapat menyetujui pendapat ini, mereka tidak setuju Nabi dimakamkan di Mekah. Mereka ini berpendapat supaya Nabi dimakamkan di Medinah, kota yang telah memberikan perlindungan dan pertolongan, dan kota yang mula-mula bernaung di bawah bendera Islam. Kemudian Abu Bakar tampil memberikan keputusan kepada orang ramai itu dengan mengatakan : “Saya dengar Rasulullah s.a.w. berkata setiap ada nabi meninggal, ia dimakamkan di tempat dia meninggal.”
Lalu diambil keputusan, bahwa pada letak tempat tidur ketika Nabi meninggal itu, di tempat itulah akan di gali.
i.        Nabi dimakamkan
Selanjutnya yang bertindak memandikan Nabi ialah keluarganya yang dekat. Yang pertama sekali Ali bin Abi Thalib, lalu Abbas bin Abd’I-Muttalib serta kedua putranya, Fadzl dan Qutham serta Usman bin Zaid. Usman bin Zaid dan Syuqran, pembantu Nabi, bertindak menuangkan air sedang Ali yang memandikannya berikut baju yang dipakainya. Mereka tidak mau melepaskan baju itu dari (badan) Nabi. Dalam pada itu mereka juga mendapatkan Nabi begitu harum, sehingga Ali berkata : “Demi ibu bapaku! Alangkah harumnya engkau di waktu hidup dan di waktu mati.”
Karena itu juga beberapa Orientalis ada yang berpendapat,bahwa bau harum itu disebabkan Nabi selama hidupnya biasa memakai wangi-wangian. Ia menganggap wangi-wangian itu sudah menjadi barang kesukaannya dalam kehidupan dunia ini.
Selesai dimandikan dengan mengenakan baju yang dipakainya itu, Nabi dikafani dengan tiga lapis pakaian : dua Shuhari dan satu pakaian jenis burd hibara dengan sekali dilipatkan. Selesai penyelenggaraan dengan cara demikian, jenazah dibiarkan di tempatnya. Pintu-pintu kemudian dibuka untuk memberikan kesempatan kepada kaum Muslimin, yang memasuki tempat itu dari jurusan masjid, untuk mengelilingi sreta melepaskan pandangan perpisahan dan memberikan doa salawat kepada Nabi. Kemudian mereka keluar lagi dengan membawa perasaan duka dan kepahitan yang dalam sekali, yang sangat menekan hati.
Ruangan itu telah menjadi penuh kembali tatkala kemudian Abu bakar dan Umar masuk melakukan sembahyang bersam-sama Muslimin yang lain, tanpa ada yang bertindak selaku imam dalam sembahyang itu. Setelah orang duduk kembali dan keadaan jadi sunyi, Abu Bakar berkata : “Salam kepadamu ya Rasululah, beserta rahmat dan berkah Tuhan. Kami bersaksi, bahwa Nabi dan Rasulullah telah menyampaikan risalah Tuhan, telah berjuang di jalan Allah sampai Tuhan memberikan pertolongan untuk kemenangan agama. Ia telah menunaikan janjinya, dan menyuruh orang menyembah hanya kepada Allah tidak bersekutu.”
Pada setiap kata yang diucapkan Abu Bakar disambut oleh Muslimin dengan penuh syahdu dan khusyu : Amin! Amin!selesai bagian laki-laki melakukan sembahyang, setelah mereka keluar, masuk pula kaum wanita, dan setelah mereka, kemudian masuk pula anak-anak. Semua mereka itu, masing-masing membawa hati yang pedih, perasaan duka dan sedih menekan kalbu, karena mereka harus berpisah dengan Rasulullah, penutup para Nabi.
j.        Nabi dikebumikan
Bilamana hari sudah senja, dan setelah kaum Muslimin selesai menjenguk tubuh yang suci itu serta mengadakan perpisahan yang terakhir, keluarga Nabi sudah siap pula akan menguburkannya. Mereka menunggu sampai tengah malam. Kemudian sehelai syal berwarna merah yang biasa dipakai Nabi dihamparkannya di dalam kuburan itu. Lalu ia diturunkan dan dikebumikan ke tempatnya yang terakhir oleh mereka yang telah memandikannya. Di atas itu lalu dipasang bata mentah kemudian kuburan itu ditimbun dengan tanah.
Dalam hal ini Aisyah berkata : “Kami mengetahui pemakaman Rasulullah s.a.w. ialah setelah mendengar suara-suara sekop pada tengah malam itu. Fatimah juga berkata seperti itu.
Upacara pemakaman itu terjadi pada malam Rabu 14 Rabiul awal, yakni dua hari setelah Rasul berpulang ke rahmatullah. Sesudah itu Aisyah tinggal menetap di rumahnya dalam ruangan yang berdampingan dengan ruangan makam Nabi. Ia merasa bahagia di samping tetangga yang sangat mulia itu.

B.       Khulafaur Rasyidin
Rasulullah SAW wafat tanpa meningalkan wasiat kepada seseorang untuk meneruskan ke pemimpinannya (kekhalifahan).[5] Sekelompok orang berpendapat bahwa Abu Bakar lebih berhak atas kekhilafahan karena rasulullah meridhainya dalam soal-soal agama, salah satunya dengan memintanya mengimamai shalat berjamaah selama beliau sakit. Oleh Karena itu, mereka menghendaki agar Abu Bakar memim pin urusan keduniaan, yakni kekhalifahan. Kelompok yang lain berpendapat bahwa orang yang paling berhak atas kekhalifahan ialah dari Ahlul Bait Rasulullah SAW, yaitu Abdullah bin Ali bin Abu Thalib. Selain itu, masih ada sekelompok lain yang berpenapat bahwa yang paling berhak atas kekhalifahan ialah salah seorang dari kaum Quraisy yangtermasuk di dalam kaum Muhajirin gelombang pertama. Kelompok lain berpendapat, bahwa yang paling berhak atas kekhalifahan ialah kaum Anshar.
Memang Rasulullah wafat mengejutkan kaum muslimin tetapi sesungguhnya dalam sakitnya yang terakhir ketika beliau mengalami gangguan kesehatan sekurang-kurangnya selama tiga bulan, Nabi Muhammad telah merasakan bahwa ajalnya akan segera tiba.
Masalah seksesi mengakibatkan suasana politik umat Islam menjadi sangat tegang. Padahal semasa hidupnya, nabi bersusah payah dan berhasil membina persaudaraan sejati yang kokoh di antra sesama pengikutnya, yaitu antara kaum Muhajirin dan Anshar. Dilambatknny pemakaman jenazah beliau menggambarkan betapa gawatnya krisis suksesi itu. Ada tiga golongan yang bersaing keras dalam perebutan kepemimpinan  ini; Anshar, Muhajirin, dan keluarga Hasyim.
Dalam pertemuan di balai pertemuan Bina Siadah di Madinah kaum Ansar mencalonkan sa’ad bin Ubadah, pemuka Khazraj, sebgai pemimpi umat. Sedangkan Muhajirin mendesak Abu Bakar sebagai calon mereka karena dipandang paling tidak layak untuk menggatikan nabi. Di pihak lain terdapat sekelompok orang yang menghendaki Ali bin Abi Thalib, karena nabi telah menunjuk secara terang-terangan sebagai penggantinya, di samping Ali adalah menantu dan kerabat nabi.
Masing-masing golongan merasa paling berhak menjadi penerus nabi. Namun berkat tidak tegas dari tiga orang, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khaththab, dan Abu Ubidah bin Jarrah yang dengan melakukan semacam kudeta (coup d’etat) terhaap kelompok, memaksa Abu Bakar sendiri sebagai deputu nabi.  Muslim yang masih muda itu berada dalam tanda tanya besar. dengan semangat ukhwah Islamiyah, terpilihnya Abu Bakar. Ia adalah orang Quraisy yang merupakan pilihan ideal, karena sejak pertama mnjadi pendamping nabi, iya sahabat yang paling memahani risalah Muhammad, bahkan ia merupakan kelompok as-sabiqun al-awwalun yang memperoleh gelar Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Abu Bakar bergelar “khalifah rasulullah” atau khalifah. Meskupun dalam hal  ini perlu dijelaskan bahwa kedudukan nabi sesungguhnya tiak akan pernah tergantikan, karena tidak ada seorang pun yang menerima ajaran Tuhan sesudah Muhammad. Sebagai penyampai wahyu yang diturunkan dan sebagai utusan Tuhan yang tidak dapat diambil alih seseorang. Menggantian Rasul (khalifah) hanyalah perjuangan nabi.
Sepeninggalan Rasulullah, empat orang pengganti beliau adalah para pemim pin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar tradisi dari sang Guru Agung bagi kemajuan Islam dan umatnya. Oleh karena itu, gelar Al-Khalafah Ar-Rasyidin yang mendapat bimbingan di jalan lurus diberikan kepada mereka.

a.                   ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ (11-13H/632-634M)
Abu bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin abi quhafa at-Tamimi. Di zaman pra islam bernama abdul ka’bah, kemudian diganti oleh nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama. Dijuluki abu bakar karena dari pagi-pagi betul (orang yang paling awal) memeluk islam. Gelar ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan nabi berbagai peristiwa, terutama Isra’ dan mi’raj. Seringkali mendampingi rasulullah di saat-saatpenting jika berhalangan, Rasulullah mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas keagamaan atau mengurusi persoalan-persolan actual di madinah.
Abu  Bakar memangku jabatan khalifah selama dua tahun lebih sedikit, yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya nabi. Terpilihnya Abu Bakar telah membnagun kembali kesadaran dan tekad umat untuk bersatu melanjyutkan tugas mulia nabi. Ia menyadari bahwa kekuatan kepemimpinanya bertumpu pada komunitas yang bersatu ini, yang pertama kali mejadi perhatian khalifaha adalah merealisasikan keinginn nabi yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirim ekspedisi ke perbatasan Surih di bawah pimpinan Usamah.
Wafatnya nabi mengakibatkan beberapa masalah bagi masyarakat muslim. Beberapa orang Arab yang lemah imannya justru menyatakan murtad, yaitu keluar dari Islam. Mereka melepaskan kesetiaan dengan menolak meberikan baiat kepada khalifah yang baru dan bahkan menentang agama Islam, karena mereka menganggap bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat nabi Muhammad dengan sendirinya batal disebabkan kematian nabi.
Maka tidaklah mengherankan dengan banyaknya suku Arab ynag melepaskan diri dari ikatan agama Islam. Mereka adalah orang-orang yang baru memasuki Islam. Belum cukup waktu lagi bagi nabi dn para sahabatnya untuk mengajari mereka prinsip-prinsip keimanan dan ajaran Islam. Memang, suku-suku Arab dari padang pasir yang  jauh itu telah datang kapada nabi dan mendapat kesan mendalam tentang           Islam, tetapi mereka hanyalah setitik air disamudera.
Oleh karena itu, khalifah dengan tegas melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka. Mula-mula hal itu dimaksudkan sebagai tekanan untuk mengajak mereka kembali kejalan yang benar, lalu berkembang menjadi perang merebut kemenangan. Tindakan pembersih juga dilakukan menumas nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat.
Selama tahun-tahun terkahir kehidupan Nabi, telah muncul nabi-nabi palsu di wilyah Arab dagian selatan dan tengah. Yang pertama mengaku dirinya memegan peran kenabian muncul di Yaman, ia bernama Aswad Ansi. Berikutnya ialah Musailamah Al-Kadzab, yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad telah mengangkat dirinya sebagai mitra (partner) di dalam kenabian. Penganggapan lainnya adalah Tulaihah dan Sajjah Ibnu Haris, seorang wanita dari Arab Tengah.
Adapun orang-orang yang tidak mau membayar zakat, di antaranya karena mereka mengira bahwa zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan penyerahannya ke perbendaharaan pusat di Madinah yang sama artinya dengan penurunan kekuasaan; suatu sikap yang tidak disuki oleh suku-suku Arab karena bertentangan karakter mereka yang independen.

b.                  UMAR BIN KHATHTHAB (13-23H/634-644M)
Umar bin Khaaththab nama lengkapnya Umar bin Khathathab bin Nufaul keturuan Abdul Iza Al-Quraisy dari suku Adi; salah satu suku yang terpandang mulia. Umar dilahirka dimekah 40 tahun sebelum kelahiran Nabi SAW. Ia adalah seorang yag berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani. Ia ikut memelihara ternak ayhnya, san berdagang hingga ke Syiria. Ia juga dipercaya oleh suku bangsanya, Quraisy unruk berunding dan mewakilinya jika ada persoalan dengan suku-suku yang lain. Umar masuk islam pada tahum kelima setelah kenabian, dan menjadi slahsatu sahabat terdekat Nabi SAW serta dijadikan sebagai tempat rujukan oleh nabi mengenai hal-hal yang penting. Ia dspst memecahkan masalah yang rumit tentang siapa yang berhak mengganti Rasulullha dalam memimpin umat seteah wafatnya Rasulullah SAW. Dengan memilih dan melibatkan abu bakar sebagai khalifah Rasulullah sehingga ia dapat pernghormatan yang tinggi dan diminta nasihatnya serta menjadi tangan kanan khallifah yang baru itu. Sebelum meninggal dunia, Abu Bakar telah menunjuk Umar bin Khaththab menjadi pengurusnya. Rupanya masa dua tahun bagi khalifah Abu Bakar belumlah cukup menjamin stbilits keamanan terkendali, maka penujukan ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadi perselisihan dikalangan umat Islam. Ketika Umar telah menjadi khlifaha, ia berkata pada umatnya: “Orang-orang Arab seoerti halnya seekor unta yang keras kepala dan ini akan bertalian dengan pendengan dimana jalan yang akan dilalui, denga nama Allah, begitulah aku akan menunjukan kepada kamu jalan yang harus engkau lalui.”
Meskipun peristiw diangkatannya Umar sebagai Khalifah itu merupakan fenomena yang baru, tetapi haruslah dicatat bahwa perlihan kepemimpinan tetap dalam bentuk musyawarah, yaitu  berupa usulan atau rekomendasi dari Abu Bakar yang diserahkan kepada persetujuan umat Islam. Untuk maenjajki pendapat umum, Khalifah Abu Bakar melakukan serangkaian konsultasi terlebih dahulu dengan beberapa sahabat, antara lain Abdulrahman bin Auf dan Usman bin Affan, 
Pada awalnya terdapat berbagai keberatan mengenai rencana pengangkatann Umar, sahabat Thalhah misalnya, segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikan rasa kecewanya. Namun, karena Umar adalah orang yang paling tepat untuk mendudukin kursi kekahlifahan, maka pengangkatan Umar mendapat persetujuan dan baiat dari semua anggota  masyarakat Islam.
Umar bin Khaththab menyebutkan dirinya “Khalifah Khalifati Rasulillah” (pengganti dari pengganti rasulullah). Iya juga mendapat gelar Amir Al-Mukminin (komandan orang-orang beriman) sehubungan dengan penaklukan-penaklukan yang berlangsung pada masa pemerintahannya.

c.                   UTSMAN BIN AFFAN (23-36H/644-656M)
Khalifah ketiga adalah Utsman bin Affan. Nama lengkapnya ialah Utsman bin Affan  bin Abil bin Umayyah dari suku Quraisy. Ia memeluk Islam karena ajakan Abu Bakar, dan menjadi salah satu sahabat dekat Nabi SAW. Ia sangat kaya tetapi berlaku sederhana, dan sebagian besar kekayaannya digunakan untuk kepentingan Islam. Ia mendapai julukan zun nurain, artinya yang memiliki dua cahaya, karena menikahi dua putrid Nabi SAW secara berturut setelah yang satunya meninggal. Ia juga merasakan penderitaan yang disebabkan oleh kaum Quraisy terhadap muslimin di Mekah, dan ikut hijrah ke Abesinia beserta istrinya.utsman menyumbangkan 950 unta dan 50 bagal serta 1000 dirham dalam eskspedisiuntuk melawan Bizantium di perbatasan Palestina. Iya juga membeli mata air orang-orang Romawi yang terkenal dengan harga 20.000 dirham untuk selanjutnya diwakafkan bagi kepentingan umat Islam, dan pernah meriwayatkan hadis kurang lebih 150 hadis. Seperti halnya Umar, Utsman diangkat menjadi khalifah melalui proses pemilihan. Bedanya, Umar dipilih atas penunjukan langsung sedangkan Utsman diangkat atas penunjukan tidak langsung, yaitu melewati badan syura  yang dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya.
Khalifah Umar membentuk sebuah komisi yang terdiri dari enam orang calon, dengan perintah memiliki salah seorang dari mereka untuk diangkat menjadi khalifah baru. Mereka ialah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Waqqash, dan Abdullah ditambahkan kepada komisi enam itu, tetapi ia hanya mempunyai hak pilih, dan tidak berhak dipilih.
Melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali, sidang Syura akhirnya member mandat kekhalifahan kepada Utsman bin Affan. Masa pemerintahannya adalah yang terpanjang dari semua khalifah dizaman para Khalifah Rasyidah, yaitu 12 tahun, tetapi sejarah mencatat tidak seluruh masa kekuasaannya menjadi saat yang baik dan sukses baginya. Para penulis sejarah membagi zaman pemerintahan Utsman menjadi dua periode, yaitu enam tahun pertama merupakan masa kejayaan pemerintahannya dan tahun terakhir merupakan masa pemeritahan yang buruk.

d.                  ALI BIN ABI THALIB (36-41H/656-661M)
Khalifah keempat adalah Ali bin Abi Thalib. Ali adalah keponakan dari menantu nabi. Ali adalah putra dari Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi SAW yang ikut bersama sejak bahaya kelaparan mengancam kota Mekah, demi membantu keluarga pamannya mempunyai banyak putra. Abbas, paman nabi yang lain membantu Abu Thalib dengan memelihara ja’far, anak Abu Thalib menerima wahyyu yang pertama, menurut Hasan Ibrahim Hasan Ali berumur 13 tahun, atau 9 tahun menurut Mahmudunnasir. Ia menemani nabi dalam perjuangan menegakkan Islam baik di Mekah maupun di Mainah, dan ia diambil mantu oleh Nabi SAW dengan menikahkannya dengan Fatimah, salah seorang putrid Rasulullah, dan dari sinilah ketentuan Nabi SAW berkelanjutan. Karena kesibukannya merawat dan memakamkan jenazah Rasulullah SAW, ia tidak berkesempatan membaiat Abu Bakar sebagai khalifah, tetapi ia baru membaiat setelah Fatimah.
Ali adalah seorang yang memiliki banyak kelebihan, selain itu ia adalah pemegang kekuasaan. Pribadinya penuh dengan vasilitas dan energik, pahlawan yang gagah berani, penasihat yang bijaksana, penasihat hokum yang ulang, dan pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sejati, dan seorang lawan yang dermawan. Ia telah bekerja keras sampaiakhir hayat dan merupakan orang kedua yang berpengaruh setelah Muhammad.
Beberapa hari pembunuhan Utsman, pembunuh Utsman, stabilits keamanan kota Madinah menjadi rawan. Gafiqy bin Harb memengang keamanan ibu kota Islam selama kira-kira lima hari sampai terpilihnya khalifah yang baru. Kemudian Ali bin Abi Thalib tampil menggantikan Utsman, menerima baiat dari sejumlah kaum muslimin.
Kota Madinah saat itu sedang kosong, para sahabat banyak berkunjung ke wilayah-wilayah yang baru ditaklukkan. Sehingga hanya beberapa sahabat yang masih berada di Madinah, antara lain Thalib bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam.
Tugas pertama ynag dilakukan ole Khalifah Ali ialah menghidupkan cita-cita  Abu Bakar dan Umar, menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah di berikan oleh Utsman kepada kaum kerabatnya kedalam kepemilikan Negara. Ali juga segera menurunkan semua gubernur yang tidak disenangi rakyat. Utsman bin Hanif diangkat menjadi pengurus Barsah menggantikan Ibnu Amir, dan Qais bin Sa’ad dikirim ke Mesir untuk menggantikan gubernur negeri itu yang dijabat oleh Abdullah. Gubernur Suriah, Muawiyah, juga diminta meletakan jabatan, tetapi ia menolak perintah Ali, bahkan ia tidak mengakui khalifahnya.





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kematian Rasulullah meninggalkan kesedihan yang mendalam pada diri kaum muslimin.  Rasulullah pun tak memberi tahukan siapa penggantinya sebagai pemimpin umat islam.  Dakwah Islam yang dilakukan Nabi bersama para sahabat sangat luar biasa. Kekosongan pemimpin ini tidak dapat dibiarkan terlalu berlarut-larut, Karena hal ini akan embahayakan keadaan kaum muslimin.  Oleh karena itu umat muslim segera bermusyawarah untuk menentukan pemimpin umat islam pengganti rasulullah.
Pergantian kepemimpinan dari tangan Rasulullah ke tangan sahabat yang dikenal sebagai khalifah (khulafaurrasyidin). Para khalifah ini tetap menggunakan system pemerintahan sebagaimana yang dilakukan oleh rasulullah.  Para khalifah yang memimpin umat islam antara lain Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar ibn Abu Thalib, Ustman bin Affan, serta Ali bin Abu Thalib.
Rasulullah wafat pada hari Senin, tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke sebelas Hijriah, atau pada tanggal 8 juni 632 Masehi
Khalifah pertama pengganti Rasulullah adalah Abu Bakar Ash-shidiq
Khalifah kedua pengganti Rasulullah adalah Umar bin Khattab
Khalifah ketiga pengganti Rasulullah adalah Ustman Bin Affan
Khalifah keempat pengganti Rasulullah adalah Ali Bin Abi Thalib.



DAFTAR PUSTAKA

Haekal, Husein, 2003, Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW, Jakarta:Pustaka Litera Nusantara.

Bahri, Syamsul, 2011, Peta Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta:Fajar Media Press

Munir, Samsul, 2014, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:Amzah Kreasindo Media Cita

http://hepuralto21.blogspot.co.id/2011/10/pergantian-pimpinan-dari-muhammad-ke.html diakses pada tanggal 21 November 2016 jam08:52



[1] http://hepuralto21.blogspot.co.id/2011/10/pergantian-pimpinan-dari-muhammad-ke.html diakses pada tanggal 21 November 2016 jam08:52
[2] Muhammad Husain, Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW (Jakarta:Pustaka Litera Antarnusa,2003),hal561
[3] Muhammad Husain.,hal563
[4] Muhammad Husain..,hal 565
[5] Syamsul Bahri, Peta Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta:Fajar Media Press.2011) hal.,27
Kronologi wafatnya Nabi Muhammad SAW, dan Bagaimana Kepemimpinan Kulafaur Rasyidin Kronologi wafatnya Nabi Muhammad SAW, dan Bagaimana Kepemimpinan Kulafaur Rasyidin Reviewed by asarisolid on 3:39 PM Rating: 5

No comments:

ADS

referensimakalah. Powered by Blogger.