BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dunia ini islam telah terbagi ke
dalam beberapa golongan. Golongan ini tidak sedikit jumlahnya, di dalam makalah
ini kami ingin membahas apa sebenarnya yang di maksud dengan ahlussunah wal
jama’ah, dan prinip-prinsip yang dipegang oleh ahlussunah wal jama’ah. Diantara
segi tinjauan yang memungkinkan kita bisa mengetahui siapa ahlussunnah wal
jama’ah itu ialah:
Pertama, sesungguhnya mereka adalah para
sahabat Rasulullah SAW. Merekalah ahli sunnah, yakni orang-orang yang
mengajarkannya, menjaganya, mengamalkannya, mengutipnya, dan membawanya baik
dalam bentuk riwayat atau dirayat atau manhaj. Jadi merekalah yang paling
dahulu mengenal sekaligus mengamalkan as sunnah.
Kedua, selanjutnya ialah para pengikut sahabat
Rasulullah SAW. Merekalah yang menerima tongkat estafet agama dari para
sahabat, yang mengutip, yang mengetahui, dan yang mengamalkannya. Mereka adalah
para tabi’in dan generasi yang hidup sesudah mereka, kemudian orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat kelak. Mereka itulah sejatinya
ahli sunnah Rasulullah SAW. Mereka berpegang teguh padanya, tidak membikin
bid’ah macam-macam, dan tidak mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang
beriman.
Ketiga, ahli sunnah wal jama’ah, mereka
adalah para salafus saleh, yakni orang-orang yang setia pada Al Qur’an dan as
sunnah, yang konsisten mengamalkan petunjuk Allah dan Rasulullah SAW, yang
mengikuti jejak langkah peninggalan para sahabat, para tabi’in, dan
pemimpin-pemimpin pembawa petunjuk umat, yang jadi tokoh panutan dalam urusan
agama, yang tidak membikin bid’ah macam-macam, yang tidak menggantinya, dan
yang tidak mengada-adakan sesuatu yang tidak ada dalam agama Allah.
Keempat, mereka adalah para ahli hadist,
baik riwayat maupun dirayat. Karena itulah kita melihat para tokoh kaum salaf
menafsiri al tha’ifat al manshurat dan al firqat al najiyat, yakni orang-orang
ahli sunnah wal jama’ah, bahwa mereka adalah para ahli hadist. Berdasarkan hal
inilah maka orang yang benar-benar mengikuti as sunnah disebut sebagai ahli
sunnah. Merekalah yang sosok dengan kenyataan tersebut[1].
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
sebenar nya ahlussunah wal jama’ah itu?
2. Bagaimana
sejarah lahir nya ahlussunah wal jama’ah ?
3. Prinsip-prinsip
apa yang di pegang oleh ahlussunah wal jama’ah ?
C.
Manfaat
Penulisan Masalah
Agar pembahasannya lebih terstuktur dan menjaga agar
pembahasan tidak keluar dari topik yang sedang dibahas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ahlussunnah Waljamaah
Pengertian ahlussunah waljama’ah secara bahasa yaitu ahlun: keluarga,
golongan atau pengikut. Ahlussunnah: orang–orang yang mengikuti sunnah (perkataan,
pemikiran atau amal perbuatan Nabi Muhammad SAW). Wal Jama’ah: Mayoritas ulama
dan jama’ah umat Islam pengukut sunnah Rasul. Definisi ahli sunnah dan jama’ah
adalah: ahlussunah waljamaah berasal dari bahasa arab AHLUSSUNNAH
WALJAMAAH, atau lebih sering disingkat dengan AHLUSSUNAH. Adapun
secara terminology, Ahlussunnah Waljamaah berarti ajaran islam yang murni
sebagai mana yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW, bersama para sahabatnya. Pengertian ini mengacu pada hadits
nabi yang terkenal: ”Hal mana nabi memprekdisikan bahwa suatu saat kelak
ummat islam akan terpecah dalam 73 golongan, semua celaka kecuali satu firqah, yaitu mereka berpegang teguh pada
pegangan beliau dan pegangan para sahabat-sahabatnya”. Dalam hadits lain yang
senada, golongan yang selamat ini di sebut
sebagai Ahlussunnah Waljamaah.[2]
B.
Sejarah Berdirinya Ahlussunnah Waljamaah
Ahli sunah dan jama’ah ini kelihatannya timbul sebagai
reaksi terhadap faham–faham golongan mu’tazilah dan terhadap sikap mereka dalam
menyiarkan ajaran–ajaran itu. Mulai dari hasil usaha–usaha telah dijalankan
dalam menentang serangan musuh–musuh islam. Menurut ibnu al–murtada, wasil
mengirim murid–muridnya ke khurasan, armenia, yaman, marokko, dll.
Mulai dari tahun 100 H atau 718M, kaum mu’tazilah dengan perlahan–lahan
memperoleh pengaruh dalam masyarakat islam. Pengaruh itu mencapai puncaknya di
zaman khalifah–khalifah Bani’Abbas al-ma’mun, al–Mu’tasim dan al–Wasiq (
813M-847M), apalagi setelah al- ma’mun di tahun 827M mengakui aliran mu’tazilah
sebagai mazhab resmi yang di anut negara.
Bertentangan dengan faham qadariah yang dianut kaum mu’tazilah dan yang
menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan manusia dalam berfikir, kemauan dan
perbuatan, pemuka–pemuka Mu’tazilah memakai kekerasan dalam usaha menyiarkan
ajaran–ajaran mereka. Ajaran yang di tonjolkan ialah faham bahwa al–Qur’an
tidak bersifat Qadim, tetapi baharu
dan di ciptakan. Faham adanya yang Qadim disamping Tuhan bagi kaum Mu’tazilah
seperti di jelaskan sebelumnya, berarti menduakan Tuhan. Menduakan Tuhan ialah syirk dan syirk adalah dosa yang terbesar dan tak dapat diampuni Tuhan.
Selanjutnya kaum Mu’tazilah tidak begitu banyak berpegangan pada sunnah
atau tradisi, bukan karena mereka tidak percaya pada tradisi nabi dan para
sahabat, tetapi karena mereka ragu akan keoriginalan hadis – hadis yang
mengandung sunnah atau tradisi itu. Oleh karena itu mereka dapat di pandang
sebagai golongan uang tidak berpegang teguh pada sunnah.
Mungkin
inilah yang menimbulkan team ahli sunnah dan jamaah, yaitu golongan yang
berpegang pada sunnah lagi merupakan mayoritas, sebagai lawan bagi golongan
Mu’tazilah yang bersifat minoritas dan tak kuat berpegangan pada sunnah.[3]
C. Tokoh-Tokoh Ahlussunnah Waljamaah
Tokoh pendiri mahzab dalam aliran Ahlus Sunnah Wal
Jamaah:
1.
Abu al hasan al Asy’ari
Abu al hasan al Asy’ari sebelumnya adalah penganut paham mu’tazilah yang setia,
ia sering menggantikan ajjubai dalam perdebatan menentang lawan mu’tazilah dan
banyak yang menulis buku yang membela alirannya, namun pada usia 40 tahun
secara tiba-tiba ia mengumumkan di hadapan jemaah masjid Basrah bahwa dirinya telah meninggalkan paham
mu’tazilah dan akan menunjukan keburukan-keburukannya.
Doktrin Teologi AL-ASY’ARI
1. Tuhan dan sifat-sifatnya.
Allah mempunyai sifat yang disebutkan dalam al-Quran dan sunah yang
harus dipahami secara harfiah. Asy’ari
berpendapat bahwa sifat ALLAH itu unik dan dan tidak dapat disamakan dengan
makhluk ciptaanya yang lain.
2. Kebebasan dalam berkehendak
Manusia mempunyai kemampuan untuk memilih dan menentukan serta
mengaktualisasi perbuatannya. Allah adalah pencipta perbuatan manusia sedangkan
manusia adalah yang mengupayakan. Hanya Allah yang mampu menciptakan segala
sesuatu (termasuk keinginan manusia).
3. Akal dan Wahyu dari kriteria baik
dan buruk
Al Asy’ari lebih mengutamakan wahyu, beliau beranggapan bahwa baik buruk
harus didasarkan oleh wahyu sedangkan Mu’tazilah berdasarkan pada akal.
4. Melihat ALLAH
Al Asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat pada hari akhirat tetapi tidak
digambarkan.
5. Keadilan
al Asy’ari berpendapat bahwa Allah tidak memiliki keharusan apapun untuk
menghukum orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang benar. Allah
adalah penguasa mutlak.
6. Kedudukan orang berdosa
al Asy’ari berpendapat muslim yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang
fasik sebab iman tidak mungkin hilang
karena dosa selain kufur.
2.
Abu Mansur al Maturidi.
Karir
pendidikannya Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni
bidang teologi dari pada fikih. Ini dilakukan untuk memperkuat
pengatahuan dalam menghadapi faham-faham teologi yang banyak berkembang pada
masyarakat islam, yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar
menurut akal dan cara. Pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya
tulis diantaranya ialah kitab tauhid, ta’wil Al Quran, makhas Asy-syara’i dan
Al-dajl, dll. Selain itu ada pula
karangan-karangan yang ditulis oleh Al-Maturidi, yaitu risalah fi Al-akaid
dan syarhfiqh al-akbar.
Doktrin-doktrin teologi
Al-Maturidi
a. Akal dan wahyu
Dalam
pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al Quran akal. Dalam hal
ini, ia sama dengan Al-Asy’ari. Namun porsi yang diberikannya kepada akal leih
besar daripada yang diberikan oleh Al-Asy’ari.
b. Perbuatan manusia
Menurut
Al-Maturudi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan, karena
segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Dalam hal ini, Al-Maturidi
mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai
pencipta perbuatan manusia. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara
qudrat Tuhan yang menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada
manusia. Berbeda dengan Al-Maturidi, Al-Asy’ari mengatakan bahwa perbuatan
manusia adalah perbuatan Tuhan.
c. Kekuatan dan kehendak mutlak Tuhan
Perbuatan
manusia dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang baik atau yang buruk adalah
ciptaan Tuhan. Akan tatapi, pernyataan ini menurut Al-Maturidi bukan berarti
bahwa Tuhan berbuat dan berkehendak dengan sewenang-wenang serta sekehendaknya
semata. Hal ini karena qudrat Tuhan tidak sewenang (absolute), tetapi perbuatan
dan kehendaknya itu berlangsung dan sesuai dengan hikmah dan keadilan yang
sudah ditetapkannya sendiri.
d. Sifat Tuhan
Berkaitan
dengan masalah sifat Tuhan, terdapat persamaan antara pemikiran Al-Maturidi
dengan Al-Asy’ari. Keduanya berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat,
seperti Sama, Bashar, dsb.
Walapun
begitu, pengertian Al-Maturidi tentang sifat Tuhan berbeda dengan Al-Asy’ari.
Al-Asy’ari mengartikan sifat Tuhan sebagai sesuatu yang bukan dzat. Melainkan
melekat pada dzat itu sendiri sedangkan Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu
tidak dikatakan sebagai esensinya. Dan bukan pula lain dari esensinya.
e. Melihat Tuhan
Al-Maturidi
mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan.
Al-Maturidi
lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata,
karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak
diakhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akhirat tidak
sama dengan keadaan di dunia.
f. Kalam
Tuhan
Membedakan
antara kalam (baca : sabda) yang
tersusun dengan huruf kalam nafsi (sabda
yang sebenarnya atau
makna abstrak). Kalam nafsi adalah
sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara
adalah baharu (hadist). Kalam
nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dan sebagaimana Allah dengannya (bila kaifa) tidak dapat kita ketahui,
kecuali dengan suatu perantara.
g. Perbuatan
manusia
Menurut
Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya
atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan,
kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya
sendiri.
h. Pelaku Dosa Besar
Al-Maturidi
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam
neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan
telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan
perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang yang
berbuat dosa syirik.[4]
D. SEJARAH PERTUMBUHNYA AHLUSSUNNAH WALJAMAAH
Nahdlatul ‘Ulama adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama
dengan tujuan memelihara tetap tegaknya ajaran Islam Ahlussunah wal Jama’ah di
Indonesia. Dengan demikian antara NU dan Aswaja ( ahlussunah waljama’ah)
mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, NU sebagai organisasi/Jam‘iyyah
merupakan alat untuk menegakkan Aswaja dan Aswaja merupakan aqidah pokok
Nahdlatul ‘Ulama.
Sejak
berdirinya tahun 1926, NU telah memproklamirkan dirinya sebagai penganut setia
paham ahlussunah waljama’ah (aswaja) dengan mempertahankan, melestarikan dan
mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya secara eksplisit,
tujuan NU adalah mengembangkan ajaran-ajaran Islam Ahlussunnah wa al-Jama’ah
dan melindunginya dari penyimpangan kaum pembaharu dan modernis. Pernyataan ini
terlihat dari Anggaran Dasar NU sebagai berikut : Memegang dengan teguh pada
salah satu dari mazhabnja Imam Empat, yaitu Imam Moehammad bin Idris Asj
Sjafi’i, Imam Malik bin Anas, Imam Aboe Hanifah an Noe’man atau Imam Ahmad bin
Hambal, dan mengerjakan apa saja yang menjadikan kemaslahatan agama Islam.”
E. ACUAN ALIRAN
ASWAJA
Dilihat dari proses pembentukan Aswaja, dapat
disimpulkan bahwa aliran tersebut mengarah pada: (1) Al
Quranul Karim (2) Sunnah (perkataan, perbuatan dan taqrir) Nabi Muhammad SAW. Segala
sesuatu yang ada pada diri dan tindakan Nabi digunakan sebagai acuan dalam aliran Aswaja. Mereka masih berpegang teguh sunnah
(syariat) nabi Muhammad SAW dan apa-apa yang telah diteruskan oleh jama’ah
(para shahabat Nabi Muhammad SAW).
Metode berfikir yang dikembangkan oleh Ahlussunnah
Waljama’ah adalah prinsip syura (musyawarah), al-adi (keadilan), al-hurriyah
(kebebasan), al-musawah (kesetaraan derajat).[5]
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Golongan Ahlus Sunnah Waljama’ah adalah golongan yang mengikuti
sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah. Hal ini sesuai dengan hadist
RasulullahSAW : bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga (al-Firqah an
Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW)
kerjakan bersama sahabat-sahabatku. Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljama’ah
adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Mengacu pada kebiasaan
dan perilaku nabi Muhammad SAW. Antara islam dan Ahlus sunnah wal jama’ah sudah
melebur menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan yang lain.
Tokoh pendiri mahzab dalam aliran Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah yaitu: Abu al hasan al Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi.
Dilihat dari
proses pembentukan Aswaja, dapat disimpulkan bahwa aliran tersebut mengarah
pada: (1) Al
Quranul Karim (2) Sunnah (perkataan, perbuatan dan taqrir) Nabi Muhammad SAW.
DAFTAR
PUSTAKA
Badri,
Yatim.Sejarah Peradaban Islam.2001.Jakarta:Raja
Grafindo Jaya.
Rozak, Abdul. 2013. Ilmu Kalam Edisi Revisi.Bandung:CV
Pustaka Ceria.
Apa, Bagaimana sejarah, dan Prinsip-prinsip apa yang di pegang oleh ahlussunah wal jama’ah
Reviewed by asarisolid
on
10:45 PM
Rating:
No comments: