BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Sebagaimana kita ketahui bahwa
sumber utama pendidikan Islam adalah kitab suci Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah
ShalallahuAlaihiWassalam. Serta pendapat para sahabat dan ulama atau ilmuan muslim sebagai tambahan.
Pendidikan Islam sebagai sebauah disiplim ilmu harus membuka mata bahwa keadaan
pendidikan yang terjadi saat ini jauh dari apa yang kita harapkan. Kita
mengaharapkan bahwa pendidikan Islam memberikan kontribusi terhadap pendidikan
yang terdapat di Indonesia, namun hal tersebut belum terealisaikan dengan
maksimal. Salah satu faktor yang menjadi penyebab hal tersebut adalah tidak
diterpakanny sebuah prinsip sebagai dasar dalam pendidikan.
Seringkali sebuah prinsip hanya
dijadikan sebagai sebuah formalitas saja. Prinsip tidak dijadikan sebagai dasar
atau pondasi bagai pencapaian sebuah tujuan. Padahal dalam pencapaian tujuan
yang digarapkan dalam pendidikan Islam, keberadaan prinsip-prinsip sangatlah
penting dan urgent. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan mencoba
sedikit memaparkan tentanng bagaimana sebuah prisnip-prinsip pendidikan islam
sebagai displin ilmu dan bagaiman kontribusinya.
Dalam prespektif pendidikan Islam,
tujuan hidup seorang muslim pada hakekatnya adalah mengabdi kepada Allah.
Pengabdian kepada Allah sebagai realisasi dari keimanan yang diwujudkan dalam
amal, tidak lain untuk mencapai derajat yang bertaqwa disisinya. Beriman dan
beramal soleh merupakan dua aspek kepribadian yang dicita-citakan dalam
pendidikan Islam. Sedangkan tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insan
yang memiliki dimensi religious dan berkemampuan ilmiah.
Untuk mengaktualisasikan tujuan
tersebut seorang pendidik bertanggungjawab mengantarkan peserta didik kearah
tujuan tersebut, yaitu dengan menjadikan sifat-sifat Allah menjadi sebagian
karakteristik kepribadiannya. Untuk itu, keberadaan pendidik dalam dunia
pendidikan sangat krusial. Oleh karena itu agar menjadi pendidik yang
profesional dan berakhlak diperlukannya Ilmu Pendidikan Islam.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
sajakah prinsip-prinsip pendidikan islam?
2.
Apa
sumber dari pendidikan islam?
3.
Apa
tujuan pendidikan islam?
4.
Apa
sajakah dasar-dasar pendidikan islam?
1.3
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk
memahami prinsip-prinsip pendidikan islam.
2.
Mengatahui
sumber dari pendidikan islam.
3.
Mengetahui
tujuan pendidikan islam.
4.
Mengetahui
dasar-dasar pendidikan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1
PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM
1.
PENGERTIAN PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM
Prinsip
berasal dari kata principle yang bermakna asal, dasar, prinsip sebagai dasar
pandangan dan keyakinan, pendirian seperti berpendirian, mempunyai dasar atau
prinsip yang kuat. Adapun dasar dapat diartikan asas, pokok atau pangkal
(sesuatu pendapat aturan dan sebagainya).[1]
Dengan
demikian prinsip dasar pendidikan Islam bermakna pandangan yang mendasar
terhadap sesuatu yang menjadi sumber pokok sehingga menjadi konsep, nilai dan
asas bangunan pendidikan Islam. Achmadi, menyatakan bahwa maksud dasar
pendidikan ialah pandangan yang mendasari seluruh aktivitas pendidikan baik
dalam rangka penyusunan teori, perencanaan maupun pelaksanaannya pendidikan.
Karena kita berbicara pendidikan Islam, maka pandangan hidup yang mendasari
seluruh kegiatan pendidikan ialah pandangan hidup Islami atau pandangan hidup
muslim yang pada hakekatnya merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat
transenden, universal, dan eternal. Dengan nilai-nilai itulah kedudukan
pendidikan Islam baik secara normatif maupun konsepsional berbeda dengan ilmu
pendidikan lainnya.
2.
MACAM-MACAM PRINSIP PENDIDIKAN
ISLAM
Pandangan Islam yang bersifat
filosofi terhadap alam jagat, manusia, masyarakat, pengetahuan, dan akhlak,
secra jelas tercermin dalam prinsip-prinsip pendidikan Islam. Dalam
pembelajaran, pendidik merupakan fasilitator. Ia harus mampu memberdayagunakan
beraneka ragam sumber belajar. Dalam memimpin proses pembelajaran, pendidik
perlu perlu memperhatikan prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam dan senantiasa
mempedomaninya, bahkan sejauh mungkin merealisasikannya bersama-sama dengan
peserta didik. Adapun yang menjadi prinsip-prinsip pendidikan Islam adalah
sebagai berikut:
1. Prinsip Integral dan Seimbang
a. Prinsip Integral
Pendidikan Islam tidak mengenal
adanya pemisahan antara sains dan agama. Keduanya harus terintegrasi secara
harmonis. Dalam ajaran Islam, Allah adalah pencipta alam semesta termasuk
manusia. Allah pula yang menurunkan hukum-hukum untuk mengelola dan
melestarikannya. Hukum-hukum mengenai alam fisik disebut sunatullah, sedangkan
pedoman hidup dan hukum-hukum untuk kehidupan manusia telah ditentukan pula
dalam ajaran agama yang disebut dinullah yang mencakup akidah dan syariah. Dalam
ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan, Allah memerintahkan agar mansuia
untuk membaca yaitu dalam QS Al-‘Alaq ayat-1-5.[2]
Dan ditempat lain ditemukan ayat
yang menafsirkan perintah membaca tersebut, seperti dalam Firman Allah QS
Al-Ankabut: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al
Quran) (QS. Al-Ankabut : 45) Di sini, Allah memberikan penjelasan bahwa
Al-Qur’an yang harus dibaca. Ia merupakan ayat yang diturunkan Allah (ayat
tanziliyah, qur’aniyah) Selain itu, Allah memerintahkan agar manusia membaca
ayat Allah yang berwujud fenomena-fenomena alam (ayat kauniyah, sunatullah),
anatara lain, “Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada dilangit dan dibumi”(QS.
Yunus : 101).[3]
Dari ayat-ayat di atas dapat
dipahami bahwa Allah memerintahkan agar manusia membaca Al-Qur’an (ayat-ayat
quraniyah) dan fenomena alam (ayat kauniyah) tanpa memberikan tekanan terhadap
slah satu jenis ayat yang dimaksud. Hal itu berarti bahwa pendidikan Islam
harus dilaksanakan secara terpadu (integral)[4]
b.
Prinsip
Seimbang
Pendidikan
Islam selalu memperhatikan keseimbangan di antara berbagai aspek yang meliputi
keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara ilmu dan amal, urusan hubungan
dengan Allah dan sesama manusia, hak dan kewajiban. Keseimbangan antara urusan
dunia dan akhirat dalam ajaran Islam harus menjadi perhatian. Rasul diutus
Allah untuk mengajar dan mendidik manusia agar mereka dapat meraih kebahagiaan
kedua alam itu. implikasinya pendidikan harus senantiasa diarahkan untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. hal ini senada dengan FirmanAllah SWT: “dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi”
(Al-Qashas : 77). Dalam dunia pendidikan, khususunya dalam pembelajaran,
pendidik harus memperhatikan keseimbangan dengan menggunakan pendekatan yang
relevan. selain mentrasfer ilmu pengetahuan, pendidik perlu mengkondisikan
secara bijak dan profesional agar peserta didik dapat mengaplikasikan ilmu yang
telah didapat di dalam maupun di luar kelas.[5]
2. Prinsip Bagian dari Proses Rububiyah
Al-Qur’an menggambarkan bahwa Allah
adalah Al-Khaliq, dan Rabb Al-Amin (pemelihara semesta alam). Dalam proses
penciptaan alam semesta termasuk manusia. Allah menampakan proses yang
memperlihatkan konsistensi dan keteraturan. Hal demikian kemudian dikenal
sebagai aturan-aturan yang diterpakan Allah atau disebut Sunnatullah. Sebagaiman
Al-Kailani yang dikutip oleh Bukhari Umar dalam bukunya menjelaskan, bahwa
peranan manusia dalam pendidikan secara teologis dimungkinkan karena posisinya
sebagai makhluk, ciptaan Allah, yang paling sempurna dan dijadikan sebagai
khalifatullah fi al-ardh. Sebagai khalifah, manusia juga mengemban fungsi
rubbubiyah Allah terhadap alam semesta termasuk diri manusia sendiri. Dengan
perimbangan tersebut dapat dikatakan bahwa karakter hakiki pendidikan Isam pada
intinya terletak pada fungsi rubbubiyah Allah secara praktis dikuasakan atau
diwakilkan kepada manusia. Dengakn kata lain, pendidikan Islam tidak lain
adalah keseluruhan proses dan fungsi rubbubiyah Allah terhadap manusia, sejak
dari proses penciptaan samspai dewasa dan sempurna.[6]
3. Prinsip Membentuk Manusia yang
Seutuhnya
Manusia yang menjadi objek
pendidikan Islam ialah manusia yang telah tergambar dan terangkum dalam
Al-Qur’an dan hadist. Potret manusia dalam pendidikan sekuler diserahkan pada
orang-orang tertentu dalam masyarakat atau pada seorang individu karena
kekuasaanya, yang berarti diserahkan kepada angan-angan seseorang atau
sekelompok orang semata. Pendidikan Islam dalam hal ini merupakan usaha untuk
mengubah kesempurnaan potensi yang dimiliki oleh peserta didik menjadi
kesempurnaan aktual, melalui setiap tahapan hidupnya. Dengan demikian fungsi
pendidikan Islam adalah menjaga keutuhan unsur-unsur individual peserta didik
dan mengoptimalkan potensinya dalam garis keridhaan Allah. Prinsip ini harus
direalisasikan oleh pendidik dalam proses pembelajaran. [7]
4. Prinsip Selalu Berkaitan dengan
Agama
Pendidikan
Islam sejak awal merupakan salah satu usaha untuk menumbuhkan dan memantapkan
kecendrungan tauhid yang telah menjadi fitrah manusia. Agama menjadi petunjuk
dan penuntun ke arah itu. Oleh karena itu, pendidikan Islam selalu
menyelenggrakan pendidikan agama. Namun, agama di sini lebih kepada fungsinya
sebagai sumebr moral nilai. Sesuai dengan ajaran Islam pula, pendidikan Islam bukan
hanya mengajarkan ilmu-ilmu sebagai materi, atau keterampilan sebagai kegiatan
jasmani semata, melainkan selalu mengaitkan semuanya itu dengan kerangka
praktik (‘amaliyyah) yang bermuatan nilai dan moral. Jadi, pengajaran agama
dalam Islam tidak selalu dalam pengertian (ilmu agama) formal, tetapi dalam
pengertian esensinya yang bisa saja berada dalam ilmu-ilmu lain yang sering
dikategorikan secara tidak proporsional sebagai ilmu sekuler.[8]
5. Prinsip Terbuka
Dalam Islam diakui adanya perbedaam
manusia. Akan tetapi, perbedaan hakiki ditentukan oleh amal perbuatan manusia
(QS, Al-Mulk : 2), atau ketakwaan (QS, Al-Hujrat : 13). oleh karena itu,
pendidikan Islam pada dasarnya bersifat terbuka, demokratis, dan universal.
menurut Jalaludin yang dikutip oleh Bukhari Umar menjelaskan bahwa keterbukaan
pendidikan Islam ditandai dengan kelenturan untuk mengadopsi unsur-unsur
positif dar luar, sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakatnya,
dengan tetap menjaga dasar-dasarnya yang original (shalih), yang bersumber pada
Al-Qur’an dan Hadist.[9]
6. Prinsip Pendidikan Islam adalah
Dinamis
Pendidikan
Islam menganut prinsip dinamis yang tidak beku dalam tujuan-tujuan, kurikulum
dan metode-metodenya, tetapi berupaya untuk selalu memperbaharuhi diri dan
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidikan Islam seyogyanya mampu
memberikan respon terhadap kebutuhan-kebutuhan zaman dan tempat dan tuntutan
perkembangan dan perubahan social. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip
pendidikan Islam yang memotivasi untuk hidup dinamis.[10]
1.2
SUMBER PENDIDIKAN ISLAM
1.
PENGERTIAN SUMBER PENDIDIKAN ISLAM
Sumber pendidikan islam adalah acuan atau rujukan yang
darinya memancarkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang akan ditransinternalisasikan
dalam pendidikan islam. Sumber ini tentunya telah diyakini kebenaran dan
kekuatannya dalam menghantar aktivitas pendidikan dan telah diuji dari waktu ke
waktu.
2.
MACAM-MACAM SUMBER PENDIDIKAN ISLAM
Sumber pendidikan Islam dapat
diketahui dari firman Allah dalam Al-Quran Surat An-Nisa’ ayat 59: “Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Berdasarkan ayat diatas, sumber pendidikan islam ada tiga, yaitu
Allah SWT (Al Qur’an), Nabi Muhammad SAW (As-Sunnah), dan Ulil Amri
(Sahabat/ulama). Menurut Sa’id Ismail Ali, sebagaimana yang dikutip oleh Hasan
Langgulung, sumber pendidikan islam terdiri atas enam macam, yaitu Al Qur’an,
As Sunnah, kata-kata sahabat, kemaslahatan umat/sosial (Mashalih Al Mursalah),
tradisi atau adat kebiasaan masyarakat (‘uruf), dan hasil pemikiran para
ahli dalam islam (ijtihad). Keenam sumber pendidikan islam tersebut didudukkan
secara hierarkis. Artinya rujukan pendidikan islam diawali dari sumber pertama
(Al Qur’an) untuk kemudian dilanjutkan pada sumber-sumber berikutnya secara
berurutan.
a.
Al-Qur’an
Al Qur’an dijadikan sebagai sumber pendidikan islam
yang pertama dan utama karena ia memiliki nilai absolut yang diturunkan dari
Tuhan. Allah SWT menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik manusia, yang
mana pendidikan itu telah termaktub dalam wahyu-Nya. Tidak satu pun persoalan,
termasuk persoalan pendidikan yang luput dari jangkauan Al Qur’an. Sebagaimana
firman Allah QS. Al An’am ayat 38: “Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di
dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpun ”. Dan QS. An Nahl ayat 89: “Dan Kami turunkan
kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri ”. Dua
ayat tersebut memberikan isyarat bahwa pendidikan islam cukup digali dari
sumber autentik islam, yaitu Al Qur’an.
b.
As-Sunnah
As-Sunnah menurut bahasa berarti tradisi yang bisa
dilakukan atau jalan yang dilalui, baik yang terpuji maupun tercela. Menurut
istilah As-Sunnah adalah segala sesuatu yang dinukilkan kepada Nabi Muhammad
SAW berupa perkataan, perbuatan, dan taqrirnya. Termasuk selain itu adalah
sifat-sifat, keadaan, dan cita-cita (himmah) Nabi SAW yang belum
kesampaian. Misalnya sifat-sifat baik beliau, silsilah (nasab),
nama-nama dan tahun kelahirannya yang ditetapkan oleh para ahli sejarah”. Sunah merupakan penjelasan
Al-Qur’an, karena Al-Qur’an umumnya hanya menjelaskan ketentuan-ketentuan
secara garis besar. Sunah adalah petunjuk hidup manusia dalam segala aspeknya
agar tumbuh secara wajar dan takwa kepada Allah.
c.
Pendapat Para Sahabat Atau Ulama
Berdasarkan Surat An-Nisa’ ayat 59 di atas dapat disimpulkan bahwa para
pemimpin diistilahkan ulil amri yang harus ditaati. Maka mereka menjadi
salah satu sumber bagi penyelenggara pendidikan. Pemimpin/ulama tersebut adalah
para pemimpin yang memiliki karya atau pemikiran yang berkaitan dengan
pendidikan islam. Dalam kenyataan para sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in atau
ulama-ulama terdahulu memiliki karya yang sangat besar bagi pendidikan islam.
Sumbangan pemikiran dan ahli didik seprti Imam Al Ghazali, ibnu Khaldun, ibnu
Seina, dan lain-lain, kesemuanya itu dapat dijadikan sebagai rujukan dalam
pembahasan pendidikan islam. Pendapat dan perilaku tersebut diterima selama
tidak menyimpang Al Qur’an dan Sunnah. Apabila pendapat dan perilaku tersebut
menyimpang, maka wajib ditinggalkan.[11]
Sahabat adalah orang yang pernah berjumpa dengan nabi dalam
keadaan beriman dan mati dalam keadaan beriman juga. Upaya sahabat nabi dalam
pendidikan islam sangat menentukan bagi perkembangan pemikiran pendidikan
dewasa ini. Upaya yang dilakukan Abu Bakar As sidiq, misalnya mengumpulkan Al-Qur’an
dalam satu mushaf yang dijadikan sebagai sumber utama pendidikan islam;
meluruskan keimanan masyarakat dari kemurtadan dan memerangi pembangkang dari pembayaran
zakat. Sedangkan upaya yang dilakukukan umar bin khatab adalah ia sebagai bapak
revolusioner terhadap ajaran islam. Tindakannya dalam memperluas wilayah islam
dan mengurangi kezaliman menjadi salah satu model dalam membangun strategi dan
perluasan pendidikna islam dewasa ini. Sedangkan Usman bin Affan berusaha untuk
menyatukan sistematika berpikir ilmiah dalam menyatukan susunan Al Qur’an dalam
satu mushaf. Sementara Ali bin Abi Thalib banyak merumuskan konsep-konsep
kependidikan sebagaimana seyogyanya etika peserta didik pada pendidikannya,
bagaiman ghirah pemuda dalam belajar, dan sebaliknya.[12]
d.
Maslahah Al-Mursalah
Maslahah atau kemaslahatan sosial banyak mendapat perhatian dari para ulama yang
ditulis dalam perundang-undangan dan sejarah islam. Menurut imam Al-ghozali, maslahah
merupakan menjaga tujuan agama pada manusia yang terdiri dari 5 perkara, yaitu
menjaga agamanya, dirinya, akalnya, keturunanya, dan harta bendanya. Islam
sebagai agama diturunkan ke dunia oleh Allah bertujuan untuk memberi
kemaslahatan untuk manusia dan menjauhkan kerusakan dan kemudaratan bagi
mereka. Oleh karena itu, kemaslahatan sosial menjadi salah satu sumber
pendidikan, karena termasuk dalam hal-hal yang sesuai dengan hikmah islam.
e.
Nilai-nilai dan Kebiasaan Masyarakat (Uruf)
Sumber pendidikan islam selanjutnya adalah nilai-nilai dan kebiasaan
sosial. Maksud nilai-nilai sosial adalah kata yang kita nyatakan untuk menunjukan
kepada suatu proses penilaian yang dianut manusia. Sedangkan kebiasaan sosial
ialah segala tingkah laku yang berulang-ulang yang diperoleh secara sosial,
dipelajari dan diamalkan secara sosial serta diwarisi secara sosial pula.
Kebiasaan sosial tersebut hanya terbatas pada masalah adat istiadat saja. Menurut mazhab Hanafi dan Maliki, nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat
dapat digunakan dalam menentukan hukum. Jika dalam bidang perundang-undangan
hal ini dijadikan hujjah, maka dalam pendidikan islam pun kebiasaan
masyarakat menjadi bahan pertimbangan pula.
f. Ijtihad
Ijtihad menurut bahasa adalah bekerja dengan sungguh-sunggguh dalam
suatu perbuatan. Menurut istilah ijtihad ialah menggunakan segala kesungguhan
untuk menetapkan hukum-hukum syari’at islam yang belum ditegaskan di dalam Al
Qur’an dan As Sunnah. Ijtihad juga digunakan untuk seluruh aspek kehidupan umat
manusia, termasuk aspek pendidikan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa
Al Qur’an dan Sunnah umumnya memberikan tuntunan kehidupan manusia hanya secara
garis besar. Oleh karena itu, umat islam harus berusaha memeras tenaga untuk
dapat menginterpretasikan dan mengimplementasikan pedoman umum itu dalam bentuk
perincian. Sehingga umat islam dapat mengikuti alur atau perubahan pemikiran
masyarakat yang berlaku selama alur tersebut itu tidak menyimpang dari
pokok-pokok al Qur’an dan hadis Rasulullah.[13]
1.3
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
1.
PENGERTIAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Tujuan pendidikan Islam ialah kepribadian Muslim, yaitu suatu kepribadian
yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran islam. Orang yang berkepribadian
Muslim dalam Al-Quran disebut “Muttaqun”. Karena itu pendidikan Islam berarti
juga untuk pembentukan manusia yang bertaqwa. Pendidikan tersebut sesuai dengan
pendidikan Nasional yang dituangkan dalam tujuan pendidikan nasional yang akan
membentuk manusia pancasila yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.[14]
2.
MACAM-MACAM TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
a. Tujuan umum
Tujuan Umum yaitu tujuan yang akan
dicapai dengan semua kegiatan pendidikan. Baik dengan pengajaran atau dengan
cara lain. Tujuan itu meliputi aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah
laku, penampilan, dan lain-lain.
b. Tujuan
khusus
Tujuan khusus adalah
perubahan-perubahan yang didingini yang merupakan bagaian yang termasuk dibawah
tiap tujuan umum pendidikan. Dengan kata lain gabungan pengetahuan,
keterampilan, pola-pola tingkahlaku, sikap, nilai-nilai dan kebiasaan yang
erkandung dalam tujuan akhir atau tujuan umum pendidikan, yang tanpa
terlaksananya maka tujuan akhir dan tujuan umum juga tidak akan terlaksana
dengan sempurna.
c. Tujuan Akhir
Tujuan Akhir yaitu bahwa pendidikan
Islam berlangsung selama hidup, maka tujuan hidup terdapat pada waktu hidup di
dunia ini telah berakhir pula. Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai
muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup jelas
berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat
dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan yang mati dan akan menghadap Tuhannya
merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam.[15]
d.
Tujuan
sementara
Tujuan Sementara yaitu tujuan yang
akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang
direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
e.
Tujuan
operasional
Tujuan Operasional yaitu tujuan yang
akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau
dengan cara lain. Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak
didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Misalnya, ia dapat berbuat,
terampil melakukan, lancar mengucapkan, mengerti, memahami, meyakini, dan
menghayati adalah soal kecil.[16]
1.4
DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM
1.
PENGERTIAN DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Dasar (Arab: Asas; Inggris: Foudation; Perancis:
Fondement; Laitn: Fundamentum) secara bahasa berarti alas,
fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu ( pendapat, ajaran, aturan).[17]
Dasar menurut Ramayulis, adalah landasan untuk berdirinya sesuatu.[18]
Maka fungsi dasar ialah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan
sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. Dasar mengandung
pengertian sebagai berikut: Pertama, sumber dan sebab adanya sesuatu.
Umpamanya, alam rasional adalah dasar alam inderawi. Artinya, alam rasional
merupakan sumber dan sebab adanya alam inderawi. Kedua, proposisi paling umum
dan makna paling luas yang dijadikan sumber pengetahuan, ajaran atau hukum.
Umpamanya, dasar induksi adalah prinsip yang membolehkan pindah dari hal-hal
yang khusus kepada hal-hal yang umum. Dasar untuk pindah dari ragu kepada yaqin
adalah kepercayaan kepada Tuhan bahwa Dia tidak mungkin menyesatkan
hamba-hambaNya.
Dasar ilmu pendidikan Islam tentu saja didasarkan
pada falsafah hidup umat Islam dan tidak didasarkan kepada falsafah hidup suatu
negara, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Ajaran itu bersumber dari
al-Qur`an, sunnah Rasulullah saw, (selanjutnya disebut Sunnah), dan ra`yu
( hasil pikir manusia). Tiga sumber ini harus digunakan secara hirarkis.
Al-Qur`an harus didahulukan. Apabila suatu ajaran atau penjelasan tidak ditemukan
di dalam al-Qur`an, maka harus dicari di dalam sunnah, apabila tidak ditemukan
juga dalam sunnah, barulah digunakan ra`yu. Sunnah tidak bertentangan dengan
al-Qur`an , dan ra`yu tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan sunnah.
2.
MACAM-MACAM DASAR PENDIDIKAN ISLAM
A. Dasar Pokok dan Tambahan
1. Al-Qur`an
Al-Qur`an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Muhammad saw dalam bahasa Arab yang terang, guna menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia baik di dunia maupun di akhirat. Terjemahan al-Qur`an kedalam bahasa lain dan tafsirannya bukanlah al-Qur`an, dan karenanya bukan nash yang qath`i dan sah dijadikan rujukan dalam menarik kesimpulan ajarannya.[19]
Al-Qur`an menyatakan dirinya sebagai kitab petunjuk. Allah swt menjelaskan hal ini didalam firman-Nya: “Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal
2. As-Sunnah
Al-Qur`an disampaikan oleh Rasulallah saw kepada manusia dengan penuh amanat, tidak sedikitpun ditambah ataupun dikurangi. Selanjutnya, manusialah hendaknya yang berusaha memahaminya, menerimanya dan kemudian mengamalkannya. Sering kali manusia menemui kesulitan dalam memahaminya,dan ini dialami oleh para sahabat sebagai generasi pertama penerima al-Qur`an. Karenanya mereka meminta penjelasan kepada Rasulallah saw, yang memang diberi otoritas untuk itu. Allah SWT menyatakan otoritas dimaksud dalam firman Allah SWT di bawah ini: “dan Kami turunkan kepadamu al-Dzikri (Al Quran), agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir” (Q. S. al-Nahl, 44). Penjelasan itu disebut al-Sunnah yang secara bahasa al-Thariqoh yang artinya jalan, adapun hubungannya dengan Rasulullah saw berarti perkataan, perbuatan, atau ketetapannya Para ulama meyatakan bahwa kedudukan Sunnah terhadap al-Qur`an adalah sebagai penjelas. Bahkan Umar bin al-Khaththab mengingatkan bahwa Sunnah merupakan penjelasan yang paling baik. Ia berkata “ Akan datang suatu kaum yang membantahmu dengan hal-hal yang subhat di dalam al-Qur`an. Maka hadapilah mereka dengan berpegang kepada Sunnah, karena orang-orang yang bergelut dengan sunah lebih tahu tentang kitab Allah SWT.
c. Ra`yu dan Ijtihad
Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik pola-pola tingkah laku, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang dan sebagainya.[20] Pendidikan sebagai lembaga sosial akan turut mengalami perubahan sesuai dengan perubahan yang tejadi di masyarakat. Kita tahu perubahan-perubahan yang ada di zaman sekarang atau mungkin sepuluh tahun yang akan datang mestinya tidak dijumpai pada masa Rasulullah saw, tetapi memerlukan jawaban untuk kepentingan pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah diperlukan ijtihad dari pendidik muslim. Dasar hukum yang memboleh ijtihad dengan penggunaan ra’yu adalah sebuah hadits percakapan Rasulullah dengan Muaz bin Jabal ketika akan diutus di Yaman. Artinya,” Hai Muaz: Jika engkau diminta memutuskan perkara, dengan apakah engkau memutuskannya?”. Muaz menjawab; dengan Kitab Allah (al-Quran), maka Rasulullah bersabda; Kalau engkau tidak mendapati (dalam al-Quran itu)” kata Muaz: “dengan Sunnah Rasulullah”, Rasulullah bersabda kembali; Jika engkay tidak mendapati di situ?’ Muaz menjawab,” Saya berijtihad dengan pendapatku dan tidak akan kembali”.
Ijtihad pada dasarnya merupakan usaha sungguh- sungguh orang muslim untuk selalu berprilaku berdasarkan ajaran Islam. Untuk itu manakala tidak ditemukan petunjuk yang jelas dari al-Qur`an ataupun Sunnah tentang suatu prilaku ,orang muslim akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menemukannya dengan prinsip-prinsip al-Qur`an atau Sunnah. Ijtihad sudah dilakukan para ulama sejak zaman shahabat. Namun, tampaknya literatur-literatur yang ada menunjukkan bahwa ijtihad masih terpusat pada hukum syara’, yang dimaksud hukum syara’,menurut Ali Hasballah ialah proposisi-proposisi yang berisi sifat-sifat syariat (seperti wajib, haram, sunnat) yang di sandarkan pada perbuatan manusia, baik lahir maupun bathin.[21] Kemudian dalam hukum tentang perbuatan manusia ini tampaknya aspek lahir lebih menonjol ketimbang aspek bathin. Dengan perkataan lain, fiqih zhahir lebih banyak digeluti dari pada fiqih bathin. Karenanya, pembahasan tentang ibadat, muamalat lebih dominan ketimbang kajian tentang ikhlas, sabar, memberi maaf, merendahkan diri, dan tidak menyakiti oang lain. Ijtihad dalam lapangan pendidikan perlu mengimbangi ijtihad dalam lapangan fiqih (lahir dan bathinnya)
Berdasarkan ra’yu sebagai dasar tambahan, sumber pendidikan Islam pada masa Khulafa ar-Rasyidin sudah mengalami perkembangan, dimana selain al-Quran dan as-Sunnah, perkataan, sikap dan perbuatan para sahabat dapat dijadikan pegangan dasar pendidikan Islam. Diantara beberapa perkataan, perbuatan dan sikap para sahabat, menurut para ahli sejarah Islam antara lain sebagai berikut:
1. Abu Bakar melakukan kodifikasi al-Quran
2. Umar bi Khattab sebagai bapak reaktutor terhadap ajaran Islam yang dapat dijadikan sebagai strategi pendidikan Islam
3. Usman bin Affan sebagai bapak pemersatu sistematika penulisan ilmiah melalui upaya mempersatukan sistematika penuliasan al-Quran
4. Ali bin Abi Thalib sebagai perumus konsep-konsep pendidikan.[22]
B. Dasar Operasional Pendidikan Islam
Dasar-dasar oprerasional pendidikan Islam yang terbentuk sebagai aktualisasi dari dasar ideal, menurut Hasan Langgulung ada enam macam, yaitu dasar historis, dasar sosial, dasar ekonomi, dasar politik, dasar psikologis dan dasar fisiologis.[23]
a. Dasar historis, adalah pengalaman masa lalu berupa peraturan dan budaya masyarakat sebagai mata rantai yang berkelanjutan dari cita-cita dan praktik pendidikan Islam.
b. Dasar sosial, adalah dasar yang memberikan kerangka budaya dimana pendidikan berkembang.
c. Dasar ekonomi, merupakan yang memberikan persepektif terhadap potensi manusia berupa materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya yang bertanggung jawab terhadap anggaran pembelajaannya.
d. Dasar politik, sebagai dasar yang memberikan bingkai dan ideologi dasar yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang dibuat.
e. Dasar psikologis, adalah dasar yang memberikan informasi tentang watak peserta didik, guru dalam proses pendidikan.
f. Dasar fisiologis, merupakan dasar yang memberikan kemampuan memilih yang terbaik, sistem dan mengontrol dalam menentukan yang terbaik untuk dilaksanakan. [24]
Dengan dasar-dasar pendidikan secara operasional bagaimana pendidikan Islam secara idealitas dan bagaimana pendidikan Islam secara realitas telah berjalan dalam kurun waktu 14 abad. Pendidikan Islam yang terjadi antara suatu negara secara operasional akan mengalami perbedaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip
dasar pendidikan Islam bermakna pandangan yang mendasar terhadap sesuatu yang
menjadi sumber pokok sehingga menjadi konsep, nilai dan asas bangunan
pendidikan Islam. Sumber pendidikan islam adalah acuan atau rujukan yang
darinya memancarkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang akan
ditransinternalisasikan dalam pendidikan islam. Sumber ini tentunya telah
diyakini kebenaran dan kekuatannya dalam menghantar aktivitas pendidikan dan
telah diuji dari waktu ke waktu. Tujuan pendidikan Islam
ialah kepribadian Muslim, yaitu suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai
oleh ajaran islam. Dasar
ilmu pendidikan Islam tentu saja didasarkan pada falsafah hidup umat Islam dan
tidak didasarkan kepada falsafah hidup suatu negara, tanpa dibatasi oleh ruang
dan waktu.
3.2 SARAN
Kami menyadari, Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan untuk perbaikan di masa mendatang.
[1] John M. Echols dan Hassan Shadily,Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1992)
[2] Ramayulis, filsafat pendidikan islam (Jakarta: Kalam Mulia,2015) hlm.138
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Ibid hlm.139
[6] Eha Diana,”prinsip-prinsip pendidikan islam”, http://parakonselorislam.blogspot.co.id/2014/03/prinsip-prinsip-pendidikan- islam.html (diakses pada tanggal 07 Februari 2018 pukul 22.00)
[7] Iim Imaduddin,”pendidikan manusia seutuhnya”, http://imflasheducation.blogspot.co.id/
(dikses pada 07 februari
2018 pukul 22.05)
[8] Abdul Wahid Hariz, “prinsip-prinsip pendidikan islam sebagai
disiplin ilmu”, https://abdwahidhoriz.wordpress.com/2012/05/30/prinsip-prinsip-pendidikan-islam-sebagai-disiplin-ilmu/
(diakses pada
tanggal 07 februari 2018 pukul 22.10)
[9] Ramayulis,op.cit,hlm.143-145
[10] Ibid
[11] Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,
Pustaka Rizki Putra, Semarang: 2013,hlm. 29
[12] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam,
Kencana Prenada Media, Jakarta: 2010,hlm.37
[13] Nur Uhbiyati,op.cit,hlm. 29
[14] Zakiah Daradjat, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara,
2011,hlm.30
[15]Ibid.hlm.31.
[16]Ibid,hlm.32
[17] Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, Jakarta, 1994), hal. 211
[18] Ramayulis, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2010, ,hlm.121
[19] Ahmad Tafsir,
Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1992), hal. 12
[20] Soerjono Soekanto, Pokok – Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 198), hal. 67-88.
[21] Drs.
Noer Aly, MA, Ilmu Pendidikan Islam. Kudus: Perpustakaan kudus, hal. 48.
[22] Ramayulis,op.cit hlm.126
[23] Hasan Langgulung, Azas-Azas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna,
1998, hlm.12
[24] Ramayulis,op.cit hlm.173
No comments: