Pendidikan Sebagai Tuntunan, Pendidikan Kritis KHD, Sistem Among, pada Pendidikan Indonesia saat ini?
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang "Pendidikan
Kritis Ki Hajar Dewantara" pada mata kuliah Filosofi Pendidikan.
Tidak
lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai
penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
karya ilmiah ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pada dasarnya pendidikan
telah berlangsung sejak manusia lahir di dunia. Secara Bahasa pengertian pendidikan
berarti membimbing yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak, orang
yang lebih tua kepada yang lebih muda dan sebaliknya untuk dapat memberikan
pengarahan, pengajaran, perbaikan moral dan melatih intelektual seseorang.
Bimbingan kepada anak-anak tidak hanya melalui pendidikan formal yang
diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi peran keluarga dan masyarakat juga
sangat penting dan dapat menumbuhkan pengetahuan dan pemahaman. Pendidikan bagi
anak dimulai dari
lingkungan
keluarga kemudian sekolah dan masyarakat. Pendidikan bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa serta menjadikan warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Seiring dengan konsep
pemikiran manusia yang bermacam-macam dan dipandang cocok dengan pendidikan di
suatu tempat dan waktu tertentu, hal ini membuat pemikiran Ki Hajar tentang
pendidikan mulai terlupakan. Selain itu banyak Problematika yang terjadi dalam
dunia pendidikan saat ini. Abad ke 21 memberikan gambaran bahwa peserta didik
harus memiliki keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi, serta
dapat bekerja dan bertahan dengan keterampilan yang dimilikinya, menurut Cakrawala
et al., 2018 (dalam Nora Nurhalita, 2021). Permasalahan yang timbul dalam dunia
pendidikan ialah pendidikan yang hanya menekan pada pembentukan tingkat
pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Sebenarnya telah dikonsepkan oleh
Bapak pendidikan indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara. Beliau merupakan tokoh
pendidikan di indonesia yang selalu menyuarakan konsep pendidikan secara
kritis.
Dengan berbagai permasalahan yang terjadi dan untuk menghadapi tantangan persaingan global, gagasan pemikiran pendidikan Ki Hajar harus dimunculkan. Sistem pendidikan yang telah dimunculkan oleh Ki Hajar Dewantara merupakan sistem yang unggul untuk menghadapi persaingan dalam dunia pendidikan. Berbagai ide, gagasan, dan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan dapat dijadikan pedoman dan upaya untuk mengatasi permasalahan dalam dunia pendidikan.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pemaknaan sosio-kultural KHD terkait Pendidikan sebagai ‘tuntunan’ (educare –
latin, to lead out) dengan menghubungkan konteks Pendidikan Socrates-
Plato-Aristoteles?
2. Bagaimana
Pendidikan Kritis KHD dengan konteks Pendidikan Indonesia dengan keberagaman
Sosio-Kultural?
3. Bagaimana
sistem among sebagai sebuah kekuatan sosio-kultural dalam Pendidikan?
4. Apa
saja pendidikan Kritis KHD pada Pendidikan Indonesia saat ini?
C. Tujuan
1. Mengetahui
pemaknaan sosio-kultural KHD terkait Pendidikan sebagai ‘tuntunan’ (educare –
latin, to lead out) dengan menghubungkan konteks Pendidikan Socrates-
Plato-Aristoteles.
2. Mengetahui
Pendidikan Kritis KHD dengan konteks Pendidikan Indonesia dengan keberagaman
Sosio-Kultural.
3. Mengetahui
sistem among sebagai sebuah kekuatan sosio-kultural dalam Pendidikan.
4. Mengetahui
pendidikan Kritis KHD pada Pendidikan Indonesia saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemaknaan
sosio-kultural KHD terkait Pendidikan sebagai ‘tuntunan’ (educare – latin, to
lead out) dengan menghubungkan konteks Pendidikan Socrates- Plato-Aristoteles
Pemikiran pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara (KHD) memiliki kaitan yang erat dengan konsep "tuntunan"
atau educare (dalam bahasa Latin) yang berasal dari tradisi pendidikan klasik
Yunani kuno, terutama melalui kontribusi Socrates, Plato, dan Aristoteles.
1)
Tuntunan dalam
Pendidikan:
Ki Hajar Dewantara
menekankan pada arti pendidikan sebagai suatu proses untuk
"mengeluarkan" potensi yang ada dalam individu. Gagasan ini sejalan
dengan konsep educare yang berasal dari kata Latin "to lead out" yang
menggambarkan peran guru sebagai fasilitator yang membimbing siswa untuk
mengembangkan potensi mereka sendiri. Socrates juga menekankan pada ide bahwa
pengetahuan sejati sudah ada dalam diri seseorang, dan tugas pendidik adalah
untuk "mengeluarkannya" melalui dialog dan tanya jawab.
2)
Pendidikan Menurut
Socrates:
Socrates menggambarkan
pendidikan sebagai proses pengembangan karakter dan pengetahuan melalui dialog.
Ia memperkenalkan konsep ironi, yaitu teknik mengajukan pertanyaan untuk
mendorong murid berpikir kritis, merangsang pemikiran mereka, serta mencari kebenaran
dan pengetahuan yang lebih dalam.
3)
Kontribusi Plato:
Plato, salah satu murid
Socrates, juga mempunyai pandangan yang serupa dalam memahami pendidikan. Dia
mendirikan Akademi, sebuah institusi pendidikan yang bertujuan untuk
mempertajam pemikiran dan memberikan pendidikan yang mencakup pembelajaran
moral, intelektual, dan fisik. Pandangan Plato tentang "teori ide"
atau "dunia ide" mencerminkan pentingnya mendidik siswa untuk
memahami ide-ide abstrak dan kebenaran mutlak.
4)
Pandangan Aristoteles:
Aristoteles menekankan
pada pentingnya pendidikan dalam mencapai tujuan akhir yang mulia dalam
kehidupan manusia. Ia mengajarkan konsep "eudaimonia" atau
kebahagiaan sejati melalui pengembangan potensi yang ada dalam diri seseorang.
Aristoteles juga melihat peran penting pendidikan dalam membentuk karakter dan
membawa kebaikan bagi individu serta masyarakat.
Pemikiran
Ki Hajar Dewantara sejalan dengan konsep-konsep yang dikemukakan oleh para
pemikir klasik Yunani tersebut, di mana pendidikan bukan hanya tentang
mentransfer pengetahuan, tetapi lebih pada proses memimpin dan memfasilitasi
siswa untuk mengembangkan potensi dan kebenaran yang ada dalam diri mereka.
Pendidikan menurut KHD juga menekankan pada nilai-nilai kultural, moral, dan
kemanusiaan, sejalan dengan tujuan-tujuan yang diungkapkan oleh Socrates,
Plato, dan Aristoteles.
B. Pendidikan
Kritis KHD dengan konteks Pendidikan Indonesia dengan keberagaman
Sosio-Kultural
KHD mengajarkan kita
bahwa pendidikan yang berarti harus merangkul kekayaan budaya, nilai-nilai
lokal, dan konteks sosial dalam membentuk karakter dan laku anak-anak. Pentingnya
kekuatan sosio kultural juga tercermin dalam nasehat KHD untuk mencari kekayaan
dalam kultur. Sebagai pendidik, tidak hanya cukup meniru apa yang ada,
melainkan juga menggali dan mengintegrasikan potensi kultural lokal dalam
pembelajaran. Hal ini memastikan anak-anak dapat merasakan kedalaman dan
keragaman budaya mereka.
Pendidikan Kritis menurut
Ki Hajar Dewantara (KHD) memiliki keterkaitan yang signifikan dengan konteks
pendidikan Indonesia yang kaya akan keberagaman sosio-kultural. Ini dapat
dihubungkan dengan mata kuliah Sosio-Kultural (MK Sosio-Kultural) dalam pendidikan
untuk mengeksplorasi dampak keberagaman ini terhadap pendidikan, serta
bagaimana pendidikan kritis dapat meresponsnya. Berikut beberapa keterkaitan
antara Pendidikan Kritis KHD dan keberagaman sosio-kultural di Indonesia:
1)
Keanekaragaman Budaya:
Pendidikan
Kritis KHD mendorong pengakuan dan penghormatan terhadap keanekaragaman budaya
yang ada di Indonesia. Melalui pendidikan kritis, siswa diajak untuk memahami,
menghargai, dan merespons perbedaan budaya, bahasa, adat istiadat, dan tradisi
yang ada di masyarakat. Ini sejalan dengan MK Sosio-Kultural yang mengamati dan
menganalisis keberagaman budaya dalam konteks pendidikan.
2)
Pengembangan Keterampilan
Berpikir Kritis dalam Konteks Kultural:
Pendidikan
Kritis KHD tidak hanya mengajarkan keterampilan berpikir kritis secara umum,
tetapi juga dalam konteks keberagaman sosio-kultural. Siswa diajarkan untuk
menganalisis perbedaan, memahami sudut pandang yang beragam, dan mengembangkan
keterampilan berpikir kritis yang sensitif terhadap konteks budaya
masing-masing. Ini sesuai dengan fokus MK Sosio-Kultural dalam memahami
bagaimana budaya memengaruhi pendidikan.
3)
Pendidikan sebagai Sarana
Pemersatu Bangsa:
Melalui
Pendidikan Kritis KHD, siswa didorong untuk memahami bahwa keberagaman sosio-kultural
bukanlah pembatas, melainkan aset yang memperkaya. Pendidikan diinterpretasikan
sebagai alat untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai
etnis, budaya, dan agama. Ini sejalan dengan tujuan MK Sosio-Kultural untuk
memahami bagaimana pendidikan dapat menjadi perekat dalam keberagaman yang ada
di masyarakat.
4)
Penekanan pada Pendidikan
Inklusif:
Pendidikan
Kritis KHD menekankan pentingnya pendidikan inklusif yang memperhitungkan
keberagaman sosio-kultural. Ini memastikan bahwa semua siswa, tanpa memandang
latar belakang budaya atau sosial mereka, memiliki akses yang setara terhadap
pendidikan yang berkualitas. MK Sosio-Kultural juga menyoroti pentingnya
inklusi sosial dalam pendidikan.
Pendidikan
Kritis KHD dan MK Sosio-Kultural sama-sama menyoroti pentingnya memahami,
menghargai, dan merespons keberagaman sosio-kultural dalam konteks pendidikan
Indonesia. Keduanya menekankan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis
yang responsif terhadap konteks budaya yang beragam, sekaligus memandang
keberagaman sebagai kekuatan yang dapat mempersatukan bangsa.
C. Sistem
Among sebagai sebuah kekuatan sosio-kultural dalam Pendidikan
Dari segi bahasa
(harfiah) Among itu berarti berasal dari kata Jawa atau berarti asuhan dan pemeliharaan
dengan suka cita, dengan memberi kebebasan anak asuhan itu bergerak menurut kemauannya
dan berkembang menurut bakat kemampuannya, menurut Moch. Tauhid, 1972 (dalam
Ahmad Sholeh, 2010). Dalam sistem ini mewajibkan pendidik (Pamong) mengingat
dan meningkatkan kodrat irodatnya, bakat kecakapan dan kemampuan anakanak murid
dengan tidak melupakan keadaan yang mengelilinginnya. Karena itu alat “perintah, paksaan dan hukuman”, yang
biasa dipakai dalam pendidikan zaman
dahulu, harus diganti dengan cara : memberi bimbingan, menyokong anak-anak
dalam mereka tumbuh dan berkembang atas dasar kodratnya, melenyapkan segala
yang merintangi tumbuh dan perkembangannya, dan mendekatkan anak-anak dengan
alam dan masyarakatnya. “Perintah” dan “paksaan” hanya boleh dipakai jika anak-anak
tidak dapat dengan kekuatannya sendiri menghindarkan bahaya yang akan
menimpahnya.
Sistem Among, atau yang
juga dikenal sebagai sistem kekerabatan matrilineal, merupakan sebuah kekuatan
sosio-kultural yang berperan penting dalam banyak masyarakat di Indonesia,
terutama di daerah-daerah yang menerapkan sistem kekerabatan ini.
1) Nilai-Nilai
Kekerabatan dan Solidaritas:
Sistem Among
menekankan pada garis keturunan ibu sebagai landasan utama kekerabatan dan
warisan. Dalam konteks pendidikan, hal ini memperkuat nilai-nilai seperti
solidaritas, kerjasama, dan rasa tanggung jawab kolektif. Ini dapat tercermin
dalam cara siswa saling mendukung, berbagi pengetahuan, dan bekerja sama dalam
proses belajar.
2) Peran
Perempuan dalam Keseimbangan Sosial:
Dalam
sistem kekerabatan matrilineal, perempuan memiliki peran yang signifikan dalam
struktur kekerabatan dan warisan. Hal ini bisa menjadi fondasi penting untuk
mendukung peran perempuan dalam pendidikan. Dengan adanya sistem Among,
diharapkan peran perempuan dalam mengedukasi dan mewariskan nilai-nilai budaya
dapat diperkuat, menciptakan lingkungan yang inklusif dan seimbang dalam
pembelajaran.
3) Pentingnya
Warisan Budaya:
Sistem
Among membawa dampak dalam proses penurunan budaya dan tradisi dari generasi ke
generasi. Dalam konteks pendidikan, sistem ini memegang peranan penting dalam
mempertahankan dan memperkenalkan warisan budaya kepada generasi muda. Hal ini
dapat menjadi landasan bagi pendidikan budaya yang lebih kuat dan melestarikan
identitas lokal dalam lingkungan pendidikan.
4) Kesetaraan
dalam Pendidikan:
Sistem
kekerabatan matrilineal cenderung menekankan kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan. Dalam konteks pendidikan, hal ini dapat memberikan pijakan bagi
pendekatan pendidikan yang menghargai dan mendukung kesetaraan gender. Hal ini
berdampak pada pembelajaran yang inklusif, di mana laki-laki dan perempuan
memiliki akses yang sama dan kesempatan yang setara dalam proses belajar.
Pentingnya memahami dan
menghormati sistem Among dalam konteks pendidikan adalah kunci untuk
menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif, mendukung nilai-nilai
kekerabatan, mendorong kesetaraan gender, dan melestarikan warisan budaya dalam
proses pembelajaran.
D. Pendidikan
Kritis KHD pada Pendidikan Indonesia saat ini
Menurut Ki Hadjar
Dewantara (KHD) bahwa sebenarnya yang dinamakan “pengajaran” (onderwijs) itu
merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Maksudnya, pengajaran itu tidak
lain adalah proses pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat
hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Adapun “pendidikan” (opvoeding)
adalah memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki
anak-anak, agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya, baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota
masyarakat. Jadi menurut KHD bahwa pendidikan dan pengajaran merupakan usaha
persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam
hidup bermasyarakat, maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya. KHD
juga mencetuskan 3 (tiga) semboyan yang sangat menginspirasi dalam dunia
pendidikan, yaitu ing ngarso sung tulodo (di depan memberi teladan), ing madya
mangun karso (di tengah membangun semangat), dan tut wuri handayani (di
belakang memberi dorongan). Trilogi semboyan pendidikan di atas, hingga saat
ini terus diimplementasikan dalam pendidikan dan pengajaran di Indonesia.
Pendidikan Kritis menurut
Ki Hajar Dewantara (KHD) memiliki relevansi yang besar dalam konteks pendidikan
Indonesia saat ini. Di tengah perubahan dinamis di masyarakat, terdapat
beberapa aspek penting yang menyoroti peran Pendidikan Kritis KHD:
1) Pengembangan
Keterampilan Berpikir Kritis:
Pendidikan
Kritis KHD menekankan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, di mana
siswa tidak hanya menerima informasi, tetapi juga mengembangkan kemampuan untuk
menganalisis, mengevaluasi, dan merespons informasi secara kritis. Di era
informasi saat ini, di mana informasi mudah diakses, keterampilan berpikir
kritis menjadi semakin penting.
2) Pembentukan
Karakter dan Kemandirian:
Pendidikan
Kritis KHD tidak hanya fokus pada aspek akademis, tetapi juga pada pembentukan
karakter siswa. Melalui pendidikan kritis, siswa diajarkan untuk menjadi
individu yang mampu berpikir mandiri, memecahkan masalah, dan memiliki
kesadaran akan nilai-nilai moral yang penting dalam kehidupan sehari-hari.
3) Pendidikan
yang Responsif terhadap Kondisi Sosial:
Pendidikan
Kritis KHD sangat relevan dalam menghadapi perubahan sosial yang dinamis.
Melalui pendekatan ini, siswa diajak untuk memahami dan merespons
perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat, baik dari segi teknologi,
ekonomi, sosial, maupun politik.
4) Pentingnya
Inklusi dan Kesetaraan:
Pendidikan
Kritis KHD juga menekankan pada inklusi dan kesetaraan dalam pendidikan. Hal
ini sesuai dengan semangat untuk memberikan akses pendidikan yang setara bagi
semua lapisan masyarakat, tanpa melihat latar belakang sosial, ekonomi, atau
budaya.
5) Pengembangan
Kreativitas dan Inovasi:
Dalam
kerangka pendidikan kritis, siswa didorong untuk mengembangkan kreativitas dan
inovasi. Ini mencakup kemampuan untuk berpikir out-of-the-box, menemukan solusi
inovatif, dan mengembangkan ide-ide baru yang relevan dengan perubahan zaman.
Namun, tantangan dalam menerapkan pendidikan kritis KHD di Indonesia saat ini meliputi penyesuaian kurikulum, pelatihan bagi tenaga pendidik, serta kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan kritis. Menerapkan prinsip-prinsip pendidikan kritis KHD secara menyeluruh memerlukan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, tenaga pendidik, dan masyarakat.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemikiran Ki Hajar Dewantara sejalan dengan konsep-konsep yang dikemukakan oleh para pemikir klasik Yunani tersebut, di mana pendidikan bukan hanya tentang mentransfer pengetahuan, tetapi lebih pada proses memimpin dan memfasilitasi siswa untuk mengembangkan potensi dan kebenaran yang ada dalam diri mereka. Pendidikan menurut KHD juga menekankan pada nilai-nilai kultural, moral, dan kemanusiaan, sejalan dengan tujuan-tujuan yang diungkapkan oleh Socrates, Plato, dan Aristoteles. KHD mengajarkan kita bahwa pendidikan yang berarti harus merangkul kekayaan budaya, nilai-nilai lokal, dan konteks sosial dalam membentuk karakter dan laku anak-anak. Pentingnya kekuatan sosio kultural juga tercermin dalam nasehat KHD untuk mencari kekayaan dalam kultur. Sebagai pendidik, tidak hanya cukup meniru apa yang ada, melainkan juga menggali dan mengintegrasikan potensi kultural lokal dalam pembelajaran. Hal ini memastikan anak-anak dapat merasakan kedalaman dan keragaman budaya mereka. Pentingnya memahami dan menghormati sistem Among dalam konteks pendidikan adalah kunci untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif, mendukung nilai-nilai kekerabatan, mendorong kesetaraan gender, dan melestarikan warisan budaya dalam proses pembelajaran. Pendidikan Kritis menurut Ki Hajar Dewantara (KHD) memiliki relevansi yang besar dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini diantaranya Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis, Pembentukan Karakter dan Kemandirian, Pendidikan yang Responsif terhadap Kondisi Sosial: Pentingnya Inklusi dan Kesetaraan, Pengembangan Kreativitas dan Inovasi:
DAFTAR
PUSTAKA
Wangid, Muhammad Nur.Sistem Among Pada Masa Kini, Kajian Konsep Dan Praktik Pendidikan. Jurusan Peikologi Pendidikandan Bimbingan.,FIP Universitas Negeri Yogyakarta.
Sholeh.Ahmad.Relevansi Konsep Pendidikan Berbasis Budaya “Sistem Among” Untuk Pengembangan Madrasah Ibtidaiyah.Jurnal madrasah vol.II. No. 2.Dosen Program Studi PGMI UIN Malang.
Hudaidah.Nora Nurrhalita. Relevansi pendidikan ki hajar dewantara pada abad ke 21. Jurnal ilmu pendidikan volume 3 nomor 2 tahun 2021 halm.298-303.Universitas Sriwijaya Indonesia.
No comments: