BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Keberhasilan dalam
menanamkan nilai-nilai keislaman dalam diri peserta didik, terkait dengan satu
faktor dari system pendidikan, yaitu pendekatan pembelajaran yang digunakan
pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan keislamannya, sebab dengan pendekatan
yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah dikuasai oleh peserta didik.
Sebaik apapun tujuan
pendidikan, jika tidak didukung oleh pendekatan yang tepat, tujuan pembelajaran
akan sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah pendekatan akan
mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak. Oleh
sebab itu pemilihan pendekatan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan
dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan akan dapat memuaskan
serta mencapai tujuan secara sistematis dan tepat.
Rasulullah SAW sejak awal
sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan pendekatan yang tepat terhadap
para sahabatnya. Pendekatan pembelajaran yang beliau lakukan sangat akurat
dalam menyampaikan ajaran islam. Rasulullah SAW sangat memperhatikan situasi,
kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai islami dapat ditransfer
dengan baik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana definisi pendekatan pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam?
2.
Apa tujuan pendekatan pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam ?
3.
Apa fungsi pendekatan pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam ?
4.
Apa sajakah berbagai pendekatan dalam Sejarah
Kebudayaan Islam ?
5.
Bagaimana memilih pendekatan yang tepat untuk
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
1.
Untuk mengetahui definisi dalam pendekatan
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
2.
Untuk mengetahui tujuan pendekatan pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam.
3.
Untuk mengetahui fungsi pendekatan pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam.
4.
Untuk mengetahui berbagai pendekatan pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam.
5.
Untuk mengetahui pendekatan yang tepat untuk
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Pendekatan Pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam
Hal
yang mendasar dan penting untuk dipelajari sebelum mengkaji lebih lanjut
tentang pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), yaitu memahami pengertian
tentang SKI itu sendiri. Menurut Hanafi, sejarah kebudayaan Islam bisa dipahami
sebagai berita atau cerita peristiwa masa lalu yang mempunyai asal-muasal
tertentu. Peristiwa menjelang dan saat Muhammad SAW lahir dan diutus sebagai
rasul adalah asal-muasal sejarah kebudayaan Islam.Dari akar ini tumbuh batang
sejarah yaitu masa pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW, yaitu masa Khalifah
Al-Rasyidin. Batang terus tumbuh dan akhirnya melahirkan banyak cabang baik
pemikiran seperti, Syi’ah, Khawarij, Murji’ah, dan Ahli Sunnah, atau kekuasaan,
seperti Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah, Dinasti Fatimiyyah, dan seterusnya.
Semua peristiwa baik yang menyangkut pemikiran, politik, ekonomi, teknologi,
dan seni dalam sejarah Islam disebut sebagai kebudayaan.Jadi, kebudayaan ini
adalah hasil karya, rasa, dan cipta orang-orang Muslim.Kata Islam pada sejarah
kebudayaan Islam bukan sekadar menunjukkan bahwa kebudayaan itu dihasilkan oleh
orang-orang Muslim melainkan sebagai rujukan sumber nilai.Islam menjadi nilai
kebudayaan itu.Ini juga berarti bahwa kebudayaan Islam adalah hasil karya,
cipta dan rasa manusia yang menafsirkan agamanya dari waktu ke waktu. Oleh
karena itu sejarah kebudayaan Islam sama dengan sejarah kebudayaan lain pada
umumnya yaitu bersifat dinamis. Perbedaannya terletak pada sumber nilainya.
Hanafi
juga menegaskan bahwa konsekuensi dari pemahaman etimologis tersebut adalah
bahwa sejarah sebagai sebuah peristiwa dianalogikan dan diperlakukan seperti
pohon yang bisa dirawat; dipelihara, dan dipelajari.Untuk memahami pohon dengan
baik, seseorang harus mengetahui batang-tubuh atau anatominya. Disiplin yang
dipakai untuk mempelajarinya dikenal dengan nama Biologi. Oleh karena itu,
seseorang yang ingin mempelajari peristiwa, kejadian, atau peninggalan
berharga, yang sering kali cukup disebut dengan sejarah, harus mempelajari
anatominya.Untuk memahami anatomi sejarah, sebagai peristiwa, kejadian, dan
peninggalan penting, dibutuhkan disiplin. Adapun sejarah sebagai sebuah
disiplin ilmu memiliki sejumlah karakteristik sekaligus komponen utama sejarah,
yaitu: pertama, memiliki objek
material (yaitu pengetahuan atau informasi factual mengenai peristiwa dan
kejadian penting dalam kurun waktu tertentu); kedua, memiliki objek formal (yaitu cara pendekatan dan metode yang
dipakai atas objek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau
mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan, dalam proses penelitian
sejarah diawali dengan heuristik); ketiga,
sistematis (yaitu sejarah sebagai kisah ditulis secara sistematis); keempat, teoretis (yaitu sejarah sebagai
ilmu juga memiliki teori, yaitu teori sejarah, sekaligus penulisan sejarah
menggunakan pendekatan multidimensional); dan kelima, filosofis (maknanya perspektif filsafat digunakan untuk
mencapai dan mengukur objektifitas dan kebenaran sejarah).
Selain
itu, sebagai sebuah peristiwa berharga, sejarah memiliki beberapa komponen
dasar. Komponen-komponen itu meliputi:
1. Kejadian.
Sejarah merupakan kejadian-kejadian penting yang pernah ada. Kejadian ini
bersifat luar biasa karena itu ia menyita pikiran orang untuk sibuk mengingat
merenungkan, dan penyampaiannya kepada orang lain. Kejadian-kejadian bersejarah
ini berupa perjuangan mewujudkan gagasan-gagasan yang mulia mempertahankan
nilai dan keutuhan kelompok, melawan penguasa yang tiran.
2. Manusia.
Sejarah tidak bisa dipisahkan dari manusia baik sebagai individu atau kelompok.
Mereka adalah actor sekaligus ikon kejadian-kejadian penting tersebut. Karena
itu juga banyak biografi orang-orang sukses yang membawa perubahan yang
berpengaruh baik pada masanya atau masa sesudahnya. Akan tetapi, keberadaan
actor atau tokoh sejarah tidak bisa dipahami dan dipelajari terpisah dari
masyarakat tempat mereka tumbuh dan berkembang.
3. Latar
Belakang (Konteks). Ruang dan waktu merupakan komponen yang esensial dalam
sejarah. Keduanya berfungsi sebagai konteks yang menyertai dan memungkinkan
suatu peristiwa terjadi. Karena begitu pentingnya kedua komponen ini dalam
sejarah, nama dari ilmu yang mempelajarinya dalam bahasa Arab disebut tarik, yang dari segi etimologi berarti
tanggal atau waktu kejadian. Karena alasan ini pula, sejarah identic dengan
peristiwa kronologis. Artinya, satu peristiwa penting terjadi setelah peristiwa
lainnya dan dari urutan kejadian ini bisa diketahui sebab dan akibatnya. Pada
gilirannya pola sebab dan akibat inilah ditarik hokum-hukum sejarah.
4. Sarat
Makna. Sejarah berisi catatan suatu masa yang ditemukan dan dipandang bermakna
oleh generasi dari zaman berikutnya. Masa kini bisa dipahami dari peristiwa
masa lampau bahkan masa yang akan datang bisa diprediksi dengan bekal kemampuan
mengetahui hokum sejarah masa lampau. Jadi, sejarah bukanlah sekadar cerita
besar masa lampau yang tanpa punya arti untuk masa kini dan mendatang.
Pengetahuan sejarah menjadi modal untuk membangun peradaban yang lebih baik
dari sebelumnya.
Empat
unsur inilah yang menjadi komponen penting dari sejarah sebagai sebuah peristiwa
masa lampau yang berarti.Karena besarnya arti dan maknanya ini, sejarah menjadi
mata pelajaran penting untuk diajarkan di semua jenjang pendidikan.Meskipun
demikian, sejarah harus diajarkan secara gradual, bertahap sesuai dengan
tahapan perkembangan siswa sebagai pembelajar.Tahapan kesulitan materi itu
disesuaikan dengan tingkat kecerdasan intelegensi, emosional, dan sosial
sehingga tujuan pembelajaran sejarah bisa terpenuhi.
Sementara
itu, menurut Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah, Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI) dimaknai sebagai perkembangan perjalanan hidup manusia
Muslim dari masa ke masa dalam usaha bersyariah (beribadah dan bermuamalah) dan
berakhlak serta dalam mengembangkan system kehidupannya yang dilandasi oleh
akidah. Lebih dari itu, sejarah kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah
merupakan salah satu mata pelajaran PAI yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan,
peranan kebudayaan atau peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam
sejarah Islam pada masa lampau, mulai dari sejarah masyarakat Arab pra-Islam,
sejarah kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, sampai dengan masa
Khulafaurrasyidin. Secara substansial, mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam
memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati sejarah kebudayaan Islam, yang mengandung
nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk
sikap, watak, dan kepribadian peserta didik.
Dan,
sejarah kebudayaan Islam atau SKI yang dimamksud dalam pembahasan ini merujuk
kepada pengertian yang diungkapkan oleh Permenag RI No. 2 Tahun 2008 yakni
perkembangan perjalanan hidup manusia Muslim dari masa ke masa dalam usaha
bersyariah (beribadah dan bermuamalah) dan berakhlak serta dalam mengembangkan
system kehidupannya yang dilandasi oleh akidah, terkhusus mengkaji tentang
asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan atau peradaban Islam dan para tokoh
yang berprestasi dalam sejarah Islam pada masa lampau, mulai dari sejarahn
masyarakat Arab pra-Islam, sejarah kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW,
sampai dengan masa Khulafaurrasyidin. Dalam makna yang lebih luas, SKI disini,
pada beberapa segmen, bisa dimaknai sebagai bagian dari bidang kajian mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah dasar dan (hampir pada semua
bagian) bisa pula dipahami sebagai salah satu mata pelajaran rumpun Pendidikan
Agama Islam di Madrasah Ibtidaiyah.
Meskipun
demikian, esensi dan makna sejarah sebagai ‘sebuah peristiwa masa lampau yang
berarti’ tetap menjadi hal yang penting dan sebagai pertimbangan.Karena
besarnya arti dan makna sejarah ini berimplikasi pada banyak aspek dalam
pendidikan, baik pada bahan ajar, strategi pembelajaran, maupun hubungan
guru-siswa. Dalam bahan ajar misalnya, perlunya dikembangkan bahan ajar yang
berbeda (selain buku teks konvensional) misalnya narasi, gambar, dan peta,
dokumen dan benda bersejarah, dan lain sebagainya; sedangkan pada strategi
pembelajaran diantaranya, pembelajaran sejarah harus diajarkan secara gradual,
bertahap sesuai dengan tahapan perkembangan siswa sebagai pembelajar; lalu
pembelajaran sejarah harus dipahami dan dimaknai secara luas yang meliputi
proses keterlibatan (engagement) totalitas
diri siswa dan kehidupannya atau lingkungannya (learning environment), terkendali (conditioned) kearah penyempurnaan, pembudayaan, dan pemberdayaan
melalui proses learning to kno, learning
to believe, learning to do, learning to be, dan learning to live together (belajar mengetahui, mempercayai,
melakukan, menjadi, dan hidup bersama).[1]
Pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginpirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoritis tertentu. Dilihat
dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student
centered approach) dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada guru (teacher centered approach).[2]
1. Pendekatan Pembelajaran Berorientasi pada Guru (teacher centered approaches).
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru yaitu pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar dan kegiatan belajar yang bersifat klasik atau konvensional. Dalam pendekatan ini guru menempatkan diri sebagai
orang yang serba bisa dan sebagai satu-satunya sumber belajar.
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru memiliki ciri bahwa pengelolaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru. Peran siswa pada pendekatan ini hanya melakukan aktivitas sesuai dengan petunjuk guru. Siswa hampir tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktifitas sesuai dengan minat dan keinginannya.
Selanjutnya pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Pada startegi ini peran
guru sangat menentukan baik dalam pilihan materi pelajaran maupun penentuan proses pembelajaran.
2. PendekatanPembelajaranBerorientasipadaSiswa
(student centered approaches).
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswaa dalah pendekatan pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek belajar dan kegiatan belajar bersifat modern. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa,
manajemen, dan pengelolaannya ditentukan oleh siswa. Pada pendekatan ini siswa memiliki kesempatan yang terbuka untuk melakukan kreatifitas dan mengembangkan potensinya melalui aktifitas secara langsung sesuai dengan minat dan keinginannya.
Pendekatan ini, selanjutnya menurunkan strategi pembelajaran discovery
dan inquiry
serta strategi pembelajaranin duktif, yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada strategi ini peran
guru lebih menempatkan diri sebagai fasilitator, pembimbing sehingga kegiatan belajar siswa menjadi lebih terarah.[3]
B. Tujuan Pendekatan Pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam
1. untuk meningkatkan kemampuan
berpikir siswa
2. untuk membentuk kemampuan siswa
dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.
3. terciptanya kondisi pembelajaran
dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
4. untuk mengembangkan karakter siswa
5. untuk melatih siswa dalam
mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.
C. Fungsi
Pendekatan Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
Fungsi pendekatan bagi pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam :
1. Sebagai pedoman umum dalam menyusun
langkah-langkah metode pembelajaran yang akan digunakan.
2. Memberikan garis-garis rujukan untuk
perancangan pembelajaran.
3. Menilai hasil-hasil pembelajaran
yang telah dicapai.
4. Mendiaknosis masalah-masalah belajar
yang timbul, dan
5. Menilai hasil penelitian dan
pengembangan yang telah dilaksanakan.[4]
D. Berbagai
Pendekatan Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
Belajar
dapat dilakukan disembarang tempat, kondiisi, dan waktu. Cepatnya informasi
lewat radio, televisi, film, wisatawan, surat, kabar, majalah, dapat
mempermudah belajar. Meskipun informasi dengan mudah dapat diperoleh, tidak
dengan sendirinya seseorang terdorong untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman,
dan keterampilan darri padanya. Guru profesional memerlukan pengetahuan dan
keterampilan pendekatan pembelajaran agar mampu mengelola berbagai pesan
sehingga siswa berkebiasaan belajar sepanjang hayat.
Dalam
kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi yang
bertujuan. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya
dengan menciptakan lingkungan yang bernilain edukatif dan kepentingan anak
didik dalam belajar .
Dalam
mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana,
bukan semabarang yang bisa merugikan anak didik. Pandangan guru terhadap anak
didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai
pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan mempengaruhi
pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran. Ada beberapa pendekatan yang
diajukan dalam pembicaraan ini dengan harapan dapat membantu guru dalam
memecahkan berbagai masalah dalam kegiatan belajar mengajar :
1.
Pendekatan
individual
Pendekatan individual mempunyai arti
yang sangat penting bagi kepentingan pengajar. Pengelolaan kelas sangat
memerlukan pendekatan individual ini. Pemilihan metode tidak bisa begitu saja
mengabaikan kegunaan pendekatan individual, sehingga guru dalam melaksanakan
tugasnya selalu saja melakukan pendekatan individual terhadap anak didik
dikelas. Persoalan kesulitan belajar anak lebih mudah dipecahkan dengan
menggunakan pendekatan individual, walaupun suatu saat pendekatan kelompok
diperlukan.
2.
Pendekatan kelompok
Pendekatan
kelompok memang suatu waktu diperlukan dan perlu digunakan untuk membina dan
mengembangkan sikap sosial anak didik. Hal ini disadari bahwa anak didik adalah
sejenis makhluk homo socius, yakni makhluk yang berkecendrungan untuk hidup bersama.
Dengan
pendekatan kelompok, diharapkan dapat tumbuh kembangrasa sosial yang tinggi
pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois yang
ada dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan
sosial dikelas.
Dalam
pengelolaan kelas, terutama yang berhubungan dengan penempatan anak didik,
pendekatan kelompok sangat diperlukan perbedaan individual anak didik pada
aspek biologis, intelektual, dan psikologis dijadikan sebagai pijakan dalam
melakukan pendekatan kelompok. Beberapa pengarang mengatakan, keakraban atau
kesatuan kelompok ditentukan oleh tarikan-tarikan interpersonal, atau saling
menyukai satu sama lain. Yang mempunyai kecenderungan menanamkan keakraban
sebagai tarikan kelompok adalah merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan
kelompok bersatu.
Keakraban
kelompok ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Perasaan
diterima atau disukai teman-teman
2. Tarikan
kelompok
3. Teknik
pengelompokkan oleh guru
4. Partisipasi/keterlibatan
dalam kelompok
5. Penerimaan
tujuan kelompok dan persetujuan dalam cara mencapainnya
6. Struktur
dan sifat-sifat kelompok.
3. Pendekatan
bervariasi
Dalam
belajar, anak didik mempunyai motivasi yang berbeda. Pada satu sisi anak didik
memiliki motivasi yang rendah, tetapi pada saat lain anak didik mempunyai
motivasi yang tinggi. Dalam
mengajar, guru yang hanya menggunkan satu metode biasanya sukar menciptakan
suasana kelas yang kondusif dalam waktu relatiflama.
Permasalahan
yang dihadapi oleh setiap anak didik biasanya bervariasi, maka pendekatan yang
digunakan pun akan lebih tepat dengan pendekatan bervariasi pula. Misalnya,
anak didik yang tidak disiplin dan anak didik yang suka berbicara akan berbeda
pemecahannnya dan menghendaki pendektan yang berbeda-beda pula.
Pendekatan
bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap
anak didik dalam belajar bermacam-macam. Kasus yang biasanya muncul dalam
pengajaran dengan berbagai motif, sehingga diperlukan variasi teknik pemecahan
untuk setiap kasus. Maka kiranya pendekatan bervariasi ini sebagai alat yang
dapat guru gunakan untuk kepentingan pengajaran.[5]
4. Pendekatan
edukatif
Apapun
yang guru lakukn dalam pendidikan dan pengajaran dengan tujuan untuk mendidik,
bukan karena motif-motif lain, seperti dendam, gensi, ingin ditakuti, dan
sebagainya.
Anak
didik yang telah melakukan kesalahan, yakni membuat keributan dikelas ketika
guru sedang memberikan pelajaran, misalnya, tidak tepat di berikan sanksi hukum
dengan cara memukul badanya hingga luka atau cidera. Ini adalah tindakan sanksi
hukum yang tidak bernilai pendidikan. Guru telah melakukan tindakan yang salah.
Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan
kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan
kepribadian anak didik. Pendekatan yang benar bagi guru adalah dengan melakukan
pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru lakukan
harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar
menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, norma sosial dan norma
agama. Berbagai kasus yang terjadi, selain ada yang dapat didekati dengan
pendekatan individual, ada juga yang dapat didekati dengan pendekatan kelompok,
dan ada pula yang dapat didekati dengan pendekatan bervariasi. Namun yang penting
untuk diingat adalah bahwa pendekatan individual harus berdampingan dengan
pendekatan edukatif, pendekatan kelompok harus berdampingan dengan pendekatan
edukatif, dan pendekatan bervariasi harus berdampingan dengan pendekatan
edukatif. Dengan demikian, pendekatan yang dilakukan guru harus bernilai
edukatif, dengan tujuan untuk mendidik. Tindakan guru karena dendam, marah,
kesal, benci, dan sejenisnya bukanlah termasuk perbuatan mendidik, karena apa
yang guru lakukan itu menurutkan kata hati atau untuk memuaskan hati.
Berdasarkan
kurikulum atau garis-garis besar program pengajaran (GBPP) pendidikan agama islam SLTP tahun 1994
disebutkan tiga macam pendekatan untuk pendidikan agama islam yaitu, pendekatan
pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan emosional. Ketiga pendekatan
tersebut di jelaskan sebagai berikut:
a. Pendekatan
pengalaman
Pengalaman adalah guru
yang terbaik. Pengalaman adalah guru bisu yang tidak pernah marah. Untuk
pendidikan agama islam, pendekatan pengalaman yaitu suatu pendekatan yang memberikan
pengalaman keagamaan kepada siswa dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan.
Dengan pendekatan ini siswa diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman
keagamaan, baik secara individual maupun kelompok.
b. Pendekatan
pembiasaan
Pembiasaan adalah alat
pendidikan. Bagi anak yang masih kecil, pembiasaan ini sangat penting. Karena
dengan pembiasaan itulah akhirnya suatu aktivitas akan menjadi milik anak di
kemudian hari. Pembiasaan yang baik akan membentuk suatu sosok manusia yang
berkepribadian yang baik pula. Sebaliknya, pembiasaan yang buruk akan membentuk
sosok manusia yang berkepribadian yang buruk pula. Menanamkan kebiasaan yang
baik memang tidak mudah dan kadang-kadang makan wktu yang lama. Tetapi sesuatu
yang sudah menjadi kebiasaan sukar pula untuk mengubahnya. Maka tanamkanlah
kebiasaan-kebiasaan yang baik seperti ikhlas, melakukan puasa, gemar tolong
menolong orang yang sukaran, suka membantu fakir dan miskin, gemar melakukan
shalat lima waktu, aktif berpartisipasi dan kegiatan yang baik-baik.
c. Pendekatan
emosional
Pendekatan emosionall
adalah suatu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi siswa dalam meyakini,
memahami, dan menghayati ajaran agamanya. Dengan pendekatan ini diusahkan
selalu mengembangkan perasaan keagamaan siswa agar bertambah kuat keyakinannya
akan kebesaran allat swt. Dan kebenaran ajaran agamanya. Untuk mendukung
tercapai tujuan dari pendekatan emosional ini, metode mengajar yang perlu
dipertimbangkan antara lain adalah metode ceramah, bercerita, dan sosiodrama.[6]
E. Memilih Pendekatan Yang Tepat Untuk Pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam
Menurut
pedoman implementasi Kurikulum 2013, yakni Permendikbud RI No. 81a Tahun 2013
disebutkan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam Kurikulum 2013
ditekankan pada penggunaan pendekatan saintifik atau dalam istilah yang lain
disebut inquiry. Dalam Permendikbud
RI No. 65 Tahun 2013 yang mengatur tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah juga ditegaskan bahwa sesuai dengan
Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran (Sejarah Kebudayaan Islam)
mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi ini
memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melaui
aktifitas” menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”.
Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas” mengingat, memahami, menerapkan,
menganalisis, mengevaluasi, mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas”
mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Karakteristik
kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta memengaruhi
karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik
antarmata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan
pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning).Untuk mendorong kemampuan siswa dalam
menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok, maka sangat
disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis
pemecahan masalah (project based
learning).
Jadi
dari kebijakan tersebut dapat diketahui bahwa proses pembelajaran sejarah
kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah atau sekolah dasar diarahkan dan
ditekankan untuk menggunakan pendekatan saintifik. Sementara itu, pendekatan
tematik-terpadu sebagaimana dijelaskan dalam Permendikbud RI No. 67 Tahun 2013
tidak digunakan untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
Hal ini tentunya juga berlaku dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
yang merupakan rumpun pendidikan Agama Islam di Madrasah Ibtidaiyah.
Apakah
yang disebut dengan pendekatan pembelajaran? Dijelaskan oleh Ridwan Abdullah
Sani, pendekatan pembelajaran adalah sekumpulan asumsi yang saling berhubungan
dan terkait dengan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran mengacu pada sebuah
teori belajar yang digunakan sebagai prinsip dalam proses belajar-mengajar.
Sebuah pendekatan pembelajaran memaparkan bagaimana orang memperoleh
pengetahuan dalam pelajaran tertentu. Pendekatan pembelajaran merupakan sudut
pandang guru terhadap proses pembelajaran secara umum berdasarkan teori
tertentu, yang mendasari pemilihan strategi dan metode pembelajaran. Sebagai
contoh, dikenal pendekatan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered) dimana guru bertindak
sebagai sumber belajar bagi siswa dan dikenal juga pendekatan pembelajaran
berpusat pada siswa (student centered). Pendekatan
adalah konsep dasar yang melingkupi pemilihan metode pembelajaran berdasarkan
sebuah teori tertentu.Sebuah pendekatan dapat dijabarkan dalam berbagai metode.
Adapun
maksud dari pendekatan scientific dalam
pembelajaran SKI secara praktisnya yaitu diwujudkan dalam skenario bahwa
informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada
informasi searah dari guru.Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang
diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong siswa dalam mencari tahu dan
berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Ditambahkan Abdul Majid, bahwa
pendekatan pembelajaran imliah menekankan pada pentingnya kolaborasi dan
kerjasama diantara siswa dalam menyelesaikan setiap permasalahan dalam
pembelajaran. Oleh karena itu, guru mata pelajaran SKI sedapat mungkin
menciptakan pembelajaran selain dengan tetap mengacu pada standar proses dimana
pembelajarannya diciptakan suasana yang memuat Eksplorasi, Elaborasi, dan
Konfirmasi (EEK), juga dengan mengedepankan kondisi siswa yang berperilaku
ilmiah dengan bersama-sama diajak mengamati, menanya, menalar, merumuskan,
menyimpulkan, dan mengkomunikasikan, sehingga siswa akan dapat dengan benar
menguasai materi yang dipelajari dengan baik.
Sementara
itu, merunut pada ketentuan Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, yang tertuang dalam Permendikbud RI
No. 65 Tahun 2013, ada sejumlah prinsip yang harus menjadi acuan dalam proses
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam Kurikulum 2013, yaitu sebagai
berikut :
Dari
siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu :
1. Dari
siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu
2. Dari
guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber
belajar
3. Dari
pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan
ilmiah
4. Dari
pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi
5. Dari
pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu
6. Dari
pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban
yang kebenarannya multidimensi
7. Dari
pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif, peningkatan dan
keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills)
dan keterampilan mental (softskills)
8. Pembelajaran
yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan siswa sebagai pembelajar
sepanjang hayat
9. Pembelajaran
yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarsosung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreatifitas siswa dalam
proses pembelajaran (tut wuri handayani);
10. Pembelajaran
berlangsung di rumah, disekolah, dan di masyarakat
11. Pembelajaran
yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa,
dan dimana saja adalah kelas
12. Pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran, dan
13. Pengakuan
atas perbedaan individual dan latar belakang budaya siswa.
Dari
prinsip-prinsip tersebut terlihat jelas bahwa paradigm pembelajaran dalam
Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan learner
centered (berpusat pada siswa). Implikasi pada paradigma (pendekatan) ini
terkait dengan konteks pembelajaran yakni guru lebih banyak memerhatikan
keadaan dan kebutuhan siswa daripada untuk memikirkan materi yang
diajarkan.Pemilihan strategi pembelajaran lebih diutamakan dari materi ajar
karena pengalaman belajar siswa dianggap lebih penting daripada ketersampaian
materi. Untuk lebih jelasnya, Hanafi mengungkapkan bahwa implikasi-implikasi
pendekatan pembelajaran learner centered yaitu
sebagai berikut :
1. Orientasi
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam bukan sekadar pada hasilnya. Pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam dipusatkan pada proses mental. Disamping kebenaran
siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada
jawaban itu.
2. Pembimbingan
siswa dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dapat dilaksanakan dengan
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menampilkan perannya
dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Didalam kelas, penyajian pengetahuan jadi (ready
made) tidak mendapat penekanan,
melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi
spontan dengan lingkungannya.
3. Pemakluman
akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan diperlukan
dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melalui urutan
perkembangan yang sama. Namun, pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang
berbeda.
4. Implikasi
teori Vigotsky terhadap pembimbingan (scaffolding)
siswa dalam belajar Sejarah Kebudayaan Islam adalah bahwa tugas guru adalah
menyediakan dan mengatur lingkungan belajar bagi siswa dan megatur tugas-tugas
yang harus dikerjakan, serta memberikan dukungan yang dinamis, sehingga setiap
siswa berkembang secara maksial dalam zona perkembangan proksimal
masing-masing.
5. Pembelajaran
tidak akan berjalan dengan baik, jika siswa tidak diberi kesempatan
menyelesaikan masalah dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya.
6. Pada
akhir proses pembelajaran, siswa memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda
sesuai dengan kemampuannya. Hal ini dikarenakan oleh perbedaan-perbedaan yang
tidak bisa dilepaskan dari kehidupan siswa baik itu yang menyangkut pikiran
atau tindakan.
7. Untuk
memutuskan (menilai) keputusannya, siswa harus bekerja sama dengan siwa yang
lain. Siswa bisa belajar bekerja sama dengan yang lainnya untuk menyelasaikan
tugas terstruktur atau tidak.
8. Guru
harus mengakui bahwa siswa membentuk dan menstruktur pengetahuaannya
berdasarkan modalitas belajar yang dimilikinya. Siswa tidak dianggap sebagai
tabula rasa melainkan individu yang dengan pengetahuan yang diperolehnya lewat
pengalaman.
Dengan
demikian semakin jelas bahwa arah proses pembelajaran SKI di Madrasah
Ibtidaiyah dalam Kurikulum 2013 menekankan pada pendekatan saintifik dan dipadu
dengan pendekatan learner centered (berpusat
kepada siswa). Ditambah lagi, terutama untuk pembelajaran di level Sekolah
Dasar / Madrasah Ibtidaiyah, yang secara psikologis masih pada tahap
perkembangan operasional konkret dan cara berfikir yang holistic, maka
pendekatan konstruktivistik menjadi pendekatan penting yang harus digunakan.
Ridwan Abdullah Sani menjelaskan bahwa
pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning atau CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru
mengaitkan konten pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa
membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan/atau tenaga kerja. Pendekatan CTL
merupakan reaksi terhadap teori belajar behaviorisme. Pendekatan CTL menganggap
bahwa belajar merupakan proses yang kompleks dan multitahap dan terjadi tanpa
prinsip stimulus-respons. Pembelajaran berbasis pendekatan CTL disusun untuk
memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yaitu, mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating), dan mentransfer (transferring).[7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam mengajar, pendidik harus pandai menggunakan pendekatan secara
aktif dan bijaksana. Pandangan guru terhadap anak didik akan menentukan sikap
dan perbuatan. Setiap pendidik tidak selalu memiliki suatu pandangan yang sama
dalam hal mendidik anak didik. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang
pendidik ambil dalam pengajaran.
Pendidik yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda dengan
anak didik lainnya, akan berbeda dengan pendidik yang memandang anak didik
sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam segala hal. Maka adalah
penting untuk meluruskan pandangan yang keliru dalam menilai anak didik. Untuk
itu pendidik perlu menyadari dan memaklumi bahwasanya anak didik itu merupakan
individu dengan segala perbedaannya sehingga diperlukan beberapa pendekatan
dalam proses belajar mengajar. Terutama dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Prastowo Andi,
Pembelajaran Konstruktivistik - Scientific
untuk Pendidikan Agama di Sekolah/Madrasah, PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2015.
Subur, Pembelajaran Nilai Moral
Berbasis Kisah,
Kali Media : Yogyakarta, 2015.
Rusman, Kurniawan Deni,
dkk, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, PT. Raja Grafindo
: Jakarta,
2012.
Sastrawijaya Tresna,
Pengembangan Program Pengajaran, PT. Rinaka cipta, Jakarta : 1991.
Dimyati Dan Mudijiono, Belajar Dan Pembelajaran, PT. Asli Mahasatya : Jakarta, 2006.
Djamarah Syaiful
Bahri Dan Aswan, Strategi
Belajar Mengajar, PT.
Asdi Mahasatya : Jakarta:
2010
Zayadi Ahmad
Zayadi dan Majid Abdul,
Tadzkirah Pembelajaran Agama Islam (PAI), PT.
Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2005.
[1]Andi Prastowo, Pembelajaran Konstruktivistik - Scientific untuk Pendidikan Agama
di Sekolah/Madrasah, (PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2015), cet.
ke-1, hal. 381-384
[2]
Subur, Pembelajaran Nilai
Moral
Berbasis Kisah,
(Kali Media : Yogyakarta, 2015), cet.ke-1,
hal. 15
[3] Rusman, Deni Kurniawan, dkk, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, (PT. Raja Grafindo : Jakarta, 2012), cet. ke-2, hal.
46.
[4] Tresna sastrawijaya, Pengembangan Program Pengajaran., (PT.
Rinaka cipta, Jakarta : 1991)., hal. 14
[5]
Dimyati Dan Mudijiono, Belajar Dan Pembelajaran,
(PT. Asli Mahasatya : Jakarta, 2006), Hlm.185-187
[6]
Syaiful Bahri Djamarah Dan
Aswan, Strategi Belajar
Mengajar, (PT.
Asdi Mahasatya : Jakarta:
2010), hal.57
[7]
Ahmad Zayadi dan Abdul
Majid, Tadzkirah Pembelajaran Agama Islam (PAI),
(PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta, 2005)., hal. 13-18
Pendekatan Pembelajaran SKI
Reviewed by asarisolid
on
2:28 PM
Rating:
No comments: