BAB I PENDAHULUAN
1.3 Latar Belakang
Pendidikan dan kebudayaan merupakan bagian dari suatu
proses kreatif yang tak dapat dipisahkan, dalam proses pendidikan mengembangkan
kebudayaan, dan pendidikan adalah proses pembudayaan. Menurut filosofi Ki Hajar
Dewantara (Kemendikbud, 2017), “Pendidikan adalah tempat persemaian segala
jenis kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaan”. Hal ini dapat
dimaknai bahwa pendidikan ialah usaha kebudayaan yang bermaksud memberi
bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga
anak agar dalam kodrat pribadinya serta pengaruh lingkungannya, mereka
memperoleh kemajuan lahir batin menuju ke arah adab. Melalui proses pendidikan
yang baik akan dapat mencapai kepribadian seseorang atau karakter seseorang.
Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),
menegaskan peranan strategis kebudayaan dalam pembangunan karakter bangsa
menjadi prioritas di saat ini dan yang akan datang. Peranan kebudayaan sebagai
katalisator dalam proses pendidikan nasional yang dapat membentuk generasi muda
Indonesia menjadi insan yang tak hanya berilmu, namun memiliki karakter positif
dan berbudi pekerti luhur. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan nasional
bersumber dari kekayaan budaya yang dimiliki akan bermuara pada pembentukan
karakter bangsa.
Indonesia memiliki identitas sebagai bangsa yang beragam dengan
berbagai suku bangsa, bahasa, budaya, adat dan kebiasaan, bahkan agama dan
kepercayaan. Selain itu, sebagai bagian dari masyarakat global, Indonesia
dipengaruhi budaya dari berbagai negara sebagai dampak dari hubungan kerja sama
yang dibangun. Akibatnya, keberagaman yang sudah ada, yang
dibawa oleh tiap-tiap suku bangsa di Indonesia menjadi
semakin kompleks dengan masuknya pengaruh global. Pengaruh global sangat
rentan, maka kemampuan untuk menerima dan beradaptasi, serta bersikap secara
bijaksana atas keberagaman menjadi keharusan bagi generasi muda. Kuatnya arus
budaya global akan dapat menghilangkan budaya-budaya yang berakar dari
kearifan lokal sebagai identitas bangsa. Kebudayaan yang dimiliki saat ini merupakan alat untuk penghubung generasi
terdahulu, sekarang, dan masa yang akan datang. Hal ini dapat untuk memahami
hak dan kewajiban sebagai warga negara untuk mendukung perubahan dan
pembangunan Indonesia ke arah yang lebih baik. Karenanya literasi budaya
penting diberikan di tingkat keluarga,sekolah, dan masyarakat.
Karakteristik anak usia SD yang masih
dalam tahap berimajinasi, berfantasi, dan bermain. Gambaran
ilustrasi tersebut mengarahkan anak membuat imajinasi yang sesuai gambar. Guru
mengembangkan media pembelajaran melaluipenggunaan media gambar cerita dengan
maksud agar siswa dapat menginterpretasikan isi cerita sesuai dengan imajinasinya yang akhirnya
siswa dapat mengungkapkan kembali isi cerita, mengungkapkan hasil pengamatan dengan bahasa yang runtut, sehingga bermakna.
Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak
dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk,
selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari
berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari
berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut. Mereka
juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai
dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga
perkotaan (Hermanto, 2011).
Guru dapat mengembangkan materi pelajaran yang disesuaikan
dengan karakteristik ataupun potensi daerah tempat tinggal siswa. Materi
pelajaran yang disesuaikan dengan keadaan sekitar
tempat tinggal akan memudahkan
siswa dalam memahaminya. Masing-masing daerah tentunya
memiliki identitas atau kekhasan yang menjadi keunggulan. Kekhasan daerah dapat
dijadikan sebagai 3 potensi lokal daerah setempat. Wujud kekhasan daerah dari
potensi lokal yaitu suatu sumber data yang dimiliki masyarakat setempat yang
belum tentu dimiliki daerah lain.
Budaya Lokal adalah budaya yang yang berkembang di
daerah-daerah dan merupakan milik suku-suku bangsa di wilayah nusantara
Indonesia. Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budaya-
budaya lokal yang berkembang di masyarakat. Perkembangan budaya lokal di setiap
daerah tentu memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan semangat
nasionalisme, karena kesenian budaya lokal tersebut mengandung nilai-nilai
sosial masyarakat.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dari makalah
ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari pendidikan.
2. Untuk mengetahui makna dari pendidikan.
3. Untuk mengetahui pengertian budaya.
4. Untuk mengetahui arti dari kebudayaan.
5. Untuk mengetahui pendidikan dalam lingkup kebudayaan.
6. Untuk mengetahui peran pendidikan dalam proses pewarisan kebudayaan.
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dari makalah
ini sebagai berikut
:
1. Untuk mengetahui identitas manusia.
2. Untuk mengetahui ciri khas dan unik sebagai
manusia Indonesia.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai luhur identitas manusia indonesia.
4. Untuk mengetahui manusia Indonesia dalam proses belajar
mendidik.
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Manusia
Menurut UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003, Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari
kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan
‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai
arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan
di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan
kebahagiaan setinggi-tingginya.
Sedangkan pengertian pendidikan menurut H. Horne, adalah
proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi
makhluk manusia yang telah berkembang secara
fisik dan mental,
yang bebas dan
sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam
sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Dari beberapa pengertian pendidikan menurut ahli tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai
kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya
sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
2.2
Makna Pendidikan
Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses perbuatan, serta cara mendidik. Menurut
pengertian tersebut, pendidikan dimaknai sebagai upaya yang dilakukan untuk
mencapai tujuan melalui proses pelatihan dan cara mendidik.
Definisi di atas, menunjukkan bahwa pendidikan merupakan
usaha sistematis yang bertujuan agar setiap manusia mencapai satu tahapan
tertentu di dalam kehidupannya, yaitu tercapainya kebahagian lahir dan batin.
Syarat mutlak adanya sebuah bangsa adalah persetujuan bersama yang mengandung keinginan untuk hidup
bersama dan bersedia untuk berkorban demi mencapai tujuan. Jika warga dari
suatu bangsa rela mengorbankan jiwa raganya demi eksistensi bangsanya, maka
bangsa tersebut akan tetap bersatu.
Dalam segi sosiolois, bangsa adalah persekutuan hidup pada
masyarakat yang awalnya berdiri sendiri namun akhirnya merasa kesatuan ras,
bahasa, keyakinan dan budaya. Dari segi politis, bangsa adalah masyarakat dalam
suatu daerah yang sama dan mereka patuh pada kedaulatan negara, dan kedaulatan
negara itu merupakan kekuasaan tertinggi. Dalam kata lain, mereka terikat oleh
kekuasaan politik.
2.3
Pengertian Budaya
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaman Soemardi (1964: 11 3)
kebudayaaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan (material culture)
yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan
serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kebudayaan adalah sebagai pikiran, akal budi atau
adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya
yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia.
Menurut Koentjaraningrat kebudayaan adalah suatu sistem
gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang
dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya
dengan belajar. Menurut E.B. Taylor, kebudayaan adalah suatu keseluruhan
kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat
istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia
sebagai anggota masyarakat.
2.4
Arti Kebudayaan
Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala
kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah
kemasyarakatan yang luas. Agama, ideology, kebatinan dan kesenian yang
merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat
termasuk di dalamnya. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir
orang-orang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Rasa dan
cinta dinamakan pula kebudayaan rohaniah (spiritual atau immaterial culture).
Semua karya, rasa, dan cipta, dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan
kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat, sedangkan karsa yaitu mengasilkan kaidah
kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan hukum (Soerjono
Soekanto, 1993: 189-90).
2.5
Pendidikan dalam Lingkup Kebudayaan
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan
dari ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia
selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non
fisik. Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia. Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah
mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses
tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini
kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam.
Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi
manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang
sangat erat dalam arti keduanya
berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai.
Dalam konteks kebudayaan justru pendidikan memainkan peranan sebagai agen
pengajaran nilai-nilai budaya. Karena pada dasarnya pendidikan yang berlangsung
adalah suatu proses pembentukan kualitas manusia sesuai dengan kodrat budaya
yang dimiliki. Oleh karena itu kebudayaan diturunkan
kepada generasi penerusnya lewat proses belajar tentang tata cara bertingkah laku. Sehingga secara
wujudnya, substansi kebudayaan itu telah mendarah daging dalam kepribadian
anggota-anggotanya.
Uraian tentang pendidikan dan kebudayaan akan diterangkan
dalam urutan pembahasan dibawah ini:
1. Kepribadian dalam Proses
Kebudayaan
Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat
dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar
jumlah kepribadian-kepribadian. Para pakar antropologi,
menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai bidak-bidak di dalam papan
catur kebudayaan. Individu adalah creator dan sekaligus manipulator
kebudayaannya. Di dalam hal ini studi kebudayaan mengemukakan pengertian
“sebab-akibat sirkuler” yang berarti bahwa
antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling
menguntungkan.
Di dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan
seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian– kepribadian
tersebut. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan bukan semata-mata
transmisi kebudayaan secara pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang
kreatif. Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif untuk dapat
mengembangkan kepribadian yang kreatif tersebut.
Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk
tingkah-laku yang bisa dipelajari. Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah-laku
binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa
dalam suatu generasi. Di sini kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan
dalam pembentukan kepribadian manusia. Para pakar yang menaruh perhatian
terhadap pendidikan dalam kebudayaan mula-mulanya muncul dari kaum behavioris
dan psikoanalisis Para ahli psikologi behaviorisme melihat perilaku manusia
sebagai suatu reaksi dari rangsangan dari sekitarnya. Di sinilah peran
pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia. Begitu pula psikologi aliran
psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh dorongan- dorongan yang
sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh kebudayaan dimana
pribadi itu hidup.
John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai
perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut.
a)
Kebudayaan memberikan kondisi yang
disadari dan yang tidak disadari untuk belajar.
b)
Kebudayaan mendorong secara sadar
ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi perilaku tertentu. Jadi selain
kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini kebudayaan merupakan
perangsang-perangsang untuk terbentuknya perilaku-perilaku tertentu.
c)
Kebudayaan mempunyai sistem “reward
and punishment” terhadap perilaku-perilaku tertentu. Setiap kebudayaan akan
mendorong suatu bentuk perilaku yang sesuai dengan system nilai dalam
kebudayaan tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap perilaku-perilaku
yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat budaya
tertentu.
d)
Kebudayaan cenderung mengulang
bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar.
Apabila analisis Gillin di atas kita cermati, tampak betapa
peranan kebudayaan dalam pembentukan kepribadian manusia, maka pengaruh antropologi terhadap konsep
pembentukan kepribadian juga akan tampak dengan jelas. Terutama bagi para pakar
aliran behaviorisme, melihat adanya suatu rangsangan kebudayaan terhadap
pengembangan kepribadian manusia. Pada dasarnya pengaruh kebudayaan terhadap
pembentukan kepribadian tersebut sebagaimana dikutip Tilaar (1999) dapat
dilukiskan sebagai berikut:
a.
Kepribadian adalah suatu proses.
Seperti yang telah kita lihat kebudayaan juga merupakan suatu proses. Hal ini
berarti antara pribadi dan kebudayaan terdapat suatu dinamika. Tentunya
dinamika tersebut bukanlah suatu dinamika yang otomatis tetapi
yang muncul
dari aktor dan manipulator dari interaksi tersebut ialah manusia.
b.
Kepribadian mempunyai keterarahan
dalam perkembangan untuk mencapai suatu misi tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam
ruang kosong tetapi dalam suatu
masyarakat manusia yang berbudaya.
c.
Dalam perkembangan kepribadian
salah satu faktor penting ialah imajinasi. Imajinasi seseorang akan dapat
diperolehnya secara langsung dari lingkungan kebudayaannya. Manusia tanpa
imajinasi tidak mungkin mengembangkan kepribadiannya. Hal ini berarti apabila seseorang hidup
terasing seorang diri dari nol di
dalam perkembangan kepribadiannya. Bayangkan bagaimana kehidupan kebudayaan
manusia apabila setiap kali harus dimulai dari nol.
d.
Kepribadian mengadopsi secara
harmonis tujuan hidup dalam masyarakat agar ia dapat hidup dan berkembang.
Tentunya manusia itu dapat saja menentang tujuan hidup yang ada di dalam
masyarakatnya, namun demikian itu berarti seseorang akan melawan arus di dalam
perkembangan hidupnya. Yang paling efisien adalah dia secara harmonis mencari
keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup dalam masyarakatnya.
e.
Di dalam pencapaian tujuan oleh
pribadi yang sedang berkembang itu dapat dibedakan antara tujuan dalam waktu
yang dekat maupun tujuan dalam waktu yang panjang. Baik waktu yang dekat maupun
tujuan dalam jangka waktu yang panjang, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai
hidup di dalam suatu masyarakat.
f.
Berkaitan dengan keberadaan tujuan
di dalam pengembangan kepribadian manusia, dapatlah disimpulkan bahwa proses
belajar adalah proses yang ditujukan untuk mencapai tujuan. Learning is agoal
teaching behavior.
g.
Dalam psikoanalisis juga
dikemukakan mengenai peranan super- ego dalam perkembangan kepribadian.
Super-ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan yang ideal. Dan seperti
yang telah diuraikan, dunia masa depan yang ideal merupakan kemampuan imajinasi
yang dikondisikan serta diarahkan oleh nilai-nilai budaya yang hidup di dalam
suatu masyarakat.
h.
Kepribadian juga ditentukan oleh
bawah sadar manusia. Bersama-sama
dengan ego, beserta ide, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri
pribadi seseorang.
2. Penerusan Kebudayaan
Satu proses yang dikenal luas tentang kebudayaan adalah
transmisi kebudayaan. Proses tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan itu
ditransmisikan dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
Bahkan banyak ahli pendidikan yang merumuskan proses pendidikan tidak lebih
dari proses transmisi kebudayaan. Mengenai masalah ini marilah kita cermati lebih jauh oleh karena seperti yang telah
dijelaskan, kepribadian bukanlah semata-mata hasil tempaan dari kebudayaan.
Manusia atau pribadi adalah aktor dan sekaligus manipulator
kebudayaannya. Dengan demikian, kebudayaan bukanlah sesuatu entity yang statis
tetapi sesuatu yang terus-menerus berubah. Untuk membuktikan hal tersebut
marilah kita lihat variabel-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh
Fortes dalam Koentjoroningrat (1991).
Di dalam transmisi tersebut kita lihat
tiga unsur utama yaitu,
1)
unsur-unsur yang
ditransmisi
2)
proses transmisi, dan
3)
cara transmisi.
Unsur-unsur kebudayaan manakah yang ditransmisi?
Pertama-tama tentunya unsur-unsur tesebut ialah nilai-nilai budaya,
adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup
lainnya yang ada di dalam masyarakat. Selanjutnya berbagai kebiasaan sosial
yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat
tersebut.
Transmisi unsur-unsur tidak dapat berjalan
dengan sendirinya. Seperti telah dikemukakan manusia adalah
aktor dan manipulator dalam kebudayaannya. Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut
harus diidentifikasi. Proses identifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai
dengan tingkat kemampuan manusia itu sendiri. Nilai-nilai yang dimiliki oleh
seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya. Artinya
perilaku-perilaku tersebut harus mendapatkan pengakuan sosial yang berarti
bahwa perilaku-perilaku yang dimiliki tersebut adalah yang sesuai atau yang
seimbang dengan nilai-nilai yang ada di dalam lingkungannya.
Rangkaian transmisi berangkat dari imitasi, identifikasi,
dan sosialisasi, berkaitan dengan bagaimana cara. Pada saatnya proses transmisi
kebudayaan di dalam masyarakat modern akan menghadapi tantangan-tantangan yang
berat. Di sinilah letak peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian yang
kreatif dan dapat memilih nilai-nilai dari berbagai lingkungan. Dalam hal ini
kita berbicara mengenai keberadaan kebudayaan dunia yang meminta suatu proses
pendidikan yang lain yaitu kepribadian yang kokoh yang tetap berakar
kepada budaya lokal. Hanya dengan
kesadaran terhadap nilai-
nilai budaya lokal akan dapat memberikan sumbangan bagi
terwujudnya nilai-nilai global.
3. Transmisi Kebudayaan
Kebudayaan ditaransmisikan dari satu generasi ke generasi
yang berikutnya. Manusia atau pribadi adalah actor dan sekaligus manipulator
kebudayaannya. Dengan demikian kebudayaan bukanlah sesuatu “entity” yang statis
tetapi sesuatu yang terus-menerus berubah. Variabel-variabel transmisi
kebudayaan yang dikemukakan oleh Fortes terdapat 3 unsur utama, yaitu:
a) Unsur-unsur yang ditransmisi.
b)
Proses transmisi.
c) Cara transmisi.
Unsur-unsur kebudayaan yang ditransmisi, yaitu:
1. Nilai-nilai budaya, adat istiadat masyarakat,
pandangan mengenai hidup serta
berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat.
2. Kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi
atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat tersebut. Berbagai sikap serta
peranan yang diperlukan dalam dunia pergaulan.
3. Proses transmisi meliputi proses-proses
imitasi, identifikasi, dan sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah laku dari
sekitar. Manusia adalah actor dan manipulator dalam kebudayaannya. Cara
mentransmisikannya yaitu dengan 2 bentuk yaitu:
1. Peran-serta
Cara transmisi dengan peran serta antara lain dengan
perbandingan. Demikian pula peran serta dapat berwujud
ikut serta dalam kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat.
2. Bimbingan
Bentuk bimbingan dapat berupa instruksi, persuasi,
rangsangan dan hukuman.Dalam pelaksanaan bimbingan tersebut melalui
pranata-pranata tradisional seperti inisiasi upacara-upacara yang berkaitan dengan
tingkat umur, sekolah agama, dan sekolah formal yang
sekuler.
2.6
Peran Pendidikan dalam Proses Pewarisan Kebudayaan
Pendidikan bertujuan untuk membentuk agar manusia dapat
menunjukkan perilakunya sebagai mahluk yang berbudaya yang mampu bersosialisasi
dalam masyarakatnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam upaya
mempertahankan kelangsungan hidup, baik secara pribadi, kelompok, maupun
masyarakat secara keseluruhan. Sekolah atau pendidikan formal adalah salah satu
sarana atau media dari proses pembudayaan media lainnya (keluarga dan institusi
lainnya yang ada dalam masyarakat). Hartoko Dalam konteks inilah pendidikan
disebut sebagai proses untuk memanusiakan manusia (Dick).
Fungsi pendidikan budaya
adalah:
1.
Memperkenalkan, memelihara dan
mengembangkan unsur- unsur budaya;
2.
Pengembangan: Pengembangan potensi
peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik
yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya bangsa;
3.
Perbaikan: Memperkuat kiprah
pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta
didik yang lebih bermartabat; dan
4.
Penyaring: Untuk menyaring budaya
bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
5.
Menumbuhkembangkan
semangat kebudaya bangsa
Tujuan pendidikan budaya adalah:
1) Mengembangkan
potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang
memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
2) Mengembangkan
kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan
nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
3) Menanamkan
jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus
bangsa;
4) Mengembangkan
kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan
kebangsaan; dan
5) Mengembangkan
lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh
kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan
penuh kekuatan (dignity).
6) Nilai-nilai
yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan
karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini:
a.
Agama: Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat beragama. Oleh karena itu,
kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama
dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada
nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka
nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada
nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
b.
Pancasila: Negara kesatuan Republik
Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan
yang disebut Pancasila. Pancasila
terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan
dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,
kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa
bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik,
yaitu warga negara
yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilainilai
Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
c.
Budaya: sebagai suatu kebenaran
bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh
nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu.
Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap
suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi
budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya
menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
d.
Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai
rumusan kualitas yang harus dimiliki
setiap warga negara Indonesia,
dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur.
Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus
dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional
adalah sumber yang paling operasional dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi
sejumlah nilai untuk pendidikan budaya bangsa sebagai berikut ini:
1. Nilai
Religius yaitu Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2. Nilai Jujur yaitu Perilaku yang didasarkan pada
upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Nilai
Toleransi yaitu Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Nilai
Disiplin yaitu Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Nilai
Kerja yaitu Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
6. Nilai
Mandiri yaitu Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.
7. Nilai
Demokratis yaitu Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain.
8. Nilai
Rasa Ingin Tahu yaitu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan
didengar.
9. Nilai
Semangat Kebangsaan yaitu Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
10. Nilai
Cinta Tanah Air yaitu Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
11. Nilai
Menghargai Prestasi yaitu Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
12. Nilai
Bersahabat/Komuniktif yaitu Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain.
13. Nilai
Cinta Damai yaitu Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
14. Nilai
Gemar Membaca yaitu Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan
yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
15. Nilai
Peduli Lingkungan yaitu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah
terjadi.
16. Nilai
Peduli Sosial yaitu Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
17. Nilai Tanggung-jawab yaitu Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
BAB III PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Pendidikan dan Kebudayaan akan diterangkan
dalam urutan pembahasan :
1.
Kepribadian dalam Proses Kebudayaan
2.
Penerusan
Kebudayaan
3.
Transmisi Kebudayaan
Peran pendidikan adalah sebagai transfer nilai-nilai budaya
atau sebagai cara yang paling efektif
dalam mentrasnfer nilai-nilai budaya adalah dengan
cara proses pendidikan, karena keduanya sangat erat hubungannya. Kebudayaan
dengan pendidikan sangat erat sekali keduanya saling berkesinambungan dan tidak
dapat dipisahkan karena saling dan membutuhkan antara satu sama lainnya.
Sedangkan kebudayaaan adalah semua hasil karya, rasa, dan
cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan
kebendaan (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan
masyarakat.
4.2 Saran
Dengan adanya pendidikan dalam lingkup kebudayaan ini
diharapkan dapat membantu dan memotivasi orang untuk terus belajar mengenai
kepribadian dalam proses kebudayaan dan akan berusaha menciptakan
penerus-penerus yang sangat mencintai serta melestarikan kebudayaan yang telah
bangsa kita miliki.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzan. 2009. Landasan Sosial Budaya Sosial Budaya
Pendidikan. [Online]. Tersedia :http://defauzan.wordpress.com.
[ 16 Oktober 2023].
Arifin, H. M. 2003.
Ilmu Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Manan, Imran. 1989. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan.
Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
Toha. 2009. Dampak Perubahan Sosial Masyarakat. [Online].
Tersedia : http://tohacenter.blogspot.com/2009/09/dampak-perubahan-sosial-
masyarakat.html. [16 Oktober 2023].
No comments: