SHOLAT FARDHU (wajib) DAN SHOLAT SUNNAH

 

I.       SHALAT FARDLU

 


 1.      Tata cara shalat fardlu

Sebelum seseorang mengerjakan shalat, ada beberapa hal yang harus dilakukan dan diketahui terlebih dahulu. Jika hal-hal ini tidak dikerjakan atau tidak ada maka shalat tidak sah, hal-hal itu yaitu :

a. Suci badannya dari najis dan hadas.

b. Menutup aurat dengan kain yang suci.

c. Berada di tempat yang suci.

d. Telah masuk waktunya.

e. Menghadap kiblat.

Shalat adalah menghadapkan diri secara totalitas kepada Allah, karena itu, selain suci dari hadas, maka wajib pula suci badan, pakaian dan tempat dari najis. Apabila seseorang telah dalam keadaan suci dari hadas dan najis, maka dia telah siap melaksanakan shalat fardhu, namun harus mengetahui apakah waktu shalat telah sampai untuk dilaksanakan. Jika diantara kelima hal tidak dapat terpenuhi maka tidak sah shalat yang akan dilaksanakan seseorang. Ada pun tata cara pelaksanaan shalat sebagai berikut :

a.       Berdiri menghadap ke Kiblat, lalu membaca niat shalat (cukup diucapkan dalam hati saja)

b.      Bertakbiratul ikhram, Takbiratul ihram dengan membaca “Allaahu Akbar” dengan mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu atau telinga dan tatapan mata melihat ke tempat sujud.

c.       Membaca doa Iftitah

d.      Dilanjutkan dengan membaca surat pendek atau membaca ayat-ayat yg ada di Al-Qur’an

e.       Ruku' , Rukuk yaitu membungkukkan badan sehingga membentuk garis siku 900, tangan diletakkan di atas kedua lutut sambil membaca tasbih minimal 3 kali dan thuma'ninah. Sebelum ruku, disunnahkan untuk ber-thuma’niinah (berdiam sejenak) terlebih dahulu. Takbir (Allaahu Akbar) dengan mengangkat tangan sejajar bahu atau telinga (gambar 04) dan dilanjutkan dengan Ruku (gambar 05) dengan posisi telapak tangan bertumpu pada dengkul seperti terlihat pada inset.

Setelah thuma’niina pada saat ruku,  lalu kita membaca doa ruku.

f.        Kemudian I’tidal

g.      Dilanjutkan dengan sujud sambil bertakbir, Sujud, yaitu meletakkan kedua lutut di lantai tempat shalat, telapak kaki didirikan di atas ujung jari kaki, dahi dan hidung menyentuh tanah/lantai/sajadah, sedangkan kedua tangan terletak di sisi kepala. Jari-jari tangan dihadapkan lurus ke kiblat melekat di lantai, tetapi siku terangkat renggang dari rusuk, jadi yang sujud adalah tujuh anggota badan, seraya membaca tasbih minimal 3 kali.

h.      Duduk antara dua sujud

i.        Duduk tasyahud awal,  Setelah sujud kedua pada raka’at kedua ini kita melanjutkan dengan gerakan Tasyahud Awal. Namun dengan sedikit perbedaan, yaitu tangan kanan menggenggam jari tengah, manis dan kelingking, lalu jari telunjuk ditegakkan (boleh sambil jari telunjuk digerak-gerakkan). Pada saat ini, pandangan mata harus tertuju pada telunjuk.

j.        Tasyahud Akhir , Bila kita melakukan shalat dengan 2(dua) raka’at, maka kita teruskan dengan membaca Tasyahud Akhir. Namun bila kita melakukan shalat yang raka’atnya lebih dari 2, maka Tasyahud Akhir tidak dibaca. Melainkan dilanjutkan dengan berdiri (dengan mengucapkan takbir) dan teruskan raka’at ketiga dan seterusnya. Pada rakaa’at ketiga dan keempat, setelah kita membaca surat Al Fatihah, langsung dilanjutkan dengan ruku (tanpa membaca surat pendek). Adapun posisi duduk Tasyahud Akhir adalah duduk tawarruk yaitu posisi telapak kaki kanan di tegakkan, kaki kiri diletakkan dibawah kaki kanan dan pantat duduk di lantai.

k.      Setelah  itu kita menoleh ke kanan dan ke kiri sambil mengucapkan salam.

 

2.      Bacaan dan Dzikir dalam Shalat

a.       Bacaan dalam shalat

1.      Berdiri menghadap kiblat, lalu membaca niat shalat (cukup diucapkan dalam hati saja). sebagai contoh, kita berniat untuk shalat subuh : “Ushalli fardhas shubhi rak’ataini mustaqbilal qiblati adaa-an (ma’muuman/imaaman) lillahi ta’aala”

Sesuaikan niat shalat untuk lainnya.

2.      Bertakbiratul ikhram,  Takbiratul ihram dengan membaca “Allaahu Akbar” dengan mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu atau telinga dan tatapan mata melihat ke tempat sujud. Letakkan tangan kanan diatas tangan kiri.

3.      Membaca doa Iftitah,

Allahumma baa’id baini wa baina khotoyaaya kama baa’adta bainal masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqinii min khotooyaaya kamaa yunaqqos tsaubul abyadhu minaddanaasi. Allahummaghsilnii min khotooyaaya bilmaa i was tsalji wal barodi”.

Atau membaca bacaan iftitah lainnya.

Kemudian dilanjutkan dengan membaca surat Al fatihah dan surat-surat pendek lainnya.

4.      Ruku, bacaan pada saat ruku’ adalah: “subha-nakalla-humma rabbana- wabihamdika Alla-humaghfirli”.

5.      Do’a  I’tidal : sami’alla-hu liman hamidah, rabbana wa lakal-hamdu, hamdan katsiran thayyiban mubaarakan fiihi”

6.      Do’a sujud: “subha-nakalla-humma rabbana-wabihamdika Alla-hummaghfirli”

7.      Do’a duduk di antara dua sujud : “rabbighfirli war-hamni waj-burni wah-dini war-zuqni”

8.      Bacaan Tasyahhud: “attahiya-tu lilla-h washshalawa-tu waththayyiba-t, assala-mu ‘alaika ayyuhannabiyyu wa rahmatulla-hi wa barak tuh. Assala-mu alaina- wa ala- ‘iba-dilla-hish sha-lihi-n. asyhadu alla-ila-ha illalla-h. waasyhadu anna muhammadan ‘abduhu-warasu-luh”. Kemudian membaca shalawat,

“alla-humma shalli ‘ala-muhammad wa’ala-ali Muhammad, kama-shallaita’ala ibrahi-m wa a-li ibrahi-m, wa ba-rik ‘ala-Muhammad wa ‘ala-a-li Ibrahim, innaka hami-dummaji-d”.

9.      Bacaan sesudah Tasyahhud Awal: “Allaahumma inni zhalamtu nafsi zhulman katsiiran wa laa yaghfirudz-dzunuuba illaa anta faghfirliy maghfiratan min ‘indika warhamniy innaka antal-ghafuururrahiim”.

10.  Bacaan sesudah tasyahhud akhir: “ Alla-humma inni a’udzubika min adzaabi jahannama wa min adzaabil qabri wa min fitnatil-mahyaa wa mamaati wa min syarri fitnatil-masiihid-dajjaal”.

b.      Dzikir dalam shalat

Di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah diterangkan tentang keutamaan berdzikir kepada Allah, baik yang sifatnya muqayyad (tertentu dan terikat) yaitu waktu, bilangannya dan caranya terikat sesuai dengan keterangan dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, tidak boleh bagi kita untuk menambah atau mengurangi bilangannya, atau menentukan waktunya tanpa dalil, atau membuat cara-cara berdzikir tersendiri tanpa disertai dalil baik dari Al-Qur`an ataupun hadits yang shahih/hasan, seperti berdzikir secara berjama’ah (lebih jelasnya lihat kitab Al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid, Al-Ibdaa’ fii Kamaalisy Syar’i wa Khatharul Ibtidaa’, Bid’ahnya Dzikir Berjama’ah, dan lain-lain).

Atau dzikir-dzikir yang sifatnya muthlaq, yaitu dzikir di setiap keadaan baik berbaring, duduk dan berjalan sebagaimana diterangkan oleh ‘A`isyah bahwa beliau berdzikir di setiap keadaan (HR. Muslim). Akan tetapi tidak boleh berdzikir/menyebut nama Allah di tempat-tempat yang kotor dan najis seperti kamar mandi atau wc.

 

3.      Syarat, rukun dan wajib shalat

a.       Syarat shalat

Yaitu syarat-syarat diwajibkannya seseorang untuk menjalankan sholat. Jadi orang yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak diwajibkan untuk sholat. Adapun syarat-syarat tersebuat adalah sebagai berikut :

1.      Islam, Orang yang tidak beragama islam tidak diwajibkan untuk sholat.

2.      Suci dari haid dan nifas, Perempuan yang sedang haid atau baru melahirkan tidak diwajibkan untuk sholat.

3.      Berakal, Orang yang tidak berakal sehat (gila, mabuk, atau pingsan) tidak diwajibkan untuk sholat.

4.      Baligh, Orang yang belum baligh tidak diwajibkan untuk sholat. Orang yang sudah baligh adalah orang yang telah berumur 10 tahun, telah mimpi basah (bersetubuh), dan telah haid bagi perempuan.

5.      Telah sampai dakwah kepadanya, orang yang belum mendapatkan dakwah agama tidak diwajibkan untuk sholat.

6.      Terjaga, Orang yang tertidur tidak diwajibkan untuk sholat.

b.      Rukun Shalat

Rukun sholat adalah bagian dari sholat tersebut dan jika ditinggalkan maka batallah sholat tersebut atau batal rekaat dalam sholat. maka rukun-rukun sholat berikut harus dilaksanakan semua dalam setiap sholat kita. ada 14 rukun dalam sholat yaitu, 1. Berdiri bagi yang mampu, 2. Takbiiratul-Ihraam, 3. Membaca Al-Fatihah, 4. Ruku', 5. I'tidal setelah ruku', 6. Sujud dengan anggota tubuh yang tujuh, 7. Bangkit darinya, 8. Duduk di antara dua sujud, 9. Thuma'ninah (Tenang) dalam semua amalan, 10. Tertib rukun-rukunnya, 11. Tasyahhud Akhir, 12. Duduk untuk Tahiyyat Akhir, 13. Shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, 14. Salam dua kali.

c.       Wajib shalat         
Setelah pada edisi yang lalu dijelaskan syarat-syarat dan rukun-rukun shalat, sekarang akan dibahas hal-hal yang wajib dalam shalat atau dengan istilah lain wajib-wajib shalat, dan akan dibahas pula sunnah-sunnah dalam shalat.     
Adapun wajib-wajib (hal-hal yang wajib dalam) shalat itu ada delapan:
1. Semua takbir, selain Takbiiratul Ihraam          
2. Mengucapkan Sami'allaahu liman hamidah bagi imam dan yang shalat sendiri        
3. Mengucapkan Rabbanaa walakal hamdu bagi semua
4. Mengucapkan Subhaana rabbiyal 'azhiim saat ruku'  
5. Mengucapkan Subhaana rabbiyal a'laa saat sujud      
6. Mengucapkan Rabbighfirlii antara dua sujud  
7. Membaca Tasyahhud awal      
8. Duduk untuk tasyahhud awal.

 

 

4.      Shalat Jumat

Salat Jumat adalah aktivitas ibadah salat pemeluk agama Islam yang dilakukan setiap hari Jumat secara berjama'ah pada waktu dzhuhur.

a.       Hukum Salat Jumat

Salat Jumat merupakan kewajiban setiap muslim laki-laki. Hal ini tercantum dalam Al Qur'an dan Hadits berikut ini:

·         Al Qur'an Al Jumu'ah ayat 9 yang artinya:"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, dan itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui." (QS 62: 9)

·         "Hendaklah orang-orang itu berhenti dari meninggalkan salat Jum’at atau kalau tidak, Allah akan menutup hati mereka kemudian mereka akan menjadi orang yang lalai." (HR. Muslim)

·         "Sungguh aku berniat menyuruh seseorang (menjadi imam) salat bersama-sama yang lain, kemudian aku akan membakar rumah orang-orang yang meninggalkan salat Jum’at.” (HR. Muslim)

·         "Salat Jum’at itu wajib bagi tiap-tiap muslim, dilaksanakan secara berjama’ah terkecuali empat golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang yang sakit." (HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)

b.      Adapun tata cara pelaksanaan salat Jum’at, yaitu :

1.      (Pada beberapa masjid) mengumandangkan Adzan Dzuhur sebagai adzan pertama

2.      Khatib naik ke atas mimbar setelah tergelincirnya matahari (waktu dzuhur), kemudian memberi salam dan duduk.

3.      Muadzin mengumandangkan adzan sebagaimana halnya adzan dzuhur. Pada beberapa masjid adzan ini adalah adzan kedua.

4.      Khutbah pertama: Khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah yang dimulai dengan hamdalah dan pujian kepada Allah SWT serta membaca shalawat kepada Rasulullah SAW. Kemudian memberikan nasihat kepada para jama’ah, mengingatkan mereka dengan suara yang lantang, menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT dan RasulNya, mendorong mereka untuk berbuat kebajikan serta menakut-nakuti mereka dari berbuat keburukan, dan mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan serta ancaman-ancaman Allah Subhannahu wa Ta'ala.

5.      Khatib duduk sebentar diantara dua khutbah

6.      Khutbah kedua : Khatib memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan pujian kepadaNya. Kemudian melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang sama dengan khutbah pertama sampai selesai

7.      Khatib kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya muadzin melaksanakan iqamat untuk melaksanakan salat. Kemudian memimpin salat berjama'ah dua rakaat dengan mengeraskan bacaan

5.      Shalat Jama’ dan Qashar

a.      Salat Jama’

1.      Pengertian Salat Jama’

Salat jamak adalah salat yang digabungkan, maksudnya menggabungkan dua salat fardu yang dilaksanakan pada satu waktu. Misalnya menggabungkan salat Duhur dan Asar dikerjakan pada waktu Duhur atau pada waktu Asar. Atau menggabungkan salat magrib dan ‘Isya dikerjakan pada waktu magrib atau pada waktu ‘Isya. Sedangkan salat Subuh tetap pada waktunya tidak boleh digabungkan dengan salat lain.

Hukum mengerjakan salat Jamak adalah mubah (boleh) bagi orang-orang yang memenuhi persyaratan.

Rasulullah saw bersabda:

عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمْ اِذا رَحِلَ قَبْلَ اَنْ تَزِيْغَ الشَمْسُ اخِرَ الظُهْرِ اِلى وَقْتِ العَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا فَاِنْ زَاغَتْ الشَمْسُ قَبْلَ اَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُهْرَ ثُمَّ رَكِبَ (رواه البخارى ومسلم)

Artinya: dari Anas, ia berkata: Rasulullah apabila ia bepergian sebelum matahari tergelincir, maka ia mengakhirkan salat duhur sampai waktu asar, kemudian ia berhenti lalu menjamak antara dua salat tersebut, tetapi apabila matahari telah tergelincir (sudah masuk waktu duhur) sebelum ia pergi, maka ia melakukan salat duhur (dahulu) kemudian beliau naik kendaraan (berangkat). (H.R. Bukhari dan Muslim)

Salat jamak dapat dilaksanakan dengan dua cara:

1.      Jamak Takdim (jamak yang didahulukan), yakni menjamak dua salat yang dilaksanakan pada waktu yang pertama. Misalnya menjamak salat duhur dengan asar, dikerjakan pada waktu duhur ( 4 rakaat salat duhur dan 4 rakaat salat asar) atau menjamak salat magrib dengan ‘isya dilaksanakan pada waktu magrib (3 rakaat salat magrib dan 4 rakaat salat ‘isya).

2.      Jamak Ta’khir (jamak yang diakhirkan), yakni menjamak dua salat yang dilaksanakan pada waktu yang kedua. Misalnya menjamak salat duhur dengan asar, dikerjakan pada waktu asar atau menjamak salat magrib dengan ‘isya dilaksanakan pada waktu ‘isya.

Dalam melaksanakan salat jamak takdim maka harus berniat menjamak salat kedua pada waktu yang pertama, mendahulukan salat pertama dan dilaksanakan berurutan, tidak diselingi perbuatan atau perkataan lain. Adapun saat melaksanakan jamak ta’khir maka harus berniat menjamak dan berurutan. Tidak disyaratkan harus mendahulukan salat pertama. Boleh mendahulukan salat pertama baru melakukan salat kedua atau sebaliknya.

b. Salat Qasar

1. Pengertian Salat Qasar

Salat qasar adalah salat yang dipendekkan (diringkas), yaitu melakukan salat fardu dengan cara meringkas dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Salat fardu yang boleh diringkas adalah salat yang jumlah rakaatnya ada empat yaitu duhur , asar dan ‘isya.

Hukum melaksanakan salat qasar adalah mubah (diperbolehkan) jika syaratnya terpenuhi.

Allah berfirman dalam al Qur’an surat An Nisa ayat 101 yang artinya: “ Dan apabila kamu beprgian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu menqasar salatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir, sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu.” Q.S.(An Nisa[4]: 101)

2.      Syarat Sah Salat Qasar

Syarat-syarat salat qasar sama dengan syarat salat jamak hanya ditambah persyaratan bahwa salat yang dapat diqasar adalah salat yang jumlah rakaatnya empat, tidak makmum pada orang yang salat sempurna (biasa, tidak qasar)

 

 

II.                SHALAT TATHAWWU

1.      Shalat Tahiyatul Masjid

a.       pengertian shalat tahiyatul mesjid

Shalat Tahiyatul Masjid adalah shalat untuk menghormati masjid. Sebagi tempat suci, masjid patut dihormati oleh Muslim yang akan melakuakn aktivitas ibadah di tempat itu, hal itu sebagaimana yang dikatakan oleh rasulullah: Dari Abu Qatadah Al-Harits bin Rab’y Al-Anshary Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah duduk sebelum shalat dua rakaat.”

Hukum melaksanakannya adalah sunah, sebagaimana hadis Rasulullah SAW :‎

عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ‏e  إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلاَ ‏يَجْلِسْ حَتّى يُصَلِّيْ رَكْعَتَيْنِ (رواه البخارى ومسلم)

Artinya :“Dari Abu Qatadah, Rasulullah SAW bersabda : apabila salah seorang di antara kamu masuk ke masjid maka janganlah duduk sebelum shalat (tahiyat ‎masjid) dua rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

b.      Tata cara pelaksanaannya

Tata cara pelaksanaan shalat tahiyatul masjid adalah sebagai berikut :

·         Jumlah rakaatnya hanya 2 rakaat.

·         Dilaksanakan secara munfarid (sendirian).

·         Waktunya setiap saat memasuki masjid, baik untuk melaksanakan shalat fardu maupun ketika akan beri’tikaf.

2.      Shalat sunnat rawatib

a.       Pengertian shalat sunnat rawatib

Shalat sunah rawatib adalah shalat yang mengiringi solat wajib lima waktu dalam sehari yang bisa dikerjakan pada saat sebelum sholat dan setelah solat. Fungsi salat sunat rawatib adalah menambah serta menyempurnakan kekurangan dari shalat wajib.

b.      Tata Cara dan Syarat Kondisi      
1. Dikerjakan sendiri-sendiri tidak berjamaah
     
2. Mengambil tempat salat yang berbeda dengan tempat melakukan sholat wajib.
        
3. Shalat sunah rawatib dilakukan dua rokaat dengan satu salam.
          
4. Tidak didahului azan dan qomat

c.       . Jenis Salat Sunat Rawatib         
1. Salat sunat qabliyah / qobliyah adalah sholat sunah yang dilaksanakan sebelum mengerjakan solat wajib.       
2. shalat sunah ba'diyah adalah sholat yang dikerjakan setelah melakukan shalat wajib.

d.      Macam-macam Sholat Sunah Rawatib   
1. Salat sunat rawatib muakkad / penting
Adalah sholat sunat rawatib yang dikerjakan pada :       
- Sebelum subuh dua rokaat        
- Sebelum zuhur dua rokaat         
- Sesudah dzuhur dua rokaat        
- Sesudah maghrib dua rokaat     
- Sesudah isya dua rokaat
2. Salat sunat rawatib ghoiru muakkad / tidak penting   
Adalah sholat sunat rawatib yang dikerjakan pada :       
- Sebelum zuhur dua rokaat         
- Setelah zuhur dua rokaat           
- Sebelum ashar empat rokaat      
- Sebelum magrib dua rokaat       
- Sebelum isya dua rokaat

 

3.      Shalatul lail

a.       Pengertian shalatul Lail

Shalat Tahajjud (Qiyaamul Lail) adalah shalat sunnah yang dilakukan seseorang setelah ia bangun dari tidurnya di malam hari meskipun tidurnya hanya sebentar. Sangat ditekankan apabila shalat ini dilakukan pada sepertiga malam yang terakhir karena pada saat itulah waktu dikabulkannya do’a.

Hukum shalat Tahajjud adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan). Shalat sunnah ini telah tetap berdasarkan dalil dari Al-Qur-an, Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan ijma’ kaum Muslimin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)." [Adz-Dzaariyaat: 17-18]    
Keistimewaan Shalat Tahajjud          
Shalat Tahajjud memiliki sekian banyak keutamaan dan keistimewaan sehingga seorang penuntut ilmu sangat ditekankan untuk mengerjakannya. Di antara keistimewaannya adalah.

1.  Shalat Tahajjud adalah sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda. "Sebaik-baik puasa setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, Muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat yang fardhu adalah shalat malam.

2. Shalat Tahajjud merupakan kemuliaan bagi seorang Mukmin.            
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Malaikat Jibril mendatangiku, lalu berkata, ‘Wahai Muhammad, hiduplah                        sekehendakmu karena kamu akan mati, cintailah seseorang sekehendakmu karena kamu akan berpisah dengannya, dan beramallah sekehendakmu karena kamu akan diberi balasan, dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang Mukmin itu ada pada shalat malamnya dan tidak merasa butuh terhadap manusia.         
3. Kebiasaan orang yang shalih.

4. Pendekatan diri kepada Allah Ta’ala.        
5. Menjauhkan dosa.  
6. Penghapus kesalahan


Waktu Shalat Tahajud

Shalat tahajud boleh dikerjakan di awal, pertengahan atau akhir malam. Ini semua pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik -pembantu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam- mengatakan,

مَا كُنَّا نَشَاءُ أَنْ نَرَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلِ مُصَلِّيًا إِلَّا رَأَيْنَاهُ وَلَا نَشَاءُ أَنْ نَرَاهُ نَائِمًا إِلَّا رَأَيْنَاهُ

Tidaklah kami bangun agar ingin melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di malam hari mengerjakan shalat kecuali pasti kami melihatnya. Dan tidaklah kami bangun melihat beliau dalam keadaan tidur kecuali pasti kami melihatnya pula.12

Ibnu Hajar menjelaskan,

إِنَّ صَلَاته وَنَوْمه كَانَ يَخْتَلِف بِاللَّيْلِ وَلَا يُرَتِّب وَقْتًا مُعَيَّنًا بَلْ بِحَسَبِ مَا تَيَسَّرَ لَهُ الْقِيَام

Sesungguhnya waktu shalat malam dan tidur yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berbeda-beda setiap malamnya. Beliau tidak menetapkan waktu tertentu untuk shalat. Namun beliau mengerjakannya sesuai keadaan yang mudah bagi beliau.13

4.shalat dhuha

a. Pengertian shalat dhuha

Shalat Dhuha adalah shalat sunnat yang dilakukan seorang muslim ketika waktu dhuha. Waktu dhuha adalah waktu ketika matahari mulai naik kurang lebih 7 hasta sejak terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga waktu dzuhur. Jumlah raka’at shalat dhuha bisa dengan 2,4,8 atau 12 raka’at. Dan dilakukan dalam satuan 2 raka’at sekali salam.

b.Hikmah, Manfaat dan Kegunaan Sholat Dhuha

Hadits Rasulullah SAW terkait shalat dhuha antara lain :

·         “Barang siapa shalat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana disurga” (H.R. Tirmiji dan Abu Majah)

·         “Siapapun yang melaksanakan shalat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan.” (H.R Tirmidzi)

·         “Dari Ummu Hani bahwa Rasulullah SAW shalat dhuha 8 rakaat dan bersalam tiap dua rakaat.” (HR Abu Daud)

·         “Dari Zaid bin Arqam ra. Berkata,”Nabi SAW keluar ke penduduk Quba dan mereka sedang shalat dhuha‘. Beliau bersabda,?Shalat awwabin (duha‘) berakhir hingga panas menyengat (tengah hari).” (HR Ahmad Muslim dan Tirmidzi)

·         “Rasulullah bersabda di dalam Hadits Qudsi, Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat shalat dhuha, karena dengan shalat tersebut, Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (HR Hakim & Thabrani)

·         ““Barangsiapa yang masih berdiam diri di masjid atau tempat shalatnya setelah shalat shubuh karena melakukan i’tikaf, berzikir, dan melakukan dua rakaat shalat dhuha disertai tidak berkata sesuatu kecuali kebaikan, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun banyaknya melebihi buih di lautan.” (HR Abu Daud).

5. Shalat istrikharah

a. Pengertian shalat istrikharah

Salat Istikharah adalah salat sunnat yang dikerjakan untuk meminta petunjuk Allah oleh mereka yang berada di antara beberapa pilihan dan merasa ragu-ragu untuk memilih atau saat akan memutuskan sesuatu hal. Spektrum masalah dalam hal ini tidak dibatasi. Seseorang dapat salat istikharah untuk menentukan dimana ia kuliah, siapa yang lebih cocok menjadi jodohnya atau perusahaan mana yang lebih baik ia pilih. Setelah salat istikharah, maka dengan izi Allah pelaku akan diberi kemantapan hati dalam memilih.

Hukum Shalat Istikharah adalah sunnat Mu’akkad, yaitu : sunnat yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan, di kala kita sangat membutuhkan petunjuk atau hidayah dari Allah SWT untuk menentukan pilihan yang paling baik dan paling besar maslahahnya, baik dalam masalah pekerjaan maupun urusan-urusan lainnya. Sebagaimana yang diterangkan di dalam sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :           

“Tidak akan kecewa orang yang mau (mengerjakan shalat) Istikharah, dan tidak akan menyesal orang yang suka bermusyawarah serta tidak akan melarat orang yang suka berhemat (sederhana)”. (HR.Imam Thabrani)

Waktu pengerjaan sholat istikharah adalah Pada dasarnya salat istikharah dapat dilaksanakan kapan saja namun dianjurkan pada waktu sepertiga malam terakhir.

b.       Manfaat Shalat Istikharah 

Di samping untuk lebih mendekatkan diri lagi kepada Allah SWT sebagai rasa taqarrub kepada-Nya, shalat sunnat Istikharah juga bermanfaat untuk membebaskan diri rasa keragu-raguan dan kebingungan dalam menentukan sebuah pilihan yang paling baik dan paling bagus, baik menurut pandangan hukum maupun agama, agar tidak kecewa atau menyesal di kemudian hari.
           
Bilangan Rakaat dan Tata Cara Shalat Istikharah
          
Shalat sunnat Istikharah dikerjakan dengan dua rakaat, Adapun waktu mengerjakannya tidak ditentukan, sehingga dapat dikerjakan kapan saja, baik siang maupun malam. Namun yang lebih utama dikerjakan pada malam hari sebagaimana shalat Tahajjud, yaitu pada sepertiga malam yang terakhir.


Adapun cara mengerjakannya adalah sama sebagaimana shalat-shalat sunnat yang lainnya, hanya saja niatnya yang berbeda. Dan lafazh niat shalat sunnat Istikharah itu adalah sebagaimana berikut :           

“Ushalli sunnatal istikhaarati rak’ataini lillaahi ta’aalaa”. Allahu Akbar.
    
Artinya : Saya berniat shalat sunnat Istikharah dua rakaat karena Allah Ta’ala. ALLAHU AKABAR

Setelah selesai mengerjakan shalat sunnat Istikharah hendaknya memperbanyak dzikir kepada Allah SWT, dengan memperbanyak membaca istighfar, shalawat atas Nabi Muhammad SAW, tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir, agar secepat mungkin mendapat petunjuk dan hidayah dari ALLAH SWT tentang apa yang sedang kita hadapi, baru kemudian kita tutup dengan membaca do’a sebagai berikut :
          

“ Bismillahir rahmaanir rahiim. Alhamdu lillahi rabbil ‘aalamiin. Wash shalaatu was sallamu ‘alaa asrafil mur saliina sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihii wa shah bihii ajma’iin. Allahumma innii astakhiruuka bi’ilmika wa astaqdiruka biqudratika wa as-aluka min fadhlikal ‘azhiimi fa-innaka taqdiru walaa aqdiru wa ta’lamu wa-laa a’lamu wa anta ‘allaamul ghuyuubi. Allahumma in-kunta ta’lamu anna haadzal amra
 

( kata haadzal amra diganti dengan perkara yang sedang kita hadapi. Misalnya ketika memilih jodoh, kata haadzal amra diganti dengan nama orang yang kita maksud, misalnya Ahmad atau..(bagi yang perempuan) atau Fathimah atau…(bagi yang laki-laki). Jadi bacannya menjadi..In kunta Ta’lamu Anna Ahmad atau….atau In kunta Anna HaaDzan Nikah bila pilihan hanya satu orang untuk menentukan sikap jadi menikah atau tidak)
  

Khairun lii fii diinii wa ma’aasyii wa ‘aaqibati amrii faqdirhu lii wa yassir hu lii tsumma baarik lii fiihi wa in kunta ta’lamu anna haadzal amra syarrun lii fii diinii wa ma’aasyii wa ‘aaqibati amri fashrifhu ‘annu fashrifnii ‘anhu waqdirliyal khaira haitsu kaana tsumma ardhinii bihi”.
        

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala Puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Mudah-mudahan shalawat dan salam tetap terlimpahkan atas semulia-mulianya utusan, (yaitu) junjungan kami Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabat beliau semuanya. Wahai Tuhanku, Aku memohon pilihan kepada-Mu mana yang baik menurut pengetahuan-Mu, Aku mohon kepada-Mu dari anugerah-Mu yang agung, karena sesungguhnya Engkau Maha Kuasa dan aku tidak memiliki kekuasaan, dan Engkau Maha Mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui serta Engkau adalah Dzat Yang Maha Mengetahui segala perkara yang ghaib. Wahai Tuhanku, apabila Engkau ketahui bahwa perkara ini (sebutkan perkara yang dimaksud) baik bagiku, dalam agamaku, untuk penghidupanku, dan baik akibatnya, maka tetapkanlah perkara itu untukku, kemudian berilah berkah kebaikan untukku. Dan apabila Engkau ketahui bahwa sesungguhnya perkara ini jelek bagiku, dalam agamaku, untuk penghidupanku dan jelek akibatnya, maka jauhkahnlah aku daripadanya dan tetapkanlah yang baik untukku dimana saja berada, kemudian jadikanlah aku ridha dengannya”.

6.      Shalat istisqa’

a.      Pengertian shalat istisqa’

Salat Istisqa (bahasa Arab: صلاة الاستسقاء) adalah salat Sunah yang dilakukan untuk meminta diturunkannya hujan. Salat ini dilakukan bila terjadi kemarau yang panjang atau karena dibutuhkannya hujan untuk keperluan/hajat tertentu. Salat istisqa dilakukan secara berjamaah dipimpin oleh seorang imam

Hukum Shalat Istisqa

Shalat istisqa hukumnya sunnah muakkadah (sangat ditekankan) ketika terjadi musim kering, karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan hal tersebut

Tempat Shalat Istisqa

Shalat istisqa lebih utama dilakukan di lapangan, sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah Radhiallahu’anha disebutkan:

فأمر بمنبر فوضع له في المصلى

Lalu beliau memerintahkan untuk meletakkan mimbar di tempat tanah lapang

Juga dalam hadits Abdullah bin Zaid Al Mazini:

أن النبي صلى الله عليه وسلم خرج إلى المصلى ، فاستسقى فاستقبل القبلة ، وقلب رداءه ، وصلى ركعتين

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam keluar menuju lapangan. Beliau meminta hujan kepada Allah dengan menghadap kiblat, kemudian membalikan posisi selendangnya, lalu shalat 2 rakaat” (HR. Bukhari no. 1024)

Namun boleh melakukannya di masjid, sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani :

قوله : ( باب الاستسقاء في المسجد الجامع ) أشار بهذه الترجمة إلى أن الخروج إلى المصلى ليس بشرط في الاستسقاء

“Perkataan Imam Al Bukhari: ‘Bab Shalat Istisqa di Masjid Jami‘, menunjukkan tafsiran beliau bahwa keluar menuju lapangan bukanlah syarat sah shalat istisqa”

Waktu Pelaksanaan Shalat Istisqa

Shalat istisqa tidak memiliki waktu khusus namun terlarang dikerjakan di waktu-waktu terlarang untuk shalat. Akan tetapi yang lebih utama adalah sebagaimana waktu pelaksanaan shalat ‘Id, yaitu ketika matahari mulai terlihat. Sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah Radhiallahu’anha disebutkan:

فخرج رسول الله صلى الله عليه وسلم حين بدا حاجب الشمس

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar ketika matahari mulai terlihat

Tata Cara Shalat Istisqa

Para ulama berbeda pendapat mengenai tata cara shalat istisqa. Ada dua pendapat dalam masalah ini:

Pendapat pertama, tata cara shalat istisqa adalah sebagaimana shalat ‘Id. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhu:

إن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج متبذلا متواضعا متضرعا حتى أتى المصلى فلم يخطب خطبتكم هذه ، ولكن لم يزل في الدعاء ، والتضرع ، والتكبير ، وصلى ركعتين كما كان يصلي في العيد

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam berjalan menuju tempat shalat dengan penuh ketundukan, tawadhu’, dan kerendahan hati hingga tiba di tempat shalat. Lalu beliau berkhutbah tidak sebagaimana biasanya, melainkan beliau tidak henti-hentinya berdoa, merendah, bertakbir dan melaksanakan shalat dua raka’at sebagaimana beliau melakukan shalat ‘Id” (HR. Tirmidzi no.558, ia berkata: “Hadits hasan shahih”)

Tata caranya sama dengan shalat ‘Id dalam jumlah rakaat, tempat pelaksanaan, jumlah takbir, jahr dalam bacaan dan bolehnya khutbah setelah shalat. Ini  adalah pendapat mayoritas ulama diantaranya Sa’id bin Musayyab, ‘Umar bin Abdil Aziz, Ibnu Hazm, dan Imam Asy Syafi’i.

Hanya saja berbeda dengan shalat ‘Id dalam beberapa hal:

1.      Hukum. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Namun shalat istisqa berbeda dengan shalat ‘Id dalam hal hukum shalat Istisqa adalah sunnah, sedangkan shalat ‘Id adalah fardhu kifayah”. Sebagian ulama muhaqqiqin juga menguatkan hukum shalat ‘Id adalah fardhu ‘ain.

2.      Waktu pelaksanaan. Sebagaimana telah dijelaskan.

Pendapat kedua, tata cara shalat istisqa adalah sebagaimana shalat sunnah biasa, yaitu sebanyak dua rakaat tanpa ada tambahan takbir. Hal ini didasari hadits dari Abdullah bin Zaid:

خرج النبي - صلى الله عليه وسلم - إلى المصلى فاستقبل القبلة وحول رداءه، وصلى ركعتين

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam keluar menuju lapangan. Beliau meminta hujan kepada Allah dengan menghadap kiblat, kemudian membalikan posisi selendangnya, lalu shalat 2 rakaat” (HR. Bukhari no.1024, Muslim no.894).

7.      Shalat shafar

Pengertian shalat shafar

Shalat safar adalah shalat yang dilakukan seseorang ketika melakukan perjalanan (musafir). Melakukan perjalanan yang dimaksud adalah berpergian meninggalkan tempat tinggal.  Adapun ketentuan jarak, lama dan kondisinya berbeda-beda terkait dengan bentuk kemudahan yang diberikan. Contohnya ketentuan jarak shalat qasar berbeda dengan ketentuan jarak shalat jama’.

 Tata Cara Shalat Safar          
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa keringanan mendirikan shalat yang diberikan kepada orang yang sedang dalam perjalanan atau dalam Safar ialah : (1) dengan cara Qashar, (2). Dengan cara Jamak (3). Menggabungkan Qashar dan Jamak Sekaligus.

(1) Dengan cara Qashar.        
Qashar adalah cara pelaksanaan Shalat dengan cara melakukan Shalat yang jumlah rakaatnya 4 (empat), dengan diniatkan 2 (dua) rakaat saja. Shalat tersebut ialah : Shalat dhuhur, Ashar dan Isya’.
         
Adapun contoh niat shalat qashar sebagai berikut:
   
أصَلِّي فَرْضَ الظُُّهْرِرَكْعَتَيْنِ مُسْتَكْبِلَ اْلكِبْلَةِ قَصْرًا لِلَّهِ تَعَالَى. الله أكبر
          
(Translitrasi Latin): “Ushalli fardhaz zhuhri rakataini mustakbilal kiblati qasran lillahi ta’ala. Allahu Akbar.

Artinya : Saya berniat shalat dhuhur dua rakaat, menghadap qiblat, dengan cara qashar karena Allah semata.

(2). Dengan cara Jamak         
Shalat Jamak ialah mengerjakan (mengumpulkan) dua Shalat dalam satu waktu, Shalat Jamak ada dua macam yaitu Jamak takdim dan Jamak takhir. Jamak takdim adalah mengumpulkan dua Shalat yang dikerjakan sekaligus di waktu Shalat yang lebih awal, seperti mengerjakan Shalat dhuhur dan ashar pada waktu Shalat Shalat dhuhur. Begitu juga dengan cara mengumpulkan Shalat magrib dengan Shalat Isya’ dikerjakan pada waktu Shalat magrib. Sedangkan Jamak takhir mengumpulkan dua Shalat dikerjakan pada waktu Shalat yang terakhir, seperti mengumpulkan Shalat dhuhur dan ashar dikerjakan pada waktu ashar dan shalat magrib dan isya’ dikerjakan pada waktu shalat isya’
Adapun contoh niat shalat Jama’ takdim pada shalat dhuhur dan Ashar sebagai berikut:
Pertama, Saat hendak melakukan Shalat dhuhur, sbb:
          
أصَلِّي فَرْضَ الظُُّهْر أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ِتَقْدِيمًا إِلَيْهِ الْعَصْرِى مُسْتَكْبِلَ اْلكِبْلَة أَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى. الله أكبر
    
(Translitrasi Latin): “Ushalli fardhaz Zuhri arba’a raka’atin takdiiman ilaihil Ashri
                        mustakbilal kiblati ada’an lillahi ta’ala. Allahu Akbar.        
Artinya : Saya berniat shalat dhuhur empat rakaat, dijamak takdim padnya Ashar menghadap qiblat, karena Allah semata.
  
Kedua, Saat hendak melakukan Shalat ashar, sbb:
    

أصَلِّي فَرْضَ الْعَصْرِىِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ِتَقْدِيمًا إِلَي الظُهْر مُسْتَكْبِلَ اْلكِبْلَة أَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى. الله أكبر

(Translitrasi Latin): “Ushalli fardhal Ashri arba’a raka’atin takdiiman ilaihiz Zhuhri mustakbilal kiblati adaan lillahi ta’ala. Allahu Akbar      
(3). Menggabungkan Qashar dan Jamak Sekaligus.
  
Dalam hal penggabungan qashar dan jamak sekaligus “Yang perlu menjadi perhatian perubahan yang terjadi pada setiap penyebutan kalimat إِلَيْهِ yang memiliki makna (kepadanya) dan Kalimat إِلَي memiliki makna (kepada) yang digaris bawahi pada setiap lafadh niat shalat, baik pada jamak takdim maupun pada jamak ta’khir berikut ini” :

 Batasan Waktu Shalat Safar.

3.      Batas waktu kebolehan menjalankan Shalat safar :   
Sedangkan tentang gugurnya hak melakukan Shalat safar, Ulama Mazhab Syafi’i
             menyatakan bahwa seseorang tidak boleh lagi melakukan Shalat safar apabila : 
(1) Ia berniat menetap empat hari empat malam di daerah tujuannya;
         
(2) Kembali ke tempat asalnya;
         
(3) Musafir menjadi imam dari jemaah yang mukim (makmum yang tidak dalam
              perjalanan);
(4) Tujuan perjalan tidak jelas;
          
(5) Perjalanan yang dilakukan bertujuan maksiat;
     
(6) Perjalanan yang dilakukan bukan atas kehendak sendiri/pakasaan.

 

8.      Shalat sesudah wudhu

Shalat sunnah sesudah wudhu besar sekali pahalanya. Berkaitan dengan hal ini, sebuah hadis dari Uqbah bin Amir menyatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

9.      مَا مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ وَ يُصَلِّيْ رَكْعَتَيْنِ يُقْبِلُ بِقَلْبِهِ وَ وَجْهِهِ عَلَيْهِمَا

10.   إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةَ (رواه مسلم, أبو داود, النسائي, و ابن خزيمة)

“Seseorang yang berwudhu dan mengerjakan wudhunya dengan baik dan mengerjakan shalat dua rakaat dengan ikhlas dan tenang karena Allah niscaya ia akan mendapatkan surga.” (HR Muslim, Abu Daud, Nasa’i, dan Ibnu Khuzaimah)

 

Shalat sunat wudhu atau yang disebut juga dengan shalat syukrul wudhu adalah shalat yang dikerjakan setelah berwudhu. Tata cara pelaksanannya adalah

a.       Sehabis berwudhu kita disunahkan membaca doa:

Asyhadu an laa ilaaha illallaahu wahdauu laa syarika lahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu. Allahummaj’alnii minat-tawwaabiina waj’alnii minal mutathahiriina waj’alnii min ‘ibaadikash-shaalihiin.           

Artinya: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku orang yang ahli taubat, dan jadikanlah aku orang yang suci dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang saleh.”
          
b.  Selesai membaca doa tersebut, lalu melaksanakan shalat sunah wudhu 2 rakaat.

Niatnya:
Ushallii sunnatal-wudhuu’I rak’ ataini lillaahi ta’aalaa.
  

Artinya: ”Aku niat shalat sunah wudhu 2 rakaat karena Allah.”

C,.  Shalat ini dikerjakan 2 rakaat sebagaimana shalat yang lain dengan ikhlas sampai                   salam.

Keutamaan Shalat Syukrul Wudhu

“Rasulullah berkata kepada Bilal: Ceritakanlah kepadaku amal apa yang amat engkau harapkan dalam Islam, sebab aku mendengar suara kedua sandalmu di surga? Bilal menjawab: Tidak ada amal ibadah yang paling kuharapkan selain setiap aku berwudhu baik siang atau malam aku selalu shalat setelahnya sebanyak yang aku suka” . (HR  Bukhari)

1.      Shalat antara adzan dan iqamat

Bila telah masuk waktu shalat, dikumandangkanlah adzan sebagai ajakan untuk menghadiri shalat berjamaah. Namun ada adzan yang diserukan sebelum masuk waktu shalat, yaitu adzan sebelum shalat subuh yang dikenal dengan adzan pertama. Kata Ibnu Hazm t, “Tidak boleh diserukan adzan untuk shalat sebelum masuk waktunya terkecuali shalat subuh saja (adzan pertama, pen.).” (Al-Muhalla, 2/159)

Untuk subuh memang ada dua adzan. Adzan pertama dikumandangkan beberapa waktu sebelum shalat subuh dengan tujuan membangunkan orang yang tidur, mengingatkan orang yang shalat tahajjud/qiyamul lail agar tidur sejenak hingga nantinya mengerjakan shalat subuh dalam keadaan segar. Tujuan lainnya, agar orang yang ingin puasa keesokan harinya bisa segera makan sahur. Adapun adzan kedua diserukan ketika masuk waktunya1.

Ibnu Umar c berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah n bersabda:

إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَكُلُوْا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِيَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُوْمٍ. ثُمَّ قَالَ: وَكَانَ رَجُلاً أَعْمَى لاَ يُنَادِي حَتَّى يُقَالَ لَهُ: أَصْبَحْتَ، أَصْبَحْتَ

“Sesungguhnya Bilal adzan di waktu malam, maka makan dan minumlah kalian (yang berniat puasa di esok hari) sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan.”  Kemudian Ibnu Umar c berkata, “Ibnu Ummi Maktum adalah seorang yang buta. Ia tidak mengumandangkan adzan sampai ada yang berkata kepadanya, ‘Engkau telah berada di waktu pagi/subuh, engkau telah berada di waktu pagi/subuh’.” (HR. Al-Bukhari no. 617 dan Muslim no. 2533)

Jarak antara dua adzan ini tidaklah berjauhan, sebagaimana diisyaratkan dalam ucapan Ibnu Umar c dari hadits di atas yang diriwayatkan Al-Imam Muslim t:

وَلَمْ يَكُنْ بَيْنَهُمَا إِلاَّ أَنْ يَنْزِلَ هَذَا وَيَرْقَى هَذَا.

“Tidaklah jarak antara kedua adzan ini kecuali sekadar muadzin yang satu turun dari tempatnya beradzan dan muadzin yang lain naik.”

Al-Imam An-Nawawi t menjelaskan: Para ulama mengatakan, “Makna kalimat di atas adalah Bilal biasa mengumandangkan adzan sebelum fajar. Setelah itu ia mengisi waktunya dengan berdoa dan semisalnya. Kemudian ia melihat-lihat fajar. Apabila telah dekat terbitnya fajar, ia turun untuk mengabarkannya kepada Ibnu Ummi Maktum. Maka Ibnu Ummi Maktum pun bersiap-siap dengan bersuci dan selainnya. Setelahnya ia naik dan mulai mengumandangkan adzan bersamaan dengan awal terbitnya fajar. Wallahu a’lam.” (Al-Minhaj, 7/203)

Syarat-syarat Adzan

Adzan memiliki beberapa syarat berikut ini:

1. Diucapkan secara berurutan, karena adzan itu ibadah maka tidak diterima kalau tidak sesuai dengan As-Sunnah.

2. Selesai lafadz yang satu menyusul lafadz berikutnya (susul-menyusul). Tidak boleh dipisahkan dengan waktu yang panjang, karena adzan merupakan ibadah yang satu sehingga tidak sah bila dipisahkan bagian-bagiannya, kecuali si muadzin beruzur seperti bersin atau batuk maka ia meneruskan adzannya.

3. Jumlah dan tambahannya sesuai yang disebutkan dalam As-Sunnah sehingga seseorang tidak menambah ataupun mengurangi terkecuali ada dalilnya

10. Shalat gerhana

Pengertian Sholat Kusuf/ gerhana       
Pengertian sholat menurut bahasa adalah berdoa (memohon). Sedang menurut syariat sebagaimana kata imam Syafi’i sholat ialah ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, disertai dengan syarat yang sudah ditentukan. Syarat inilah yang membedakan dengan ritual ibadah lain seperti sujud syukur dan sujud tilawah.
    
Sholat dalam agama Islam menempati kedudukan yang tak dapat ditandingi oleh ibadah yang lainnya. Sholat merupakan tiang agama dimana tiang agama tak dapat tegak kecuali dengan sholat. Sholat juga merupakan amalan hamba yang pertama dihisab
Sedangkan kusûf dalam istilah fuqaha dinamakan. Yaitu hilangnya cahaya matahari atau bulan atau hilang sebagiannya, dan perubahan cahaya yang mengarah ke warna hitam atau gelap. Kalimat khusûf semakna dengan kusûf. Ada pula yang mengatakan kusûf adalah gerhana matahari, sedangkan khusûf adalah gerhana bulan. Pemilahan ini lebih masyhur menurut bahasa.
          
Jadi secara ringkas pengertian sholat kusuf adalah shalat gerhana yaitu shalat yang dikerjakan dengan tata cara dan gerakan tertentu, ketika hilang cahaya matahari atau bulan atau hilang sebagiannya.

Hal-Hal yang Dianjurkan Ketika Terjadi Gerhana

Pertama: perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari)

Kedua: keluar mengerjakan shalat gerhana secara berjama’ah di masjid. Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini sebagaimana dalam hadits dari ’Aisyah bahwasanya Nabi Muhamad SAW mengendari kendaraan di pagi hari lalu terjadilah gerhana. Lalu Nabi Muhamad SAW melewati kamar istrinya (yang dekat dengan masjid), lalu beliau berdiri dan menunaikan shalat. (HR. Bukhari). Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Nabi Muhamad SAW mendatangi tempat shalatnya (yaitu masjidnya) yang biasa dia shalat di situ.
Ketiga: wanita juga boleh shalat gerhana bersama kaum pria. Dari Asma` binti Abi Bakr, beliau berkata,           
أَتَيْتُ عَائِشَةَ رضى الله عنها زَوْجَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم حِينَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ ، فَإِذَا النَّاسُ قِيَامٌ يُصَلُّونَ ، وَإِذَا هِىَ قَائِمَةٌ تُصَلِّى فَقُلْتُ مَا لِلنَّاسِ فَأَشَارَتْ بِيَدِهَا إِلَى السَّمَاءِ ، وَقَالَتْ سُبْحَانَ اللَّهِ . فَقُلْتُ آيَةٌ فَأَشَارَتْ أَىْ نَعَمْ
“Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha -isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika terjadi gerhana matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan shalat. Ketika Aisyah turut berdiri untuk melakukan sholat, saya bertanya: ‘Kenapa orang-orang ini?’ Aisyah mengisyaratkan tangannya ke langit seraya berkata, ‘Subhanallah (Maha Suci Allah).’ Saya bertanya: ‘Tanda (gerhana)?’ Aisyah lalu memberikan isyarat untuk mengatakan iya.” (HR. Bukhari)
Bukhari membawakan hadits ini pada bab:   
صَلاَةِ النِّسَاءِ مَعَ الرِّجَالِ فِى الْكُسُوفِ  
”Shalat wanita bersama kaum pria ketika terjadi gerhana matahari.”

Waktu shalat gerhana: dari mulai terjadinya gerhana sampai hilang berdasar sabda beliau Sholallahu ‘Alaihi Wasallam , “Apabila kalian melihat (artinya: sesuatu dari peristiwa tersebut), maka shalatlah”. (Mutafaqqun ‘Alaih)

Hukum sholat gerhana        
Shalat gerhana matahari dan gerhana bulan hukumnya adalah sunnah muakkad (ditekankan). Jadi dianjurkan bagi seorang muslim untuk mengerjakannya

Tehnik Pelaksanaan Salat Gerhana Salat gerhana     
Berbeda dengan salat yg lain baik sunnah maupun fardhu. Jika salat ‘Idain itu dgn dua rakaat dan 12 takbir maka shalat gerhana itu dengan dua rakaat namun dengan berdiri 4 kali membaca Al-Fatihah dan surah 4 kali serta ruku’ 4 kali

Sifat Shalat Gerhana dan Jumlah Raka’at :

1.      Tidak adzan dan iqomat bagi shalat gerhana Para ulama telah bersepakat bahwasanya tidak adzan dan tidak ada iqomat bagi shalat gerhana, yang disunnahkan adalah dengan menyeru

2.      Jumlah Raka’at Shalat Gerhana Shalat gerhana dilaksanakan 2 raka’at dengan dua rukun

3.      Mengeraskan Bacaan Shalat Gerhana Bacaan shalat gerhana adalah dengan mengeraskan sebagimana yang dilakukan oleh baginda Nabi

4.      . Dikerjakan Secara Berjama’ah di Masjid Yang sesuai dengan As Sunnah pada shalat gerhana adalah dengan mengerjakannya secara berjam’ah di masjid

5.      Jika Seseorang Ketinggalan Salah Satu dari Dua Rukuk pada Satu Rakaat Shalat gerhana dikerjakan 2 raka’at, masing-masing raka’at dengan 2 rukuk dan 2 sujud. jadi secara keseluruhan shalat ini terdiri dari 4 rukuk dan 4 sujud di dalam 2 raka’at.

11.  Shalat dua hari raya

Shalat Hari Raya ada dua, yaitu hari raya Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 1 Syawal dan hari raya Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah.

Waktu shalat 'Id dimulai dari terbit matahari sampai tergelincirnya. Kedua shalat hari raya tersebut, hukumnya sunat muakkad bagi laki-laki dan perempuan, mukmin atau musafir, boleh dikerjakan sendirian dan sebaiknya dilakukan berjama'ah.

Tata Cara Shalat 'Id (Shalat Hari Raya) dan cara mengerjakannnya.

1. Pada pagi hari tanggal 1 Syawal, sesudah kita menunaikan shalat subuh dan sesudah kita mandi sunnah Hari Raya, lalu berangkatlah menuju masjid atau tanah lapang dengan memperbanyak takbir.

2. Setelah tiba di masjid, maka sebelum duduk shalat tahiyatul masjid dua raka'at, kalu di tanah lapang tidak ada tahiyatul masjid, hanya duduklah dengan ikut mengulang ulang bacaan takbir, sampai mulai shalat 'Id itu.

3.  Lafazh / niat Shalat 'Id

Jika shalat 'Idul Fitri :

"USHALLII SUNNATAL-LI'IIDIL-FITHRI RAK'ATAINI LILLAAHI              TA'AALAA."

Artinya : "Aku niat sunnah shalat 'Idul Fitri dua raka'at karena Allah ta'ala"

Jika shalat 'Idul Adha :

"USHALLI SUNNATAL-LI'IIDIL-ADHHAA RAK'ATAINI LILLAAHI TA'AALAA".                       

Artinya : Aku niat shalat sunaah 'Idil Adha dua raka'at karena Allah Ta'ala".

4. Pada rakaat pertama : Sesudah niat mula mula membaca takbiratul ihram kemudian kemudian membada doa iftitah, selanjutnya takbir 7 kali dan setiap hasis takbir disunnahkan membaca :

"SUBHAANALLAAH WAL-HAMDU LILLAAH WA LAA ILAAHA ILLALLAH WALLAAHU AKBAR".

Artinya : "Maha Suci Allah, dan segala puji bagi Allah, tiada Tuhan melainkan Allah dan Allah Maha Besar".

Setelah takbir 7 kali dan membaca tasbih tersebut, kemudian membaca surat Al-Fatihah dan disambung dengan membaca surat yang disukai, dan lebih utama membaca Surat Qaf atau surat Al-A'la (Sabbishisma Rabbikal-a'laa).

5. Pada raka'at kedua, sesudah berdiri untuk raka'at kedua membaca takbir 5 kali, dan setiap takbir disunahkan membaca tasbih seperti tersebut pada raka'at pertama. Kemudian membaca surat Al-Fatihah dan diteruskan dengan surat lain yang dikehendaki, tetapi lebih utama membaca surat Al-Ghasyiah. Bacaan itu dengan suara yang nyaring, Imam manyaringkan yakni mengeraskan suaranya pada waktu membaca surat Al-Fatihah dan surat-surat lainnya, sedangkan makmum tidak nyaring.

6. Shalat ini (shalat 'Id) dikerjkan dua raka'at dan dilakukan sebagaimana shalat-shalat lainnya.

7. Khutbah dilakukan sesudah shalat 'Id dua kali, yaitu khutbah pertama membaca takbir 9 kali dan pada khutbah kedua membaca takbir 7 kali dan pembacaannya harus berturut-turut.

8. Hendaknya dalam khutbah 'Idul Fitri berisi penerangan tentang zakat fitrah dan pada hari raya Haji berisi penerangan ibadah haji dan hukum kurban.

Hal - hal yang harus dilakukan sebelum Shalat 'Id :

1. Pada hari raya disunnahkan mandi dan berhias dengan memakai pakaian sebaik-baiknya dan menggunakan wangi-wangian yang dimilikinya.

2. Disunnahkan makan sebelum pergi shalat pada hari raya 'Idul Fitri, tetapi pada hari raya disunnahkan tidak makan kecuali setelah shalat.

3. Pergi untuk mengerjakan shalat dan pulangnya dari shalat hendaknya mengambil jalan yang berlainan.

4. Takbiran.

Pada hari raya Fitrah dan Haji disunnahkan membaca takbir di luar shalat dan waktunya sebagai berikut :

"ALLAAHU AKBAR ALLAAHU AKBAR ALLAAHU AKBAR. LAA ILAAHA ILLALLAAHU WALLAAHU AKBAR. ALLAAHU AKBAR WA LILLAAHIL-HAMDU 3x

ALLAAHU AKBAR KABIIRAW WAL-HAMDU LILLAAHI KATSIIRAA WA SUBHAANALLAAHI BUKRATAW WA ASHIILAA. LAA ILAAHA ILLALLAAHU WA LAA NA'BUDU ILLAA IYYAAHU MUKHLISHIINA LAHUD-DIINA WA LAU KARIHAL-KAAFIRUUN. LAA ILAAA ILLALLAAHU WAHDAHU SHADAQA WA'DAHU WA NASHARA 'ABDAHU WA A'AZZA JUNDAHU WA HAZAMAL-AHZAABA WAHDAH. LAA ILAAHA ILLALLAAHU WALLAAHU AKBAR. ALLAAHU AKBAR WA LILLAAHIL-HAMDU".

Artinya :"Allah Maha Besat (3 kali). Tidak ada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah, Allah Maha Besar dan Maha Agung dan segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah pada pagi dan petang, tiada Tuhan melainkan Allah dan tida ada yang kami sembah kecuali hanya Allah, dengan ikhlas kami beragama kepada-Nya, walaupun orang-orang kafir membeci, Tidak ada Tuhan melainkan Allah sendiri-Nya, benar janji-Nya, dan Dia menolong hamba-Nya, dan Dia mengusir musuh nabi-Nya dengan sendiri-Nya, tiada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan bagi-Nya segala puji".

Perlu diketahui bahwa pada hari 'Idul Fitri dan Adha, anak-anak besar kecil, tua muda supaya meramaikannya, bahkan bagi wanita-wanita yang sedang haidpun dianjurkan ke lapangan, sekalipun mereka tidak ikut shalat.

Sabda Nabi SAW :

"AN UMMI 'ATHIYYAH QAALAT : KUNNAA NU'MARU AN NUKHRUJA YAUMAL-IIDI HATTAA NAKHRUJAL-BIKRA MIN KHIDRIHAA HATTA NAKHRUJAL-HUYYADHA FA YAKUN KHALFAN-NAASI FA YUKABBRINA BI TAKBIIRIHIM WA YAD'UUNA BI DA'AA'IHIM YARJUUNA BARAKATAN DZAALIKAL-YAUMIL WA THUHRATAH".

Artinya : Dari Ummi 'Athiyah katanya : 'Kami diperintahkan pergi shalat hari raya, bahkan anak-anak gadis keluar dari pingitannya. Juga perempuan-perempuan yang sedang haid (datang bulan) tetapi mereka hanya berdiri saja di belakang orang banyak, dan turut takbir dan berdoa bersama-sama dan mereka mengharapkan beroleh keberkahan dan kesucian hari itu".

12.  Hikmah shalat tathawwu

1. Shalat tathawwu’ adalah semua shalat yang disyariatkan dalam agama Islam, selain shalat wajib lima waktu, baik yang hukumnya wajib atau sunnah (anjuran)

2. Agungnya kedudukan shalat lima waktu dalam Islam, karena shalat adalah ibadah yang pertama kali Allah Ta’ala wajibkan kepada manusia setelah kewajiban beriman (dua kalimat syahadat), maka shalat adalah panji iman dan bendera Islam

3. ‘Umar bin Khattab mengatakan, “Hisablah (introspeksilah) dirimu saat ini sebelum engkau dihisab (diperiksa/dihitung amal perbuatanmu pada hari kiamat), dan timbanglah dirimu saat ini sebelum amal perbuatanmu ditimbang (pada hari kiamat nanti).”
4. Agungnya rahmat dan kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya dengan menyempurnakan kekurangan pada ibadah wajib mereka dengan ibadah sunnah yang mereka kerjakan.
           

5. Arti ‘kekurangan yang disempurnakan” dalam hadits ini adalah ketidaksempurnaan dalam melaksanakan amal-amal wajib dalam shalat, atau amal-amal yang disyariatkan seperti khusyu’, dzikir-dzikir maupun doa dalam shalat.
      

6. Hamba Allah yang paling mulia di sisi Allah adalah yang melaksanakan amal-amal ibadah yang wajib dengan baik, dan banyak mengerjakan amal-amal sunnah, sehingga Allah Ta’ala pun mencintainya, inilah wali (kekasih) Allah Ta’ala yang sesungguhnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang shahih (yang menjelaskan tentang wali Allah, ed).
   

7. Keutamaan memperbanyak shalat tathawwu’ dan amal-amal sunnah lainnya, karena semakin banyak amalan sunnah yang kita kerjakan maka semakin besar pula peluang kita untuk menyempurnakan kewajiban-kewajiban kita, untuk keselamatan kita di hari kemudian.

8. Dahsyatnya perhitungan amal pada hari kiamat, karena pada waktu itu yang bermanfaat hanyalah amal perbuatan manusia, bukan harta atau kemewahan dunia yang mereka miliki.

SHOLAT FARDHU (wajib) DAN SHOLAT SUNNAH SHOLAT FARDHU (wajib) DAN SHOLAT SUNNAH Reviewed by asarisolid on 6:31 PM Rating: 5

No comments:

ADS

referensimakalah. Powered by Blogger.